CARACAS, SELASA — Presiden Venezuela Nicolas Maduro mengabaikan sanksi yang dijatuhkan Amerika Serikat kepada dirinya menyusul pemungutan suara yang mendukung pembentukan Majelis Konstitusi. Maduro mengklaim, ia diberi mandat oleh sekitar 8 juta pemilih untuk melakukan transformasi total.
Konstitusi baru yang akan dirampungkan majelis bakal digunakan untuk membubarkan parlemen yang saat ini dikuasai oposisi, memenjarakan para oposisi, dan menutup sejumlah jaringan televisi independen.
”Saya tak akan menuruti perintah imperium. Silakan jatuhkan sanksi lebih banyak lagi, Donald Trump! Alangkah hebatnya demokrasi di AS, seseorang bisa jadi presiden walaupun kalah 3 juta suara dari lawannya,” kata Maduro, Selasa (1/8), merujuk pemilu AS 2016 saat kalah sekitar 2,9 juta suara dari Hillary Clinton dalam total jumlah suara.
Seusai pemungutan suara yang—menurut biro penghitungan independen—hanya diikuti sekitar 3,6 juta warga (18 persen), Washington menjatuhkan sanksi terhadap Maduro. Sanksi itu berupa pembekuan semua aset Maduro yang berada dalam yurisdiksi AS dan larangan terhadap warga AS melakukan bisnis dengan dirinya.
Pemberian sanksi terhadap kepala negara adalah langkah yang jarang dilakukan AS dan secara simbolis akan berdampak kuat karena umumnya akan diikuti negara lain. Misalnya, AS saat ini menjatuhkan sanksi kepada Presiden Suriah Bashar al-Assad, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe, dan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un.
Di dalam negeri, Maduro juga langsung bertindak. Dua tokoh oposisi, Leopoldo Lopez dan Antonio Ledezma, Selasa, ”diculik” dari kediaman mereka oleh agen-agen keamanan. Lopez dan Ledezma, yang sama-sama sedang menjalani tahanan rumah, adalah mantan Wali Kota Caracas. Lopez baru dibebaskan dari penjara, pertengahan Juli, setelah menjalani tahanan 3 tahun.
Memburuk
Sejak harga minyak mentah jatuh, ekonomi Venezuela yang 90 persen tergantung pada ekspor minyak terus terpuruk. Hal itu diperparah dengan korupsi yang merajalela dan gagalnya kepemimpinan Maduro.
Hampir 93 persen rakyat Venezuela kini hidup di bawah garis kemiskinan. Rakyat semakin sulit memperoleh makanan dan obat-obatan. Di mana-mana terlihat antrean panjang warga untuk memperoleh jatah delapan potong roti yang dijual dengan harga sekitar 0,15 dollar AS.
Menurut The Economist, survei tahun lalu menunjukkan, empat dari lima keluarga di Venezuela tergolong miskin. Akibat inflasi 720 persen dalam dua tahun terakhir dengan upah rata-rata 250.000 bolivar (sekitar Rp 333,6 juta), mereka sulit memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari: harga seekor ayam 7.600 bolivar (Rp 10,1 juta) dan pisang 1 kg 1.200 bolivar (Rp 1,6 juta).
”Rakyat tak setuju dengan Maduro. Rakyat banyak sekarat karena kelaparan. Mereka mencari makanan di tempat-tempat sampah. Saya rasa situasi akan semakin buruk,” kata Daniel Ponza, kontraktor bangunan.
”Saya punya empat anak. Empat! Bagaimana saya bisa menghidupi mereka?” ujar Leonardo Valbuena (35), pekerja konstruksi yang kini menganggur. ”Kini, mereka punya majelis untuk menyerang kami. Namun, kami siap mati melawan mereka.” (AP/AFP/REUTERS/MYR)