Hakim MA: Angkutan Daring Konsekuensi Logis Perkembangan Teknologi
Oleh
Rini Kustiasih dan DD14
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Agung, Rabu (23/8), memerintahkan Menteri Perhubungan untuk mencabut Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek. Norma-norma di dalam permenhub itu dinilai tidak menumbuhkan dan mengembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional. Selain itu, peraturan tersebut juga bertentangan dengan undang-undang di atasnya.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang dipimpin Hakim Agung Tata Usaha Negara (TUN) Supandi dan dua hakim anggota, yaitu Is Sudaryono serta Hary Djatmiko, mengemukakan empat poin. Pertama, angkutan sewa khusus berbasis aplikasi daring (online) merupakan kondisi logis dari perkembangan teknologi informasi. Kedua, kehadiran angkutan sewa khusus telah berhasil mengubah bentuk pasar dari monopoli ke persaingan pasar yang kompetitif.
Ketiga, penyusunan regulasi seharusnya didasarkan pada asas musyawarah mufakat yang melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) di bidang jasa transportasi sehingga menumbuhkembangkan UMKM. Keempat, MA menilai obyek permohonan (Permenhub No 26/2017) bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Permenhub itu dinilai bertentangan dengan Pasal 3, 4, 5, dan Pasal 7 UU No 20/2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) karena tidak menumbuhkembangkan usaha dalam rangka membangun perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang berkeadilan dan prinsip pemberdayaan UMKM.
Majelis juga menilai peraturan itu bertentangan dengan Pasal 183 Ayat (2) UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan karena penentuan tarif dilakukan berdasarkan usulan gubernur dan bukan didasarkan pada kesepakatan antara pengguna jasa (konsumen) dan perusahaan angkutan sewa khusus.
Menanggapi putusan majelis TUN atas uji materi tersebut, Wakil Ketua MA bidang Yudisial M Syarifuddin menuturkan, putusan itu telah melalui pertimbangan yang matang oleh majelis hakim. Oleh karena itu, apa pun isi putusan uji materi tersebut harus dihormati.
”Itu kan putusan TUN ya dari MA. Ya, itu putusan hakim agung yang silakan direspons oleh masyarakat seperti apa, kami menghormati. Harapannya dengan keluarnya putusan itu bisa menimbulkan rasa adil dan damai di masyarakat,” katanya, Rabu, di Jakarta.
Ditanyai lebih jauh mengenai pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara uji materi tersebut, Syarifuddin enggan berkomentar sebab hal itu telah masuk ke dalam ranah independensi kehakiman. ”MA tidak bisa bicara begitu karena itu putusan hakim yang harus dihormati,” katanya.
Juru bicara MA, Suhadi, yang dihubungi terpisah, menuturkan, MA dalam memutuskan suatu perkara tidak dipengaruhi oleh pihak luar mana pun. Pertimbangan hakim yang dituangkan di dalam putusan pun murni pertimbangan hukum, bukan pertimbangan lain-lain.
”Apakah hakim mempertimbangkan dampak sosial dari putusan itu atau tidak, itu kembali kepada independensi majelis hakim dalam memutuskan. Putusan itu merupakan hasil musyawarah hakim sehingga mereka yang berhak mengarahkan ke mana pertimbangan hukum itu hendak dibawa,” ujarnya.
Menyambut baik
Perintah pencabutan permenhub itu tercantum di dalam putusan MA Nomor 37/HUM/2017 mengenai uji materi atas Permenhub No 26/2017. MA di dalam putusan tersebut mengabulkan permohonan pihak pemohon, yakni Sutarno, Endru Valianto Nugroho, Lie Herman Susanto, Iwanto, Johanes Bayu Sarwo Aji, dan Antonius Handoyo. Para pemohon adalah pengemudi taksi daring atau angkutan sewa khusus yang berbasis aplikasi daring. Putusan itu diketok dalam rapat permusyawaratan hakim pada 20 Juni 2017.
Salah satu pengemudi angkutan daring, Iwanto, yang juga terdaftar sebagai pemohon uji materi permenhub tentang angkutan daring bersyukur permohonannya dikabulkan MA. Saat ditemui Kompas di kediamannya, Rabu, Iwanto mengaku belum mengetahui ihwal permohonan uji materinya dikabulkan oleh MA. Setelah mengetahui, ia bersyukur karena MA mau mendengarkan keresahan para pengemudi angkutan daring.
Ia mengatakan, keresahan pengemudi angkutan daring selama ini setelah terbitnya permenhub yang mengatur angkutan daring, khususnya status kepemilikan mobil yang harus di bawah naungan koperasi dan batas tarif atas bawah.
Ia berharap, dengan keputusan MA, para pengemudi daring dan konvensional dapat saling menghargai dan menjaga keamanan di antara satu sama lain saat mencari penghasilan.
Ia mengaku, sampai saat ini belum ada peraturan terkait batas tarif atas ataupun bawah seperti yang dianjurkan dalam permenhub. ”Sampai sekarang manajemen Grab masih mengatur dan menyusun bagaimana batas tarif atas dan bawah itu diterapkan,” tutur Iwanto.
Iwanto menceritakan, setelah permenhub yang mengatur angkutan daring muncul, ia bersama teman-temannya khususnya yang terdaftar sebagai pengemudi Grab bertemu pihak perusahaan dan menceritakan keberatannya. Perusahaan lantas memfasilitasi dengan menyediakan pengacara dan juga mengumpulkan penyedia jasa angkutan daring lainnya, seperti Go-Car dan Uber.
Pembahasan terkait pasal mana yang akan diujikan materinya di MA pun berlangsung cukup rumit dan lama.
”Hampir sebulan, kita setiap minggu kumpul, kadang seminggu sekali, kadang dua kali seminggu. Kita bahas dan amati betul-betul pasal-pasalnya. Kita selalu bahas bersama lintas perusahaan, bersama pihak perusahaan dan ada juga pengacara. Setelah selesai pembahasan, kami ajukan ke MA,” tutur Iwanto yang sudah menjadi pengemudi Grab-Car sejak tahun 2015. (REK/DD14)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.