Sebanyak 56.000 penonton di Stadion Olimpiade London, Inggris, berteriak histeris pada Sabtu (5/8) malam waktu setempat (Minggu dini hari WIB) ketika pembawa acara memanggil nama Bolt untuk memasuki lintasan. ”Usain Bolt! Usain Bolt!”, nama sang idola menggema di stadion yang digunakan untuk upacara pembukaan dan penutupan serta persaingan cabang atletik dalam Olimpiade London 2012.
Sang bintang asal Jamaika itu menyambutnya dengan senyum dan merentangkan kedua lengan. Dia berjalan santai menuju lintasan empat, lintasannya pada nomor final lari 100 meter, nomor paling bergengsi di arena atletik itu. Saat wajahnya disorot kamera televisi, dia mengibaskan tangannya satu per satu, lalu kembali tersenyum.
Pelari yang hiperaktif pada masa kecil itu selalu bergerak sesuka hati. Terkadang mengusap-usap kepala, menempelkan telunjuk di bibir, atau menari, tak ketinggalan sambil menebar senyum.
Ini berbeda dengan raut wajah Gatlin yang berlari di lintasan delapan. Wajahnya ”dingin”, matanya menatap tajam ke ujung lintasan 100 meter. Pelari Amerika Serikat itu seolah mengalihkan perhatian dari penonton yang meneriakinya, teriakan mengejek.
”Huuuuuuuuu…,” ejekan lantang itu terdengar ketika Gatlin dipanggil memasuki lintasan, saat nama dan prestasinya kembali disebut sebelum start, termasuk ketika layar di stadion memperlihatkan namanya di urutan teratas seusai lomba.
Layar menunjukkan Gatlin finis terdepan dengan catatan waktu 9,92 detik. Bolt berada di urutan ketiga dengan waktu 9,95 detik. Bintang muda AS, Christian Coleman, merebut perak (9,94 detik) pada debutnya di kejuaraan dunia.
Gatlin berteriak melampiaskan emosi lalu menempelkan telunjuk kiri di bibirnya, seolah meminta penonton berhenti mengejeknya. ”Yo, kamu tidak berhak menerima teriakan itu,” kata Bolt, memeluk Gatlin.
Sebelum momen itu, Gatlin berlutut di hadapan Bolt yang menghampirinya, membungkuk-bungkukkan badan dengan kedua lengan direntangkan ke depan sebagai tanda hormat. ”Kami bersaing di trek bertahun-tahun, tetapi di ruang pemanasan, kami bercanda. Dia juga mengatakan, saya berhak mendapatkan hasil ini. Saya menghormatinya, dia adalah atlet hebat,” kata Gatlin.
Gatlin juga menghormati Bolt ketika rivalnya itu merayakan penampilan terakhirnya dalam nomor individu. Bolt berjalan mengelilingi lintasan, beberapa kali berhenti, lalu membungkukkan badan ke hadapan penonton. Dia memeluk ibunya yang berada di antara penonton berbaju hijau-kuning, warna khas Jamaika.
Pelari berjulukan ”Lightning Bolt” ini juga menyempatkan berswafoto dengan beberapa penonton yang memintanya.
Sebelum meninggalkan lintasan, dia memeragakan gaya khasnya, gaya orang memanah, sebanyak tiga kali. Hanya saja, berbeda dari biasanya, arah memanahnya tak begitu tinggi ke angkasa. Buku Usain Bolt Faster than Lightning, My Story menyebut, gaya yang oleh Bolt disebut ”To Di World” (To The World) itu terinspirasi tarian bermusik reggae yang terkenal di Jamaika.
Momen final 100 meter itu lebih terasa sebagai momen Bolt dibandingkan Gatlin yang meraih kemenangan emosional. Semula, Gatlin dinilai terlalu tua dan lambat untuk mengulang prestasinya 12 tahun lalu, saat menjadi juara dunia 2005, karena kini ia telah berusia 35 tahun.
Pesaing berat Bolt di London 2017, seperti disebutkan berbagai media internasional, termasuk laman badan atletik dunia (IAAF), sesungguhnya adalah Coleman. Dia datang ke London sebagai pelari 100 meter tercepat 2017 dengan catatan waktu terbaik 9,82 detik. Namun, Gatlin yang berada di luar radar mencuri perhatian.
Bolt tak kuasa melampaui mereka karena start buruk sejak babak penyisihan. Di final, kecepatan reaksi Bolt (0,183 detik) saat start lebih lambat dari Coleman (0,123 detik) dan Gatlin (0,138 detik). Ini membuatnya kesulitan melampaui Gatlin dan Coleman meski panjang rentang kaki, biasanya, menjadi keuntungan setelah melewati setengah lintasan.
Akan tetapi, penggemar tidak peduli itu. Melalui media sosial, mereka menghujat Gatlin yang dua kali diskors karena doping. Pada 2001, saat masih berkompetisi di level yunior, Gatlin diskors setahun. Obat yang dikonsumsi untuk mengobati attention deficit disorder (ADD), penyakitnya sejak kecil, mengandung zat doping, amphetamine.
Lima tahun kemudian, Gatlin dinyatakan doping steroid testosterone. Dia terhindar dari skors seumur hidup dan menerima hukuman delapan tahun. Hukumannya berkurang empat tahun hingga dia mulai berkompetisi kembali pada 2010.
”Saya tak fokus pada ejekan penonton. Masih ada orang- orang yang mencintai saya. Orang-orang di rumah saya juga memberi dukungan, begitu pula manajer dan pelatih. Itu sebabnya, saya masih bisa fokus pada lomba karena masih ada orang- orang yang mendukung saya,” kata Gatlin, yang untuk kedua kalinya.
Kemenangan itu menjadi kemenangan kedua Gatlin dari 10 pertemuan dengan Bolt. Penggemar atletik berkesempatan menyaksikan persaingan kedua bintang untuk terakhir kalinya sebelum Bolt mengakhiri karier sebagai atlet, pada estafet 4 x 100 meter, Minggu (13/8) dini hari WIB. (AFP/REUTERS/IYA)