”Kita ’belain’ para wartawan. Gaji kalian juga kecil, kan? Kelihatan dari muka kalian. Muka kalian kelihatan ’enggak’ belanja di mal. Betul ya? Jujur! Jujur!”
Itulah kutipan wawancara terhadap Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dalam jumpa pers usai menghadiri peringatan kemerdekaan di Universitas Bung Karno pada 17 Agustus lalu. Konteks dari pernyataan tersebut adalah desakan Prabowo kepada pemerintah agar membela kepentingan rakyat di atas segalanya.
Tak ayal, komentar yang seharusnya bernada candaan ini membuatnya jadi pusat perbincangan di media massa. Cara Prabowo menghubungkan tingkat kesejahteraan dengan faktor fisik membuat banyak orang yang tersinggung. Beberapa menyimpulkannya sebagai sebuah pelecehan pada profesi jurnalis.
Berdasarkan penelusuran dari layanan Keyhole, frasa ”gaji wartawan” di media sosial melonjak penggunaannya sejak berita tersebut muncul dan menjangkau hampir 11 juta pengguna. Kecenderungan serupa juga ditunjukkan melalui layanan Google Trends dengan kata kunci pencarian yang meningkat, seperti ”Prabowo gaji wartawan”, ”gaji wartawan kecil”, atau ”Prabowo gaji wartawan kecil”.
Jika dibandingkan pencarian kata kunci ”Prabowo” dengan ”gaji wartawan” akan terlihat bahwa fokus lebih besar diberikan pada figur Ketua Umum Partai Gerindra tersebut ketimbang isu kesejahteraan wartawan. Padahal, isu ini diakui merupakan masalah klasik yang dihadapi industri pers Tanah Air.
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) secara berkala merilis standar kelayakan upah jurnalis pemula berikut daftar upah wartawan baru di berbagai media. Untuk angka layak yang mencapai Rp 7,54 juta di tahun 2016, masih banyak perusahaan media yang menggaji wartawan mereka dengan nominal jauh lebih rendah, yakni pada rentang Rp 3 juta-Rp 5 juta. Upah Minimum Provinsi di DKI Jakarta saja menyebut angka Rp 3,35 juta.
Berkah dari ribut-ribut ini adalah isu soal kesejahteraan wartawan yang kembali diperbincangkan. Terlepas dari isu politik seperti pemilihan presiden, kesejahteraan para wartawan tergantung dari kebijakan dari pemilik perusahaan media. Dan wartawan adalah satu dari sekian profesi yang tidak mendapatkan imbalan yang tidak sepadan dengan tanggung jawabnya.
”Kecelakaan” komunikasi yang dilakukan Prabowo mungkin sesuatu yang bisa diperbaiki di lain hari, tetapi jangan sampai melupakan bahwa masalah kesejahteraan jurnalis akan selalu ada. (ELD)