JAKARTA, KOMPAS — Warga di sekitar Stasiun Kampung Bandan belum mendapatkan sosialisasi langsung tentang rencana pembangunan depo dan stasiun MRT di wilayah Kampung Bandan. Hingga kini, belum ada informasi tentang penggusuran yang dibutuhkan untuk proyek MRT fase II ini.
Ketua RW 005 Kelurahan Ancol, Jakarta Utara, Muhammad Darta, Minggu (10/9), di dekat Stasiun Kampung Bandan mendengar bahwa depo dan stasiun MRT akan terbangun di area tersebut pada 2019. Ia pun menunjukkan hamparan lahan luas di sebelah Stasiun Kampung Bandan yang merupakan milik PT KAI dan mungkin bakal menjadi lokasi pembangunan. Namun, hingga kini belum ada sosialisasi ke warga.
Sebelumnya, lahan tersebut sempat dikabarkan bakal jadi tempat berdirinya menara-menara apartemen. Menurut Darta, hamparan lahan tersebut juga merupakan hasil penggusuran rumah-rumah pada sekitar tahun 2007. Saat ini, lahan itu terbengkalai. Tumbuhan liar tinggi sejenis rumput tumbuh di atasnya. Bahkan, salah satu titik lahan menjadi area pembuangan sampah. Darta pun mempertanyakan mengapa penggusuran saat itu sudah dilakukan, sedangkan pembangunan apa pun belum tampak hingga sekarang.
Sebelumnya, Kepala Bappeda DKI Jakarta Tuty Kusumawati, Sabtu, menjelaskan, dalam paparan mengenai trase fase II MRT Jakarta yang difasilitasi Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP), Jumat, dipastikan stasiun dan depo MRT Jakarta untuk fase II akan terletak di wilayah Kampung Bandan. PT KAI sudah mengizinkan letak stasiun dan depo yang demikian.
Fase II MRT sepanjang 8,3 kilometer, memiliki rute Bundaran Hotel Indonesia-Kampung Bandan. Menurut rencana, konstruksi fase II seluruhnya berupa konstruksi bawah tanah (underground). Namun, untuk depo dan stasiun akhir di kawasan stasiun Kampung Bandan akan sejajar dengan stasiun yang ada.
Proses pematangan trase fase II masih dilakukan. Dari paparan pada Jumat (8/9), trase yang dinyatakan sebagai trase definitif barulah dari Bundaran Hotel Indonesia ke wilayah Kota. Sementara trase dari wilayah Kota ke Kampung Bandan dikatakan masih trase indikatif.
Gamal Sinurat, Asisten Sekretaris Daerah Provinsi Bidang Pembangunan dan Lingkungan Hidup, menjelaskan, untuk trase dari Kota ke Stasiun Kampung Bandan masih dinyatakan sebagai trase indikatif karena lahan yang akan dipakai sebagai depo dan stasiun merupakan lahan milik PT KAI. Status lahan tersebut belum jelas.
Rencana bangun apartemen
Lahan PT KAI di Kampung Bandan pernah dikerjasamakan dengan pihak ketiga, yaitu PT Duta Anggada Realty, PT Pentasena Bina Wisesa, dan PT Mustika Lodan.
Lurah Ancol Sumpeno menuturkan, awalnya, memang ada rencana pembangunan apartemen di sana. Dengan akan dibangunnya depo dan stasiun MRT di Kampung Bandan, menurut dia, kemungkinan apartemen tetap dibangun dengan keunggulan penghuninya bisa mengakses MRT sehingga mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
”Saya minta ke PT MRT Jakarta kepastian kapan mengukur trase supaya kita bisa menghitung berapa orang dan rumah yang terdampak,” ujar Sumpeno.
Pada sisi lain, permukiman di sekitar Stasiun Kampung Bandan rata-rata berdiri di atas lahan PT KAI. Menurut Sumpeno, PT KAI selama ini kurang maksimal mengurus asetnya sehingga terkesan membiarkan orang masuk dan membangun bedeng atau rumah.
Untuk mengakses Stasiun Kampung Bandan, penumpang mesti berjalan kaki sekitar 500 meter dari Jalan Mangga Dua Raya, melewati jalan selebar 3 meter. Di kanan dan kiri jalan, rumah-rumah semipermanen berbahan kayu dan tripleks berdiri. Ruang jalan semakin sempit karena sepeda-sepeda motor diparkir di sana.
Darta mengatakan, jika proyek pembangunan di lahan Stasiun Kampung Bandan sampai membutuhkan pembongkaran rumah-rumah di sekitarnya, ia meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memberi ganti rugi kepada warga yang terdampak. Ia juga berharap ada rumah susun sederhana milik (bukan sewa) yang dibangun di area tersebut guna menampung warga gusuran. Ia menyebutkan, sekitar 2.000 keluarga tinggal di RW 005.