Perdagangan Satwa Dilindungi Secara Daring Sulit Diungkap
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Praktik perdagangan satwa yang dilindungi yang kini masih marak terjadi, termasuk penjualan satwa yang dilakukan dalam jaringan (daring). Namun, di lapangan petugas Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup, sering kesulitan mengungkap kasus-kasus tersebut, terutama perdagangan satwa secara daring.
“Saat ini sedang diupayakan ada tim khusus penanganan cyber untuk pelaku perdagangan satwa liar. Tim ini akan patroli secara daring, dan sedang diupayakan unit yang dapat memblokir content terkait perdagangan satwa liar secara daring,” ujar Saptawi Sunarya, Polisi Kehutanan Pelaksana Lanjutan di Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup (KLHK), Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara, Sabtu (12/8) di Jakarta.
Sedang diupayakan unit yang dapat memblokir content terkait perdagangan satwa liar secara daring
Seperti diberitakan, sebelumnya Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) Brigade Elang, Seksi Wilayah I Jakarta, Balai Gakkum KLHK, menyita empat ekor Lutung/Surili Jawa yang berumur sekitar 4 Tahun, Jumat (11/8) disita Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Keempat mamalia tersebut disita dari pemilik satwa tersebut, di Jalan Gandaria, Kelurahan Pekayon, Pasar Rebo, Jakarta Timur. Adapun keempat satwa tersebut terdiri dari Lutung / Surili Jawa (Presbytis comata) sebanyak tiga ekor (2 jantan dan 1 betina) dan seekor Lutung Jawa (Trachypithecus auratus).
Penyitaan dilakukan SPORC Brigade Elang, Seksi Wilayah I Jakarta, bersama dengan tokoh masyarakat bekerja sama dengan LSM Scorpion Wildlife Trade Monitoring Group dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN). “Selanjutnya satwa-satwa tersebut diserahkan ke Pusat Rehabilitasi Lutung Jawa Aspinal di Ciwidey, Bandung Selatan,” ujar Saptawi.
Menurut Saptawi, petugas gakkum mengetahui informasi tentang keempat satwa tersebut, awalnya dari laporan masyarakat setempat, yang menemukan mamalia tersebut didalam kandang di gudang percetakan.
Saat ditemui petugas, pemilik satwa-satwa tersebut mengaku tidak mengetahui apabila kedua satwa tersebut termasuk yang dilindungi. Karena itu, ketika mendapat penjelasan bahwa status satwa tersebut adalah satwa yang dilindungi, pemilik satwa tersebut akhir menyerahkan peliharaannnya kepada petugas gakkum KLHK.
Adapun kondisi keempat satwa yang disita termasuk jinak, sehingga sebelum dilepas ke alam liar, satwa-satwa tersebut memerlukan perlakuan khusus beberapa waktu. Setelah melalui pelatihan/perlakuan khusus, kedua satwa tersebut akan dilepasliarkan ke habitatnya.
Masyarakat yang memiliki satwa dilindungi agar segera menyerahkan satwa tersebut kepada negara
Saptawi mengungkapkan, upaya penyelamatan satwa yang dilindungi terus dilakukan pemerintah. Karena sesuai PP Nomor 7 Tahun 1999 semua satwa yang dilindungi harus dipertahankan tetap berada atau hidup dihabitatnya. Namun, di lapangan petugas Gakkum menghadapi kendala yakni hampir semua pusat penyelamatan satwa saat ini tempatnya penuh.
Direktur Scorpion Marison Guciano mengatakan perdagangan satwa yang dilindungi harus diberantas. Berdasarkan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, khususnya Pasal 21 Ayat 2 menyebutkan barang siapa yang dengan sengaja memiliki, meniagakan dan memperjual belikan hewan dilindungi, terjerat ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.
“Kami menghimbau agar masyarakat yang memiliki satwa dilindungi agar segera menyerahkan satwa tersebut kepada negara, agar bisa direhabilitasi dan dilepaskan kembali ke alam liar,” papar Marison.