PASAY, KOMPAS — ASEAN dan Kanada terus mematangkan Kerangka Kerja 2016-2020 untuk mengimplementasikan Deklarasi Bersama Perdagangan dan Investasi. Kerangka kerja sama itu antara lain berfokus pada studi kelayakan perjanjian perdagangan bebas dan pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah di ASEAN.
ASEAN-Kanada akan memperkuat UMKM dan kewirausahaan ASEAN agar semakin kompetitif, tangguh, dan inovatif sehingga dapat masuk dalam rantai pasok nilai global. Hal itu dilakukan melalui melalui investasi, kemitraan dan pendampingan intensif, serta pengembangan pemasaran e-dagang.
Hal itu mengemuka dalam forum Konsultasi Para Menteri Ekonomi ASEAN-Kanada di Pasay, Filipina, Jumat (8/9). Forum tersebut dihadiri Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, sembilan menteri ekonomi ASEAN, dan perwakilan Menteri Perdagangan Internasional Kanada Pamela Goldsmith Jones.
Komitmen pengembangan UMKM itu tertuang dalam Proyek Kerja Sama Pembangunan Ekonomi untuk UMKM (Canada-OECD Project on ASEAN SMEs). Proyek tersebut merupakan salah satu bagian dari program pertumbuhan ekonomi yang inovatif dan inklusif ASEAN-Kanada. Pada tahun ini, Kanada memberian dana bantuan teknis atau pendampingan tenaga ahli untuk proyek-proyek tersebut senilai total 22,9 juta dollar Kanada.
Indonesia juga berdialog bilateral dengan Kanada sebelum forum tersebut berlangsung. Dialog bilateral itu dilakukan oleh Enggartiasto Lukita dan Pamela Goldsmith Jones. ”Salah satu pembicaraan yang kami lakukan adalah Indonesia meminta Kanada memberikan perlakuan yang sama terhadap minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan biodiesel dengan minyak nabati lainnya,” kata Enggartiasto.
Dukung transparansi
Pada Kamis, Kementerian Perdagangan mendukung pelaksanaan transparansi dalam ekspor-impor dan kepabeanan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah menolak penghapusan free on board (FOB) dari formulir surat keterangan asal (SKA) dalam forum Dewan Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (AFTA).
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo mengatakan, nilai FOB dibutuhkan petugas Bea dan Cukai untuk mengecek transparansi dan kejujuran dari pelaku usaha, sebelum memberikan tarif preferensi di dalam skema ASEAN Trade in Goods Agreement.
”Indonesia mendukung keputusan Dewan AFTA. Negara-negara yang mendukung penghapusan tersebut dapat menjalankannya dengan skema path finder (hanya berlaku bagi negara yang setuju dan tidak mengikat bagi negara yang menolak),” kata dia.