JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 148 warga negara China yang menjadi tersangka dalam kejahatan siber akan dideportasi. Polisi tengah menyiapkan kelengkapan administrasi untuk proses deportasi itu.
Menurut Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Raden Prabowo Argo Yuwono, Selasa (1/8), para tersangka akan dikenai hukuman sesuai dengan aturan hukum di China setelah dideportasi dari Indonesia. Polda Metro Jaya menyiapkan surat kepada pihak imigrasi tentang penanganan orang asing tersebut.
”Setelah proses identifikasi selesai, kami koordinasi dengan kepolisian China dan selanjutnya diserahkan ke imigrasi. Kami sedang menyiapkan administrasi,” ujarnya.
Argo mengatakan, pengungkapan kasus kejahatan siber ini merupakan penyelidikan gabungan dengan kepolisian China. Kasus kejahatan siber dengan modus penipuan ini merupakan kasus yang menonjol di China.
Sementara itu, lima WNI yang ikut ditangkap di Bali akhirnya dilepaskan karena tidak terlibat. Argo mengutarakan, para WNI itu ada yang bertugas mencuci pakaian, memasak, dan menjadi sopir untuk mengantar para tersangka jalan-jalan pada akhir pekan.
Argo menuturkan, polisi masih memburu orang yang berperan sebagai perantara atau fasilitator dalam komplotan tersebut. Perantara berperan memasukkan anggota komplotan ke Indonesia. Komplotan masuk ke Indonesia tidak sekaligus, tetapi bertahap.
Polisi juga belum menemukan paspor para tersangka karena saat ditangkap tidak ada tersangka yang memegang paspor. Para tersangka dipastikan menggunakan visa kunjungan untuk masuk ke Indonesia.
”Mereka memilih Indonesia karena wilayah geografis luas, mudah untuk sembunyi. Di Indonesia juga mudah mendapat akses internet,” ucap Argo.
Sebelumnya, Direktur Tindak Pidana Siber Polri Brigadir Jenderal (Pol) M Fadil Imran mengutarakan, di dunia dikenal tiga kelompok pelaku kejahatan siber, yaitu kelompok Nigerian Enterprise yang biasanya melakukan penipuan dengan e-mail, kelompok Eropa Timur yang biasa membobol kartu kredit, dan kelompok China atau Taiwan yang biasa melakukan penipuan melalui telepon, seperti yang ditangkap di Indonesia.
Fadil menyebutkan, sasaran penjahat siber China adalah perseorangan ataupun perusahaan swasta. Korbannya adalah perseorangan atau perusahaan yang tidak sesuai antara jumlah aset dan jenis usahanya.
”Meningkatnya jumlah kunjungan orang asing memiliki dampak negatif. Perlu kita cari bersama solusinya. Kemudahan masuk Indonesia menjadi pertimbangan kelompok ini beroperasi di Indonesia,” katanya. (WAD)