Jadi Relawan Pendidikan di Pelosok Negeri
Melakukan perjalanan ke daerah-daerah pedalaman kini diminati banyak anak muda. Pemandangan alam daerah pedalaman yang indah, cantik, alami, dan eksotis sangat memikat untuk dipajang di media sosial, seperti Facebook dan Instagram. Ada kebanggaan tersendiri jika mampu menyanyikan foto-foto hasil travelling di Instagram yang banyak disuka alias di-like dan bikin iri yang lihat.
Komunitas 1000 Guru yang digagas Jemi Ngadiono pada tahun 2012 menyajikan cara travelling yang bermakna. Komunitas 1000 Guru mengakomodasi anak-anak muda, mulai dari mahasiswa hingga profesional muda, yang hobi jalan-jalan alias travelling, tak sekadar mengeksplor keindahan alam, daerah-daerah pedalaman di Indonesia yang menawarkan pengalaman dan pemandangan eksotis. Kesempatan jalan-jalan ke penjuru Indonesia juga bisa jadi kesempatan untuk menjadi relawan pendidikan.
”Saya merasa ada yang kurang jika tidak travelling ke daerah pedalaman tiap bulan. Tapi, semakin sering saya pergi, semakin saya melihat realitas Indonesia yang sebenarnya. Banyak anak yang sulit sekolah, yang pendidikan di sekolahnya terbatas,” tutur Jemi yang juga pekerja di salah satu televisi nasional.
Dalam perjalanan mengeksplorasi daerah pedalaman di banyak tempat di Indonesia, Jemi menemukan banyak anak yang tidak punya tas, tidak bersepatu, dan berseragam lusuh saat sekolah. Ada pula anak-anak yang jarang ke sekolah. Pasalnya, mereka tidak sempat sarapan, kemudian pulang ke rumah saat istirahat dan tak kembali lagi ke sekolah.
Semua bisa jadi guru
Jemi lalu membuat inisiatif untuk menjadikan semua orang sebagai guru bagi anak-anak pedalaman. Yang diajarkan bukanlah pelajaran sekolah, tetapi sekadar berbagi cerita soal pekerjaan atau profesi yang mungkin belum pernah didengar atau dibayangkan siswa di pedalaman.
Juga soal Indonesia yang luas, permainan yang asyik dan menyenangkan, sambil memasukkan materi soal lingkungan hidup, dan banyak aktivitas ringan lainnya. ”Kalau sambil jalan-jalan, orang diajak berdonasi untuk pendidikan dan berbagi untuk pendidikan serasa tidak terpaksa. Banyak yang akhirnya ketagihan dan ikut memberi inspirasi dengan mengajar siswa SD di daerah pedalaman,” ujar Jemi.
Pada akhir pekan lalu, Jumat-Minggu (8-10 September), puluhan orang dari beragam profesi ikut ambil bagian dalam kegiatan KFC Berbagi Inspirasi Pendidikan di SDN Mata Wa Matee yang berlokasi di Desa Lolowano, Kecamatan Tana Righu, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Perjalanan menuju sekolah masih bisa dilalui dengan mobil sekitar dua jam dari Tambaloka, ibu kota Kabupaten Sumba Barat Daya. Namun, perjalanan yang berkelok-kelok dan bergelombang menjadi pengalaman yang berkesan bagi peserta.
Restoran cepat saji di Indonesia, KFC Indonesia, mendukung Komunitas 1000 Guru untuk membuat proyek Smart Center. Ada 35 SD di Nusa Tenggara Timur dan daerah lain yang mendapat program ini, untuk mendukung pendidikan dan pemberian makan bergizi bagi anak-anak daerah pedalaman.
Peserta yang disponsori KFC Indonesia adalah karyawan, jurnalis, video blogger (vlogger), dan konsumen yang terpilih. Puluhan lainnya membiayai sendiri travelling yang dirancang Komunitas 1000 Guru ini.
Pada hari Jumat, peserta KFC Indonesia dan Komunitas 1000 Guru mengisi waktu dengan menikmati keindahan alam di wilayah Sumba Barat Daya. Kunjungan diawali ke Pantai Mandorak, dilanjutkan ke Danau Weekuri. Di danau nan cantik ini, peserta menanti matahari terbenam yang indah. Sebagian lain juga berenang di danau yang jernih, yang sayangnya sedang surut.
Meskipun sudah larut malam dan badan lelah menempuh penerbangan pagi yang langsung diisi dengan acara jalan-jalan, peserta tetap diminta untuk berkumpul. Terutama mereka yang bakal jadi pengajar alias guru berkumpul untuk bisa menyiapkan diri agar tidak kaku mengajar di kelas. Mereka dibagi dalam kelompok kelas dan diberikan tips untuk mengajar yang menyenangkan.
Pada Sabtu pagi, peserta sudah bersiap menuju sekolah. Ketika rombongan mobil mendekati sekolah yang dindingnya terbuat dari anyaman bambu dan lantai tanah, sambutan siswa begitu meriah. Suara mereka terdengar keras menyambut kakak guru.
Tarian selamat datang dari pihak sekolah dilakukan saat rombongan traveller yang juga pengajar memasuki halaman sekolah. Satu per satu pengajar dan rombongan lain dikalungi selendang tenun sebagai tanda sambutan selamat datang.
Di halaman sekolah, kakak guru memperkenalkan diri. Ada Kak Lala, seorang dokter umum dari Kupang, Nusa Tenggara Timur. Ada pula Kak Byan yang masih kuliah di Institut Teknologi Bandung atau Kak Pandhu yang berprofesi sebagai videographer yang jadi vlogger. Pengajar lainnya ada yang berprofesi sebagai pramugari, bidan, seniman, dan karyawan KFC Indonesia.
Seusai perkenalan, pengajar dari Komunitas 1000 Guru mengajak siswa masuk ke kelas masing-masing. Lalu, digelarlah beragam kegiatan, mulai dari perkenalan profesi, bernyanyi, hingga bermain gim. Para siswa senang karena mereka memakai aneka topi bertuliskan nama, mendapat tas sekolah, bahkan mendapat hadiah jika berani maju atau menjawab pertanyaan.
Anak-anak pedalaman ini diajak bermain dan bergembira dengan kegiatan di luar kelas. ”Senang, ada kakak yang datang dari kota. Kakak guru baik-baik,” kata Putri, siswa kelas III.
Rasa senang pun terpancar dari salah seorang pengajar, Kak Eka, yang berprofesi sebagai bidan. ”Saya terharu melihat semangat anak-anak. Saya belum pernah secara langsung melihat pendidikan di pedalaman. Ada anak yang tidak pakai alas kaki ke sekolah yang panas, tapi semangat untuk hadir di sekolah. Menjadi relawan Komunitas 1000 Guru sangat berkesan, saya jadi belajar banyak untuk bersyukur,” ujar Eka yang tinggal di Berau, Kalimantan Timur.
Acara relawan pendidik Komunitas 1000 Guru di SDN Mata Wa Matee yang memiliki 130 siswa ini diakhiri dengan pemberian makanan bergizi. Siswa antre dengan alat makan yang dibawa dari rumah untuk makan siang bubur kacang hijau dan telur rebus.
Tuntas mengajar anak-anak pedalaman, acara jalan-jalan kembali dilanjutkan. Kunjungan wisata menuju Kampung Adat Tarung. Di kampung ini bisa dilihat rumah adat dan kehidupan masyarakat adat, termasuk perempuan Sumba yang menenun kain nan cantik. Perjalanan dilanjutkan ke air terjun Lapopu.
”Posting” kegiatan
Dalam setiap kesempatan di lokasi wisata, tentu saja acara wajib foto selfie dan weefie tak ketinggalan. Begitu ada sinyal, foto-foto dengan latar belakang alam nan cantik langsung di-posting ke akun media sosial, terutama Instagram. Komentar kagum pun menambah semangat peserta untuk lebih banyak lagi mem-posting kegiatan berwisata dan mengajar (travelling and teaching).
Rombongan KFC-Komunitas 1000 Berbagi Inspirasi melanjutkan perjalanan ke Waingapu, ibu kota Kabupaten Sumba Timur. Ada sebagian yang pulang Minggu, ada yang memperpanjang. Pada hari terakhir bersama, para pengajar mengucapkan salam perpisahan dengan bertukar kado yang harus diselipkan kata-kata mutiara.
”Biar ada kenangan di antara peserta dan termotivasi untuk berbagi lagi bagi anak-anak pedalaman,” kata Jemi.
Sejumlah obyek wisata di Waingapu ditelusuri. Kunjungan pagi hari dimulai ke Bukit Raksasa Tidur, lalu Bukit Wairinding. Rombongan yang pulang menuju bandara mampir sejenak ke toko seni kain tenun dan Bukit Salib nan indah.
Peluang jadi relawan
Menjadi relawan mandiri di bidang pendidikan juga dibuka Wahana Visi Indonesia (WVI). Lembaga internasional yang juga beroperasi di Indonesia ini secara rutin memanggil relawan yang punya keahlian tertentu untuk ikut dalam proyek di sekolah dan daerah binaan WVI, yang umumnya menjangkau daerah pedalaman.
Peluang menjadi relawan pendidikan dengan biaya sendiri terbuka untuk menjadi pelatih vokal di sanggar, melatih guru pendidikan anak usia dini (PAUD) untuk menguasai teknik bercerita, dan mendongeng. Ada pula panggilan bagi relawan yang jago membuat mural dan mendesain ruang bagi kelas PAUD.
Pendidikan memang jadi kepedulian banyak pihak. Ada banyak jalan untuk menjadi relawan pendidikan bagi anak-anak bangsa nun jauh di pelosok negeri.