JAKARTA, KOMPAS — Pelaku penyelundupan narkoba selalu menggunakan cara baru untuk meloloskan sabu ke Indonesia. Kerja sama dengan negara lain terus dilakukan untuk menggagalkan upaya penyelundupan ini, terutama dengan kerja sama intelijen.
Demikian disampaikan Kepala Badan Narkotika Nasional Komisaris Jenderal Budi Waseso, Kamis (27/7), saat konferensi pers di gedung BNN. Terakhir, tim gabungan BNN, Bareskrim Polri, serta Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan menggagalkan penyelundupan 284,3 kilogram sabu yang disembunyikan dalam mesin pemoles. Sabu dibawa melalui laut hingga tiba di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Petugas menangkap tiga tersangka, yaitu dua WNI berinisial Su dan HHD, serta seorang WNA Taiwan berinisial KHH (36) yang ditembak mati karena melawan petugas, Rabu malam.
Budi mengatakan, petugas menghentikan sebuah truk yang ditumpangi Su dan dikemudikan oleh HHD di Penjaringan, Jakarta Utara. Di dalam truk terdapat delapan koli mesin pemoles untuk menyembunyikan 284,3 kilogram sabu. Menurut rencana, sabu akan dibawa ke Sedayu Square, Cengkareng, Jakarta Barat, tetapi barang akan dibongkar dulu di sebuah rumah kosong di Jalan Karang Cantik Selatan, Penjaringan.
Enam kali beraksi
Menurut Budi, sebelumnya jaringan ini sudah enam kali lolos menyelundupkan sabu dari China ke Indonesia. Jumlah yang berhasil lolos tidak diketahui, tetapi diduga jumlahnya besar. Penangkapan ini dilakukan setelah mengintai selama satu bulan.
”Cara kerja mereka luar biasa. Kalau tidak dibantu kepolisian China, tidak bisa membekuk mereka. Mereka pakai bahasa asing dan pakai sandi yang tidak kami pahami. Mereka tidak ada hubungan dengan jaringan sabu 1 ton di Anyer, tetapi cara kerjanya mirip,” katanya.
Budi menjelaskan, penangkapan ini hasil kerja sama beberapa instansi dan kepolisian China yang memberikan informasi. Bea dan Cukai memiliki teknologi untuk memantau kapal, sedangkan Polri dan BNN bertugas menelusuri jaringan pengedar.
Budi menambahkan, Indonesia tidak bisa berharap kepada China dan Malaysia karena mereka memiliki undang-undang yang berbeda. Pertemuan bilateral memberantas narkoba tidak menjamin masalah narkoba selesai karena pada akhirnya pemberantasan narkoba dilakukan negara masing-masing. Dengan demikian, kerja sama dengan negara lain adalah kerja sama intelijen, bukan kerja sama dalam penangkapan.
Kerja sama lintas instansi ataupun kerja sama intelijen dibutuhkan karena para pelaku selalu mengubah pola pengiriman narkoba ke Indonesia.
”Setelah cara ini ketahuan, mereka akan memakai barang lain sebagai kamuflase,” ujar Budi.
Berdasarkan catatan Kompas, berbagai barang pernah digunakan untuk menyembunyikan sabu, antara lain kompresor, sepatu, tiang besi, bahkan kemasan makanan ringan.
Analisis data intelijen
Menurut Direktur Penindakan dan Penyidikan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Harry Mulya, pihaknya mengumpulkan lalu menganalisis data intelijen dan memperketat pengawasan terhadap pengiriman barang dari China. Setelah target dikerucutkan, pengiriman barang yang mencurigakan akan diikuti. Bea dan Cukai bekerja sama dengan kepolisian karena setelah barang keluar dari pelabuhan bukan menjadi kewenangan Bea dan Cukai.
”Kami awasi barang yang berisiko tinggi yang di dalamnya ada kompartemen atau lubang untuk menyembunyikan. Biasanya barang yang dikirim dari Guangzhou,” ujar Harry.
Harry mengungkapkan, operasi intelijen diperlukan agar pelayanan di pelabuhan tidak terganggu karena barang tidak bisa ditahan terlalu lama di pelabuhan.
Usia produktif
Di dalam negeri, narkoba mulai beredar dan menyasar pemakai dari berbagai golongan, termasuk warga dengan usia produktif.
Selama tujuh bulan, yakni sejak Januari hingga Juli 2017, Polresta Tangerang Kabupaten mengungkap 105 kasus penyalahgunaan narkoba. Penyalahgunaan narkoba itu umumnya menyasar usia produktif. Dari pengungkapan kasus tersebut, polisi menyita 25 kilogram ganja dan 5 kilogram sabu, serta menangkap 120 tersangka.
”Usia produktif ini lebih mudah ditawari narkoba. Juga, saat ini banyak narkoba yang dikemas dalam bentuk permen ataupun narkotika jenis ganja yang dicampur tembakau rokok,” kata Kepala Satuan Narkoba Polresta Tangerang Kabupaten Komisaris Sukardi di Tigaraksa, Kamis.
Sukardi mengatakan, pihaknya sudah memetakan wilayah rawan peredaran barang haram tersebut, antara lain Kecamatan Balaraja, Cikupa, dan utara Kabupaten Tangerang. Wilayah ini termasuk padat penduduk dan berada di perbatasan.
”Sejauh ini, kasus penyalahgunaan di wilayah hukum Polresta Tangerang Kabupaten tergolong masih tinggi. Hampir semua wilayah sudah masuk dalam zona rawan peredaran. Hal itu karena peredarannya sudah tidak memandang siapa pun,” ujar Sukardi.
Menurut Sukardi, untuk mengendalikan penyalahgunaan narkoba, pihaknya terus melakukan pengungkapan kasus narkoba dan menangkap pengedar atau pemakai,” katanya. (WAD/PIN/MDN)