JAKARTA, KOMPAS — Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menemukan sisa dana sekitar Rp 7 miliar di sejumlah rekening yang terkait dengan perusahaan penyelenggara jasa ibadah umrah, First Travel. Jumlah tersebut jauh dari total setoran dana umrah sekitar 58.000 calon jemaah dari seluruh Indonesia.
Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Kiagus Ahmad Badarudin, seusai rapat dengan beberapa kementerian dan lembaga di Jakarta, Selasa (29/8), mengatakan, PPATK akan terus mencoba menelusuri kemungkinan-kemungkinan lain, termasuk aliran ke pihak ketiga.
”Ada dana sekitar Rp 7 miliar. Kami sudah menutup sekitar 50 rekening yang di dalamnya ada sekitar Rp 7 miliar,” kata Kiagus.
Jumlah dana sisa itu lebih besar dibandingkan dengan pengakuan dua tersangka pemilik perusahaan First Travel, Anniesa Hasibuan dan Andika Surachman, yang menyatakan, di rekening mereka hanya tersisa sekitar Rp 1 juta.
Kiagus juga mengatakan, dalam proses penelusuran transaksi, mereka juga menemukan sejumlah dana untuk pembelian aset, yang disebutnya berbentuk sebuah restoran di London, Inggris. Tak hanya itu, kini PPATK juga tengah menyelisik kemungkinan adanya aliran dana dari perusahaan tersebut kepada sejumlah pihak, yang diduga juga berperan dalam kegiatan operasional perusahaan itu.
Beberapa jurnalis mempertanyakan kemungkinan adanya dana dari perusahaan itu kepada pejabat pemerintahan. Namun, Kiagus tidak secara tegas menjawab. ”Belum terang benderang, tapi kami tidak tahu ke belakangnya,” ujar Kiagus tanpa menjelaskan maksud hal itu secara detail.
Masyarakat diimbau untuk menunggu hasil pemeriksaan resmi dari pihak berwajib karena yang menyelisik hal itu adalah Badan Reserse dan Kriminal Polri.
Tidak ada investasi
Kepolisian Negara RI telah menerima hasil pemeriksaan PPATK terhadap beberapa nomor rekening milik PT First Travel terkait penerimaan dana jemaah dan penggunaannya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Rikwanto mengatakan, ”Dari pemeriksaan, tidak ditemukan investasi First Travel dengan pihak mana pun”.
Dari laporan tersebut, Rikwanto menyebutkan, dana jemaah yang masuk ke rekening First Travel digunakan untuk pemberangkatan sekitar 14.000 jemaah, asuransi jemaah, dan keperluan pribadi. Keperluan pribadi tersebut, antara lain, untuk membeli rumah, kantor, mobil, menyelenggarakan kegiatan fashion show di Amerika, dan terkait kepemilikan restoran di London, Inggris.
Sebelumnya, polisi telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus penipuan umrah, yaitu pemimpin First Travel, pasangan suami-istri Andika Surachman dan Anniesa Devitasari Hasibuan, serta Direktur Keuangan First Travel Siti Nuraidah Hasibuan. Jumlah peserta yang terdaftar di First Travel dan sudah membayar mencapai 72.000 orang dengan dana yang terkumpul sekitar Rp 700 miliar.
”Dari hitung-hitungan hasil penyidikan, First Travel tidak ada keuntungan, yang ada itu uang yang disetorkan jemaahnya. Jadi dalam hitungan sederhana, sisa anggaran yang ada di First Travel, yaitu sekitar 1 miliar,” ujar Rikwanto.
Rikwanto mengatakan, pihaknya akan kembali melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka untuk menyikapi temuan dari pihak PPATK.
Pengawasan
Sekretaris Jenderal Kementerian Agama Nur Syam, ditemui di tempat terpisah, mengatakan, pengawasan oleh pihaknya terhadap perusahaan swasta penyelenggara ibadah haji dan umrah lebih pada pengawasan administratif dan legal formal. Mengenai bentuk pendanaan ataupun lainnya, menurut Nur Syam, pengawasannya berada di luar kewenangan Kementerian Agama.
Kasus First Travel yang membuat puluhan ribu calon jemaah tidak memiliki kejelasan untuk berangkat ke Tanah Suci Mekkah untuk menjalankan ibadah umrah, menurut Nur Syam, adalah berdasarkan delik aduan. Menurut dia, sebenarnya sejak 2015 pihaknya sudah melakukan proses mediasi calon jemaah dan jemaah yang merasa tidak terlayani dengan baik, mulai dari ditelantarkan sampai masalah pelayanan yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan.
”Tahun 2015, First Travel pernah mendapat peringatan tertulis dari Dirjen PHU Kemenang karena dianggap tidak sesuai dengan perjanjian yang diterima,” ujar Nur Syam. (DD14)