Jaring Pengaman Diperkuat
Target yang dimaksud meliputi empat hal, yakni penurunan jumlah penduduk miskin, pengurangan pengangguran terbuka, penyempitan ketimpangan, dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).
Untuk kemiskinan, pemerintah menargetkan angkanya turun dari 27,77 juta jiwa atau 10,64 persen dari total penduduk Indonesia per Maret 2017 menjadi 9,5-10 persen pada 2018. Dalam hal tingkat pengangguran terbuka, pemerintah menargetkan jumlahnya turun dari 7,01 juta jiwa atau 5,33 persen dari jumlah angkatan kerja per Februari 2017 menjadi 5,0-5,3 persen pada tahun 2018.
Turun
Untuk rasio gini sebagai indikator ketimpangan pengeluaran ditargetkan turun dari 0,393 per Maret 2017 ke 0,38 pada 2018. Adapun IPM ditargetkan naik dari 70,18 pada 2016 menjadi 71,5 pada 2018
”Fokus 40 persen penduduk lapisan terbawah penting karena bisa memecahkan dua masalah sekaligus, yakni kemiskinan dan ketimpangan. Dalam konteks pembangunan berkelanjutan, kita bicara tentang perbaikan pemerataan yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik dan inklusif,” kata Bambang.
Penduduk 40 persen termiskin terdiri dari miskin dan rentan miskin. Jumlahnya 28.488.031 keluarga atau 96,71 juta jiwa. Sejumlah program jaring pengaman sosial pemerintah menyasar kelompok ini, antara lain Program Keluarga Harapan, Program Indonesia Sehat, dan Program Indonesia Pintar.
Pertumbuhan ekonomi inklusif atau berkeadilan merupakan orientasi rencana kerja pemerintah tahun 2018. Presiden Joko Widodo dalam pidato pengantar Rancangan Undang-Undang tentang Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018 berikut nota keuangannya pekan lalu menyatakan, RAPBN 2018 harus dapat menjadi instrumen fiskal untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional dan pemerataan ekonomi yang berkeadilan. Pertumbuhan ekonomi direncanakan 5,4 persen.
Untuk tahun 2018, kata Bambang menjelaskan, pemerintah berkomitmen melaksanakan program dengan lebih agresif. Ini dilakukan dengan mempertajam sasaran, menambah volume anggaran dan atau menambah jumlah penerima, dan memperbanyak pola pemberdayaan masyarakat, seperti program reforma agraria.
Berdasarkan Basis Data Terpadu, cakupan Program Keluarga Harapan terus meningkat dari 3,5 juta keluarga sasaran dengan anggaran Rp 5,6 triliun pada 2015 menjadi 10 juta keluarga sasaran dengan anggaran Rp 17,2 triliun pada 2018. Bantuan pangan nontunai yang penerapannya mencakup 44 kota pada tahun ini dengan anggaran Rp 1,6 triliun akan diperluas di 98 kota dan 117 kabupaten dengan anggaran Rp 13,5 triliun.
Bantuan iuran jaminan kesehatan melalui Program Indonesia Sehat juga meningkat dari 88,2 juta jiwa penerima dengan anggaran Rp 20,3 triliun pada 2015 menjadi 92,4 juta jiwa penerima dengan anggaran Rp 25,5 triliun.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kementerian Sosial Raden Harry Hikmat menyatakan, semakin miskin masyarakat, semakin banyak kebutuhan hidup dasar yang tidak terpenuhi secara layak.
”Kebutuhan hidup dasar merupakan hak dasar semua warga negara. Namanya saja hak dasar, maka negara berkewajiban memenuhinya. Oleh karena itu, pemerintah menyiapkan sistem,” kata Harry.
Kebijakan utama sebagaimana instruksi Presiden Joko Widodo, menurut Harry, semua bantuan sosial harus disalurkan secara nontunai dan terpadu.
Peneliti The Institute for Ecosoc Rights, Sri Palupi, berpendapat, program jaring pengaman sosial sangat diperlukan masyarakat miskin, apalagi ketika situasi ekonomi berat. Akan tetapi, hal itu saja tidak cukup. Untuk keberlanjutan usaha, Palupi melanjutkan, masyarakat miskin butuh ruang-ruang ekonomi yang tidak hanya dipertahankan, tetapi juga harus ditingkatkan.
Efektifkan penyaluran
Peneliti Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Bhima Yudhistira Adhinegara, berpendapat, alokasi anggaran untuk kebijakan afirmatif dalam APBN 2018 sudah cukup besar, khususnya dalam rangka mendorong daya beli masyarakat miskin. Tantangannya adalah efektivitasnya.
”Jangan ada lagi cerita bantuan sosial, seperti beras sejahtera, terlambat penyalurannya hingga satu bulan. Transisi penyaluran bantuan ke nontunai juga perlu pengawasan lebih baik,” katanya.
Sementara itu, warga di wilayah perbatasan di Maluku berharap pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur dasar demi mendorong perekonomian rakyat di daerah. Potensi utama di perbatasan adalah sektor perikanan, tetapi hingga kini masih terkendala pemasaran.
Frets Salaka, tokoh masyarakat Desa Eliasa, Pulau Selaru, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, mengatakan, perairan di desa itu kaya ikan dan hasil laut lainnya. Namun, nelayan kesulitan memasarkan produk lantaran jalanan di pulau yang berbatasan dengan Australia itu belum dibangun hingga tuntas. Eliasa merupakan desa paling selatan dari tujuh desa di pulau tersebut.
Sementara Bupati Nias, Sumatera Utara, Sokhiatulo Laoli berharap kebijakan anggaran pemerintah pusat berpihak pada pembangunan infrastruktur dan penyediaan energi di daerah terluar dan tertinggal. Infrastruktur dan energi di Nias sangat minim sehingga hampir tidak ada industrialisasi di kepulauan di barat Sumatera Utara itu.
Bupati Trenggalek, Jawa Timur, Emil Elestianto mengharapkan pemerintah pusat dalam menyusun Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2018 tidak melulu mengutamakan asumsi pengetatan dengan mengurangi dana alokasi umum dan atau dana alokasi khusus untuk daerah.
”Jangan memotong alokasi untuk daerah yang sifatnya penting, misalnya menunda, mengurangi, apalagi membatalkan pembangunan proyek prasarana,” kata Emil. (BRO/NSA/FRN/MKN/FER/LAS