Emon (43) berteriak ketika bola yang ia incar tidak masuk. Teriakannya disambut oleh gelak tawa dan sorakan kawan-kawannya yang sedang menunggu giliran menyodok bola. Begitulah keceriaan yang terasa di arena biliar kolong jembatan Jalan Tol Pelabuhan, dekat Kali Krukut.
Arena biliar tersebut menjadi salah satu sarana hiburan warga di sekitar daerah Penjaringan, Jakarta Utara. Sebagian besar pemainnya bekerja sebagai petugas satpam, sopir angkot, tukang parkir, hingga pedagang. Cukup dengan membayar Rp 2.000 untuk sekali main, para pekerja tersebut dapat melupakan sejenak rutinitas mereka.
”Biasanya kan biliar identik di dalam gedung atau di ruko-ruko, nah kalau ini berbeda karena di ruang terbuka, jadi sambil merasakan angin sepoi-sepoi,” ujar Syamyo (55), penjaga biliar di arena tersebut.
Menurut Syamyo, arena biliar ini sudah ada sejak 15 tahun yang lalu. Di arena tersebut terpasang 4 meja biliar dengan lampu penerang yang tetap menyala meski pada siang hari. Kondisi karpet meja biliar tersebut masih cukup baik, meskipun beberapa kaki mejanya diganjal dengan papan kayu.
”Kaki mejanya diganjal dengan papan supaya tidak miring karena kondisi beton untuk tempat menaruh mejanya sudah ada yang retak dan bergelombang,” kata Syamyo.
Syamyo mengatakan, arena biliar ini buka 24 jam sehari dan tidak pernah tutup. Ada empat penjaga yang terbagi dalam dua sif setiap hari. Masing-masing sif dijaga oleh dua orang selama 12 jam.
”Saya setiap hari bekerja dari pukul 8 pagi hingga pukul 8 malam. Dalam sehari, saya bisa dapat Rp 260.000 dari biaya sewa meja. Rp 200.000 disetor kepada pemilik arena, dan Rp 60.000 masuk kantong saya,” kata Syamyo.
Syamyo menjelaskan, sekali permainan biasanya selesai dalam waktu 10-15 menit. Bagi pemain yang ingin menambah lagi, harus membayar Rp 2.000. Dalam satu meja, biasanya diisi oleh dua hingga empat pemain.
”Dalam sehari biasanya ada 30-50 pemain, ramainya ketika sore dan malam hari. Kalau sedang akhir pekan, empat meja ini bisa penuh seharian,” kata Syamyo.
Syamyo mengatakan, untuk menjaga keamanan, pemain harus menaati peraturan yang ada. Peraturannya adalah dilarang berjudi, membawa minuman keras, membawa senjata tajam dan senjata api, berutang, serta anak sekolah dilarang main biliar. Selebaran berisi aturan tersebut tertempel di berbagai sudut dinding arena biliar.
Emon, seorang pemain, mengatakan bahwa hampir setiap hari ia mengunjungi arena biliar tersebut. Sehari-harinya Emon bekerja sebagai petugas satpam di salah satu gedung perkantoran Jakarta Utara. Ia rutin bermain biliar satu hingga dua jam dalam sehari.
”Saya sudah 13 tahun bermain di sini, buat mengusir penat saja kalau sedang capek bekerja,” kata Emon.
Emon mengatakan, rata-rata yang bermain di arena ini hanya untuk bersenang-senang, tidak peduli ada yang mahir ataupun tidak mahir bermain. Ketika awal bermain, Emon malah sempat merobek karpet meja dengan tongkat biliar karena belum terbiasa.
”Waktu itu saya belum bisa bermain dan harus bayar Rp 25.000 untuk ganti rugi karpet meja,” kenang Emon sambil tertawa.
Selain itu, karena ini di ruangan terbuka, beberapa bola biliar sering terjatuh ke sungai. Biasanya karena si pemain terlalu bersemangat untuk menyodok bola. Pemain yang menjatuhkan bola harus membayar Rp 20.000 untuk satu bola yang jatuh.
Ajang silaturahim
Emon mengatakan, dengan gajinya yang hanya Rp 1,5 juta sebulan, ia merasa cukup terhibur dengan murahnya tarif biliar tersebut. Terkadang, Emon juga ditraktir bermain biliar oleh lawan bermainnya jika ia berhasil menang.
”Saya merasa arena biliar ini juga sebagai ajang silaturahim, saya bisa mengenal banyak orang dari berbagai macam profesi karena bermain biliar ini,” kata Emon.
Dodi (33), pemain lain, mengatakan, permainan billiar di sini cukup rumit karena dikombinasikan dengan permainan kartu. ”Jadi, pemain memegang beberapa kartu remi dan harus memasukkan bola berdasarkan kartu yang kita pegang,” kata Dodi.
Dodi sehari-harinya bekerja sebagai sopir angkot. Jika sedang memiliki waktu senggang, Dodi menyempatkan waktu ke arena tersebut sekadar untuk bermain atau hanya bersenda gurau dengan pemain lainnya.
Arena ini juga menjadi hiburan bagi warga sekitar yang tidak bisa bermain biliar. Sujoyo (63), seorang pedagang minuman di sekitar arena, kerap menonton permainan biliar untuk menghilangkan suntuk. Sujoyo juga mengatakan, dengan adanya arena ini, kondisi perekonomiannya menjadi cukup terbantu karena pemain-pemain sering membeli minuman di sini.
”Saya sih tidak bisa bermain, makanya hanya memperhatikan mereka ketika bermain,” kata Sujoyo.
Arena biliar ini menjadi salah satu pemandangan sederhana, di mana keceriaan dan interaksi antarwarga masih sangat terasa di tengah hiruk pikuknya suasana kota. (DD05)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.