Komitmen Orang Terdekat Menjadi Kunci untuk Memutus Rantai Kekerasan
Oleh
Iqbal Basyari
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Kekerasan dan kejahatan terhadap perempuan dan anak selalu terjadi setiap tahun. Mayoritas pelakunya adalah orang terdekat, seperti keluarga, guru, dan tetangga sekitar. Oleh sebab itu, komitmen mereka dibutuhkan untuk bisa memutus rantai kejahatan terhadap anak yang selalu berulang.
”Keluarga, guru, dan tetangga juga bisa saling mengawasi untuk memastikan tidak ada anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan kejahatan seksual,” kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise saat Temu Nasional Partisipasi Publik untuk Kesejahteraan Perempuan dan Anak, Senin (28/8) di Surabaya.
Pemerintah, kata Yohana, sudah membuat aturan terkait perlindungan terhadap perempuan dan anak dengan sangat ketat. Bahkan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang mengatur hukuman kebiri kepada pelaku kejahatan terhadap anak telah disahkan. Namun, pelaku kejahatan terhadap anak masih saja berulang. ”Perlu komitmen bersama agar kejahatan terhadap anak bisa diputus karena kesadaran masyarakat masih rendah,” katanya.
Anak-anak menjadi bagian penting masa depan bangsa. Oleh sebab itu, mereka jangan sampai menjadi korban kejahatan, termasuk kejahatan seksual, karena bisa merusak masa depan. Bahkan, anak-anak bisa trauma dengan kejadian masa lalu dan berpotensi menjadi pelaku di masa yang akan datang.
Dia juga meminta anak-anak yang menjadi korban kejahatan untuk melapor kepada aparat. Hal itu diperlukan agar bisa memutus rantai kejahatan yang bisa saja terus berulang jika pelakunya tidak ditangkap. ”Identitas korban akan dilindungi sehingga tidak perlu takut untuk mengadu,” ujar Yohana.
Selalu meningkat
Dalam kesempatan yang sama, Wakil Gubernur Jatim Saifullah Yusuf mengatakan, angka kekerasan terhadap anak di Jatim selalu meningkat dalam empat tahun terakhir. Dari data Pusat Pelayanan Terpadu, pada 2013 ada 138 kasus kekerasan terhadap anak. Jumlah itu naik menjadi 152 kasus pada 2014, 225 kasus pada 2015, dan 275 kasus pada 2016.
Berdasarkan catatan Kompas, sejumlah kejahatan terhadap anak terjadi di Jatim. Beberapa di antaranya yakni pada Jumat (4/8), Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya mengungkap tindak pencabulan sembilan anak panti asuhan yang tersangkanya adalah penjaga panti. Kemudian pada Selasa (25/7), Kepolisian Resor Pelabuhan Tanjung Perak menangkap seorang penjaga sekolah yang mencabuli seorang siswi sekolah menengah pertama hingga siswi tersebut hamil tujuh bulan.
Menurut Saifullah, orangtua perlu mengajari anak menjaga diri dari ancaman kejahatan yang mengintai. Anak harus bisa membedakan mana yang boleh dan dilarang dilakukan oleh orang lain kepada dirinya, termasuk cara melindungi diri dari ancaman kejahatan seksual. Jika masuk dalam kategori kejahatan, anak-anak bisa langsung melaporkannya kepada aparat. ”Tetangga juga tidak boleh abai jika melihat kekerasan terhadap anak karena setiap elemen harus saling mengawasi,” katanya.
Kepada anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual, dia meminta agar tidak putus sekolah. Anak-anak masih punya masa depan dan pihaknya akan terus mendorong anak-anak mendapatkan haknya mengenyam pendidikan meski pernah menjadi korban kejahatan seksual. (SYA)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.