JAKARTA, KOMPAS — Harga batubara terus naik hingga paruh kedua tahun ini. Kenaikan harga batubara akan berpengaruh pada kinerja keuangan emiten. Berdasarkan data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), harga rata-rata batubara acuan (HBA) pada semester pertama tercatat sebesar 83,55 metrik ton. Harga ini meningkat 61,13 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar 51,85 dollar AS per metrik ton.
ESDM menetapkan HBA September sebesar 92,03 dollar AS per metrik ton, naik 9,6 persen dari bulan lalu yang sebesar 83,97 dollar AS per metrik ton. Sepanjang tahun ini, HBA sudah naik 44 persen.”Harga batubara masih dipengaruhi oleh China. Jika China menambah kapasitas produksinya, harga bisa turun. Sampai akhir tahun harga batubara berkisar 90-100 dollar AS per ton. Tambang batubara di China masih banyak yang berutang besar kepada bank kalau harga rendah, mungkin tidak dapat membayar utang sehingga dapat terjadi kredit macet di perbankan China,” kata analis Recapital Indonesia, Kiswoyo Adi, di Jakarta, Jumat (8/9).
Kenaikan harga tersebut memengaruhi kinerja emiten yang bergerak pada bidang tambang batubara, baik emiten yang berkapitalisasi besar maupun yang berkapitalisasi kecil. Pendapatan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) pada semester pertama 2017 naik 22,8 persen menjadi 748,8 juta dollar AS. Pada kurun waktu yang sama tahun lalu, pendapatan ITMG tercatat sebesar 609 juta dollar AS. Kenaikan pendapatan tersebut membuat laba juga meningkat pesat sebesar 188 persen. Laba ITMG naik dari 34,48 juta dollar AS menjadi 105,29 juta dollar AS.
Sementara itu, analis pertambangan Mirae Asset Sekuritas, Andy Wibowo Gunawan, mengatakan, pada kuartal kedua, volume penjualan batubara ITMG ke China melonjak menjadi 1,4 juta ton, atau naik sekitar 55,6 persen antartriwulan. ”Hal itu mengindikasikan bahwa permintaan batubara tetap kuat di tengah upaya Pemerintah China mengatasi polusi udara yang dipicu oleh pembangkit listrik tenaga batubara,” kata Andy.
Selain ITMG, emiten tambang batubara lainnya, PT Adaro Tbk (ADRO), membukukan kinerja yang baik. Laba bersih ADRO naik 82 persen dari 122 juta dollar AS pada semester pertama tahun lalu menjadi 222 juta dollar AS pada semester pertama tahun ini. ”Di tengah ketidakpasian pasar batubara, kami tetap yakin dengan fundamental jangka panjang dari pasar ini yang didukung oleh perkembangan di Asia. Kami fokus pada keunggulan operasional dan efisiensi biaya di ketiga pilar pertumbuhan perusahaan,” kata Presiden Direktur dan CEO Adaro Energy Garibaldi Thohir dalam keterangan tertulisnya.
Adapun PT Bukit Asam Tbk (PTBA) berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 1,72 triliun. Laba ini naik 142 persen dibandingkan dengan semester pertama tahun lalu. Analis Danareksa, Steven Darmagiri, dalam risetnya mengatakan, kenaikan laba bersih ini ditopang oleh kenaikan harga batubara. 2Harga rata-rata batubara Newcastle naik sekitar 58 persen pada semester pertama 2017 dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kami juga yakin, laba bersih yang semakin tinggi juga terkait dengan kenaikan produksi batubara yang didukung oleh kapasitas jalan kereta. Steven berharap harga batubara akan stabil saja pada semester kedua ini. Diharapkan China akan tetap menjaga harga batubara pada kisaran 470-600 renminbi per ton atau berkisar 68-88 dollar AS per ton. Diharapkan ada kenaikan permintaan pada musim dingin ini yang dapat menyebabkan harga batubara naik lagi pada kuartal tersebut,” kata Steven.