Rehat Sejenak di Hutan Mangrove Kabonga Besar, Donggala
Oleh
Videlis Jemali
·3 menit baca
Hawa panas sepanjang pantai di sisi barat Teluk Palu, Sulawesi Tengah, seolah tiba-tiba menguap. Angin sepoi-sepoi mengusirnya. Di bawah naungan pepohonan mangrove, kesejukan segera menyergap. Dengan berbagai wahana yang dibangun, hutan mangrove itu menjadi penawar dari hawa panas di kepulauan tropis ini.
Wisata hutan mangrove tersebut terletak di Desa Kabonga Besar, Kecamatan Banawa Utara, Kabupaten Donggala, Sulteng, berjarak 30 kilometer dari Palu, ibu kota Sulteng, dan 5 kilometer dari kota Donggala. Lokasi yang terletak di pinggir jalan Trans-Sulawesi itu dikelola anak muda desa setempat bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan Lalundu.
Lokasi wisata memanfaatkan hutan mangrove di daerah teluk dengan luas total 10 hektar. Pengelola wisata membangun 10 spot untuk dijadikan tempat bersantai dan berfoto. Di bagian masuk terpasang bambu sepanjang 30 meter dengan lebar 1,5 meter sebagai lintasan berjalan kaki. Sisi kiri dan kanan lintasan dipasangi bambu pengaman agar tidak membahayakan pengunjung. Untuk menambah daya tarik visual, ban bekas sepeda motor yang dicat berbagai warna digantung di bambu pengaman di kedua sisi lintasan.
Selepas trek ini, pengunjung bisa bersantai ria di bagian tengah lokasi wisata. Ada empat spot yang bisa dinikmati di area ini, mulai dari ayunan yang digantung di pohon mangrove setinggi 3 meter dari lintasan, tenda yang dipercantik dengan latar belakang yang dirangkai dari kayu berbentuk jantung, hingga tempat duduk yang luas. Bagian ini favorit pengunjung untuk berfoto.
Wahana lain yang juga mencolok adalah geladak kapal. Spot ini ”berlabuh” di pantai di antara pepohonan bakau. Geladak kapal terbuat dari bambu. Dari geladak tersebut dapat dinikmati embusan angin dari lautan di Teluk Kabonga.
Tak hanya kreasi rangkaian kayu dan bambu, pengunjung juga bisa membaca berbagai pesan tertulis di papan yang digantung di dalam kawasan wisata. Ada pesan lingkungan, seperti ”Aku pun ingin hidup dan tumbuh seperti kalian. Save mangrove”. Tulisan yang menggelitik juga ada, ”Saat dua hati dan pikiran menyatu, tujuan akhirnya KUA” (Kantor Urusan Agama).
Andre (20), salah seorang petugas di lokasi wisata, mengatakan, dirinya bersama 19 anak muda Desa Kabonga Besar menghabiskan dua minggu membangun wahana di lokasi wisata. ”Awalnya kami tidak didukung oleh sejumlah pihak. Tetapi, begitu selesai dibangun, ternyata banyak yang mengagumi tempat ini,” kata Andre, yang masih aktif mengenyam pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Palu, Minggu (10/9).
Awalnya kami tidak didukung oleh sejumlah pihak. Tetapi, begitu selesai dibangun, ternyata banyak yang mengagumi tempat ini.
Pengelola belum memiliki data terkait pengunjung. Namun, berdasarkan pantauan pada Minggu, jumlah pengunjung hingga sore hari tak kurang dari 100 orang. Pengelola mengutip Rp 5.000 per orang untuk menikmati wahana wisata. Biaya tidak terhitung dengan jasa parkir kendaraan sebesar Rp 2.000 per sepeda motor dan Rp 5.000 per mobil.
Andre menyebutkan, pihaknya masih terus mengembangkan berbagai wahana di lokasi wisata itu. Nantinya, fasilitas tambahan, seperti tempat warung kopi, akan dibangun. ”Kami ingin agar sedikit demi sedikit tempat wisata ini menggerakkan roda ekonomi masyarakat setempat,” katanya. Warga Kabonga Besar mayoritas bermata pencarian nelayan.
Jamal (21), pengunjung dari Palu, mengatakan, obyek wisata tersebut cukup bagus. ”Tempat ini cocok untuk beristirahat sejenak setelah capai memacu kendaraan di jalan,” ujarnya.
Kalau melintas di Jalan Trans-Sulawesi Poros Palu-Donggala, jangan lupa rehat sejenak di tempat wisata mangrove Kabonga Besar.