ASEAN Hadapi Terorisme
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah alotnya pembicaraan tentang geopolitik dan keamanan kawasan, stabilitas adalah kata kunci yang tidak dapat ditawar. Memasuki 50 tahun kedua, ASEAN menghadapi tantangan baru yang tidak kalah ringan, yaitu terorisme.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Republik Indonesia Retno LP Marsudi melalui akun Twitter Kementerian Luar Negeri, Minggu (6/8), mengatakan, tantangan ASEAN di kawasan meliputi perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan, Semenanjung Korea, dan kejahatan lintas negara, termasuk terorisme.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, memanfaatkan konflik bersenjata di Filipina selatan, kelompok militan yang menyatakan setia pada Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) mencoba menancapkan panji mereka di Asia Tenggara.
Kehadiran mereka tidak hanya menjadi persoalan domestik bagi Filipina. Tekanan bertubi-tubi dari koalisi internasional di Irak dan Suriah yang berhasil menghancurkan basis-basis utama NIIS di Raqqa dan Mosul serta masifnya infiltrasi ide-ide yang mereka bawa telah memicu perhatian kawasan.
Tantangan ASEAN di kawasan meliputi perdamaian dan stabilitas di Laut China Selatan, Semenanjung Korea, dan kejahatan lintas negara, termasuk terorisme.
Setelah meminta perpanjangan masa darurat militer di Mindanao, Presiden Filipina Rodrigo Duterte kembali meminta anggota parlemen menyetujui perekrutan lebih dari 20.000 tentara untuk mengatasi ancaman keamanan yang meningkat di wilayah selatan. Sebagai catatan, sejak konflik di Marawi meletus pada 23 Mei, sekitar 700 orang tewas dan lebih dari 400.000 mengungsi.
”Permintaan presiden untuk tambahan 20.000 tentara merupakan bagian dari postur keamanan intensif kami untuk melindungi daerah-daerah yang masih memiliki ancaman keamanan,” kata juru bicara kepresidenan, Ernesto Abella.
Mengingat jumlah kekuatan personel angkatan bersenjata sebanyak 125.000 orang, dengan ancaman besar seperti kelompok militan, gerilyawan komunis, dan perselisihan di Laut China Selatan, permintaan itu sangat masuk akal. Akan tetapi, dengan potensi ancaman yang sewaktu-waktu berkembang pesat, beban itu tidak dapat sepenuhnya ditanggung Filipina.
Konsolidasi ASEAN
Menlu RI Retno LP Marsudi mengatakan, dalam pertemuan dengan para menlu ASEAN dan mitra ASEAN di Manila, 4-8 Agustus, Indonesia menyampaikan kembali kesepakatan yang dicapai dalam pertemuan Trilateral Malaysia, Indonesia, dan Filipina Juni lalu serta pertemuan subregional di Manado akhir Juli lalu.
”Hasil dari pertemuan tersebut tentu akan memperkuat dan diperkuat dengan kerja sama dalam konteks ASEAN. Sejauh ini ASEAN telah memiliki kerja sama, termasuk pada level Dirjen Imigrasi,” kata Retno.
Untuk mendorong penguatan pembahasan atas isu-isu tersebut, Indonesia berinisiatif menggelar sejumlah pertemuan informal. ”Atas usul Indonesia tradisi konsolidasi itu akan diteruskan karena tantangan ASEAN semakin besar. Kita perlu menyatukan posisi terhadap isu-isu penting. Dengan cara inilah, ASEAN akan dapat menjaga kesatuan dan sentralitasnya,” kata Retno.
Hal itu sejalan dengan hasil pertemuan subregional di Manado. Pertemuan itu antara lain menyepakati perlunya kolaborasi dan kerja sama yang lebih kuat untuk menghadapi ancaman radikalisme, ekstremisme, dan terorisme.
Para menteri yang hadir dalam pertemuan itu, termasuk Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan RI Wiranto serta Jaksa Agung Australia George Brandis, sepakat merespons ancaman itu secara kolektif dengan terkoordinasi, strategis, dan dijalankan di semua tingkat pemerintahan bersama dengan aktor swasta dan masyarakat sipil.
”Di tengah keraguan terhadap multilateralisme dan regionalisme, ASEAN telah membuktikan diri sebagai motor perdamaian dan stabilitas di kawasan,” kata Retno.
Pada sesi pleno membahas ASEAN Community Building, Menlu RI menekankan, selama 50 tahun terakhir, ASEAN berhasil menciptakan ekosistem perdamaian, stabilitas, dan kesejahteraan di kawasan. Keberhasilan ASEAN tersebut mencegah terjadinya konflik terbuka serta memicu pembangunan ekonomi dan kesejahteraan kawasan yang menjadikan ASEAN sebagai mesin pertumbuhan kawasan dan dunia.
Selain itu, ASEAN juga harus dapat mengatasi tantangan yang datang, yaitu ancaman kejahatan transnasional dan terorisme. Dalam hal ini Menlu RI menekankan pentingnya ASEAN meningkatkan kerja sama, baik di tingkat regional maupun subregional.
Dalam pertemuan Menlu ASEAN-Australia, Retno pun menekankan kembali pentingnya keseimbangan antara penggunaan kekuatan bersenjata, diplomasi, dan sosial-ekonomi untuk mengatasi terorisme.
Penegasan itu seolah mengulang lagi bagian dari kesepakatan trilateral terkait isu keamanan, Juni lalu, di Manila. Dalam pertemuan itu, perwakilan Pemerintah Indonesia, Malaysia, dan Filipina sepakat memberi perhatian serius pada akar persoalan terorisme, termasuk upaya untuk mengatasinya.
Langkah-langkah yang diambil di antaranya melawan narasi ekstremis melalui pendidikan, keterlibatan masyarakat termasuk keterlibatan pemimpin agama dan promosi toleransi, serta moderasi dan kesatuan dalam keragaman. Selain itu, menggali inisiatif untuk memberikan dukungan bagi korban terorisme, mempromosikan program deradikalisasi, rehabilitasi, dan reintegrasi sebagai bagian dari langkah-langkah komprehensif dalam melawan terorisme, serta melindungi kelompok rentan, terutama perempuan, anak-anak dan kaum muda, dari pengaruh terorisme.
Kerja sama pertahanan
Terkait dengan pengamanan kawasan, dalam pertemuan dengan Komandan Naval Forces Eastern Mindanao (NFEM) Angkatan Laut Filipina Kolonel Ramil Roberto Enriquez, beberapa waktu lalu, di Davao, dikatakan, Angkatan Laut Filipina dan TNI Angkatan Laut telah memiliki kerja sama yang digelar sejak beberapa tahun lalu.
”Jika Anda perhatikan, terdapat latihan di Laut Sulu antara AL Filipina, AL Indonesia, dan AL Malaysia. Kami mengamati perbatasan laut. Kerja sama patroli dengan AL Indonesia sudah berlangsung lebih dari 31 tahun,” kata Enriquez.
Juli lalu, TNI AL dan Angkatan Laut Filipina kembali menggelar latihan bersama sekaligus mengawasi perairan Sulu hingga Tawi-Tawi. Menurut Enriquez, waktu digelarnya latihan bersama itu sangat tepat, terutama untuk menjawab perkembangan isu terorisme di kawasan.
”Dengan demikian, banyak masyarakat tahu bahwa kami menerapkan patroli perbatasan yang ketat. Tidak hanya saat latihan bersama, AL Filipina juga akan melanjutkan patroli. Kami juga berlatih sendiri. Dengan latihan bersama, kami memiliki kekuatan yang lebih dalam situasi saat ini,” kata Enriquez
Dia menambahkan, ketiga AL memperlihatkan kepada masyarakat bahwa negara bekerja sama untuk melawan ancaman terorisme. Sebab, aksi terorisme tidak hanya di Filipina, tetapi juga di Indonesia, Malaysia, Singapura, dan selatan Thailand. ”Untuk itu, latihan bersama ini memiliki arti yang besar. Latihan ini juga untuk menunjukkan kepada dunia bahwa kami serius,” kata Enriquez. (AFP/JOS/ILO)