Indria Tak Bawa Senjata Api
BOGOR, KOMPAS — Sebelas hari sejak kasus kematian Indria Kameswari (38), polisi belum bisa menemukan senjata yang digunakan pelaku untuk membunuh Indria. Balai Diklat Badan Narkotika Nasional menegaskan, Indria tidak termasuk pegawai BNN yang dipersenjatai.
Kepala Balai Diklat BNN Sindhu Setiatmoko mengatakan, BNN memiliki kriteria siapa saja yang harus dipersenjatai. Hanya anggota Polri dan anggota BNN di bidang pemberantasan yang dipersenjatai. Untuk dipersenjatai, anggota-anggota BNN harus melewati tahap assessment dan tes psikologi terlebih dahulu.
"Indria tidak termasuk dalam kriteria pegawai BNN yang dipersenjatai karena dia bekerja di Balai Diklat yang mengadakan pelatihan," kata Sindhu saat ditemui Kompas di kantor Balai Diklat BNN, Cigombong, Lido, Bogor, Senin (11/9).
Indria tidak termasuk dalam kriteria pegawai BNN yang dipersenjatai karena dia bekerja di Balai Diklat yang mengadakan pelatihan
Indria bekerja di Balai Diklat BNN sejak 2015. Di BNN, Indria menjabat sebagai pengolah data di seksi penyelenggaraan dan kerja sama. Menurut Sindhu, Indria sosok pegawai yang komunikatif, energik, dan profesional. "Indria lulusan S-1 komunikasi Universitas Pasundan dan ilmu komunikasi yang dimilikinya sangat bermanfaat di bidang pelatihan," kata Sindhu.
Sindhu menambahkan, sebelum meninggal, Indria sempat menjabat sebagai Ketua Pelatihan Diklat Tingkat 3. Pada Minggu (27/8), Indria sempat ke Kulon Progo, Yogyakarta, bersama rombongan pegawai BNN untuk melakukan pelatihan.
"Sebagai ketua pelatihan, Indria sempat menemani rombongan dari Minggu hingga Rabu (30/8). Pada Kamis (31/8), saya mengontak Indria via Whatsapp mengenai kegiatan diklat. Jumat (1/9), saya mendengar kabar Indria ditemukan tewas di rumahnya," kata Sindhu.
Pada 2012, Indria diangkat menjadi PNS dan bekerja di BNN Kabupaten Garut. Karena suaminya di Jakarta, Indria minta dipindahtugaskan ke Jakarta, tetapi tidak diizinkan. Akhirnya, pada 2015 Indria pindah ke Balai Diklat BNN di Lido.
"Tahun 2015, dia sempat tinggal di Warakas, Jakarta Utara, bersama suami, dan pergi pulang Jakarta-Lido untuk urusan pekerjaan. Dia sempat minta dipindahkan ke BNN Kota Jakarta Utara, tetapi tidak diizinkan sampai akhirnya dia mengontrak di River Valley," kata Sindhu.
Dita Hendrani (32), pengolah data Balai Diklat BNN, mengatakan, Indria tidak pernah bercerita soal masalah keluarga ketika di kantor. Dita yang kenal Indria sejak 2012 mengungkapkan, Indria sering mengobrol soal anak bungsunya, Mutia.
Indria memiliki dua anak. Bibran, pelajar SMA, anak dari suami pertama Indria yang berprofesi sebagai dokter. Mutia anak kedua Indria dari pernikahan dengan MA.
Pemeriksaan berlanjut
Polres Bogor, Jawa Barat, melanjutkan pemeriksaan saksi dari keluarga tersangka MA (37). Polisi masih menunggu hasil pemeriksaan medis dari MA.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Bogor Ajun Komisaris Bimantara Kurniawan menyatakan, dalam minggu ini ada empat anggota keluarga MA yang akan dimintai keterangan. "Mereka adalah kakak MA, yaitu MT (40), ibunda MA, dan dua anggota keluarga lainnya," kata Bimantara, Senin.
Pemanggilan MT merupakan kali kedua. Sebelumnya, 8 September, MT ditanya kronologi pertemuan dengan tersangka pada hari terjadinya pembunuhan.
MT mengantar MA ke Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, tanpa mengetahui kejadian di rumah kontrakan adiknya (Kompas, 9 September).
Kuasa hukum MA, Khaerudin, mengatakan, polisi tidak mempertimbangkan pengakuan MA bahwa Indria sering menganiaya dan mengancam MA dengan senjata api.
Sementara itu, keluarga Indria menyerahkan sepenuhnya kasus ini ke polisi. Kakak sepupu Indria, B Bachtiar (51), mengaku sedih membaca berita simpang siur tentang keburukan Indria. "Sebagai keluarga, kami tidak terima masyarakat menyudutkan almarhumah," ujarnya saat ditemui Kompas di Bekasi, Senin. Bachtiar mengonfirmasi, MA adalah suami ketiga Indria, bukan keempat seperti diberitakan. (DD05/DD13/DD15)
VIDEO TERKAIT: