Cassini Menjemput Ajal di Pelukan Saturnus
Setelah 13 tahun mengelilingi Saturnus, wahana antariksa Cassini mengakhiri tugasnya, Jumat (15/9). Wahana pengorbit milik Badan Penerbangan dan Antariksa Nasional Amerika Serikat (NASA) itu mengakhiri hidupnya setelah masuk ke atmosfer Saturnus.
Sinyal terakhir Cassini diterima pusat pengendalian misi di Laboratorium Propulsi Jet (Jet Propulsion Laboratory/JPL) NASA di Pasadena, California, AS, Jumat (15/9) pukul 04.55 waktu standar Pasifik (PDT) atau 18.55 WIB. Sinyal itu dikirimkan saat Cassini meluncur menuju atmosfer Saturnus karena tarikan gravitasi planet terbesar kedua di Tata Surya itu.
Berselang 45 detik setelah sinyal terakhir diterima, Cassini pun lumer dan tercerai berai akibat gesekan yang kuat dengan atmosfer Saturnus serta terbakar oleh panas yang ditimbulkan akibat gesekan tersebut. Diperkirakan, Cassini hanya mampu bertahan kurang dari 2 menit di atmosfer Saturnus.
”Ini adalah misi yang luar biasa, sebuah wahana luar angkasa yang luar biasa, dan tim yang luar biasa,” kata Manajer Program Cassini dari JPL NASA Earl Maize di hadapan anggota timnya sesaat setelah sinyal dari Cassini hilang.
Cassini memang pernah menyentuh atmosfer tebal Titan, bulan terbesar Saturnus, dan sempat terbang rendah mendekati atmosfer Saturnus dalam lima perjalanan terakhirnya mengorbit planet gas raksasa yang terkenal dengan cincinnya itu. Namun, mesin pendorong Cassini tidak dirancang untuk mampu melalui hambatan berat di atmosfer Saturnus.
”Cassini dirancang untuk mengarungi antariksa yang vakum, bukan untuk menjelajahi atmosfer,” ujar Maize di Pasadena, California, AS, Kamis (14/9).
Mematikan Cassini dengan menjatuhkannya ke atmosfer Saturnus merupakan pilihan terbaik. Langkah ini harus dilakukan untuk memastikan Cassini tidak mencemari lingkungan Saturnus dengan mikroba Bumi, khususnya di dua satelit alami Saturnus yang diprediksi mampu menopang kehidupan masa depan, Titan dan Enceladus. Belum lagi, cemaran dari 33 kilogram plutonium yang menjadi bahan bakar Cassini.
Saat ini, bahan bakar Cassini sudah hampir habis. Itu sebabnya, NASA ingin menjatuhkan wahana tersebut dengan aman saat mereka masih mampu mengendalikannya.
Misi terakhir
Sebelum ajal menjemput, Cassini menjalani misi terakhirnya sejak Senin (11/9) siang waktu PDT atau Selasa (12/9) dini hari WIB. Cassini terbang melintasi Titan untuk kemudian mengarah ke Saturnus.
Jumat (15/9) dini hari hingga subuh WIB, Cassini mengambil citra terakhir dan mengirimkan seluruh rekaman yang dimilikinya, termasuk citra terakhir ke Bumi. Setelah itu, Cassini menjalani persiapan akhir menuju atmosfer Saturnus.
Pada saat-saat menjelang ajal itu, Cassini mengirimkan pesan ke Bumi bahwa wahana dalam kondisi bahaya, ada proses yang salah dalam misi. Namun, Cassini tidak mengetahui kematiannya telah dipersiapkan dengan penuh kehati-hatian. ”Tidak akan ada intervensi apa pun yang dilakukan dari pusat pengendali misi di Bumi,” ucap Michael Staab, teknisi JPL NASA, yang bertugas memantau komunikasi antara wahana dan pusat pengendali misi di JPL.
Kalaupun ingin, intervensi juga tidak mungkin dilakukan karena butuh 1 jam 23 menit agar informasi dari Bumi bisa diterima wahana, demikian pula sebaliknya. Saat pesan itu sampai, Cassini sudah tidak ada lagi.
Terinspirasi Voyager
Wahana pengorbit Cassini diluncurkan bersama wahana pendarat Huygens milik Badan Antariksa Eropa (ESA) pada 15 Oktober 1997 dari Cape Canaveral, Florida, AS. Misi dirancang setelah pendahulunya, Voyager, yang meluncur sejak 1977, mengirimkan gambar-gambar menakjubkan Saturnus beserta cincin dan bulan-bulannya.
”Voyager memberikan kesan menakjubkan atas keindahan Saturnus, planet gas raksasa yang menakjubkan,” kata Direktur Ilmu Keplanetan NASA Jim Green.
Belum lagi cincinnya yang legendaris. Meski sejumlah planet raksasa juga memiliki cincin, cincin Saturnus-lah yang paling jelas terlihat dari Bumi dengan teleskop kecil sekalipun. Lebar cincin Saturnus ini setara dengan 20 kali diameter Bumi.
Saturnus juga memiliki bulan-bulan yang menakjubkan. Hingga kini, Saturnus terdeteksi memiliki 61 bulan dengan 53 bulan di antaranya sudah terkonfirmasi. Bulan terbesarnya, Titan, memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan Planet Merkurius.
Butuh tujuh tahun bagi Cassini dan Huygens untuk mencapai orbit Saturnus. Waktu yang lama itu ditempuh dengan dua kali terbang bermanuver melintasi Venus, kembali melintasi Bumi dan Jupiter, hingga akhirnya tiba di orbit Saturnus pada 1 Juli 2004. Jalan panjang itu dipilih demi menghemat bahan bakar dan waktu tempuh ke Saturnus dengan memanfaatkan daya lenting gravitasi Venus dan Jupiter.
Pada 25 Desember 2004, Cassini dan Huygens berpisah. Huygens melanjutkan perjalanan hingga akhirnya sukses mendarat di permukaan Titan. Sampai saat ini, Huygens tercatat sebagai satu-satunya wahana pendarat yang berhasil melaksanakan misinya di bagian luar Tata Surya.
Pendaratan selama 2,5 jam itu berhasil mengumpulkan berbagai data atmosfer Titan yang sangat tebal. Citra yang diperoleh juga menunjukkan Titan mirip dengan kondisi primitif Bumi yang dipenuhi gunung-gunung es, samudra metana dan etana, daratan becek bekas banjir hingga delta sungai.
Kini, Cassini akan menyusul nasib Huygens. Berakhir sudah tugas mereka, mengumpulkan informasi dunia Saturnus yang mirip tata surya kecil. Berbagai pengetahuan telah diperoleh manusia. Sebagian telah memberikan pemahaman baru tentang kondisi tetangga jauh Bumi itu. Namun, banyak pula informasi yang masih jadi misteri.
Sumber: space.com, bbc.com, nasa.gov