BEKASI, KOMPAS — Pemerintah mencoba limbah plastik sebagai bahan campuran aspal untuk perkerasan jalan. Jika sebelumnya pemerintah melakukan uji coba di jalan dengan lalu lintas minim di Bali, kini uji coba dilakukan di Jalan Sultan Agung, Kota Bekasi. Ke depan, perkerasan jalan dengan memanfaatkan campuran limbah plastik akan diperluas.
”Dampak penerapan ini menurut saya luar biasa. Tampaknya bermain-main, padahal dampak terasa secara ekonomi, kesehatan, kebersiham, yang berpengaruh pada pariwisata,” ujar Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan yang bersama dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono ketika meninjau uji coba perkerasan jalan di Jalan Sultan Agung, Kota Bekasi, Sabtu (16/9).
Limbah plastik untuk campuran aspal telah diterapkan di India. Sementara Pemerintah Indonesia melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian PUPR telah mencoba menelitinya sejak 2008. Pada Juli lalu, teknologi limbah plastik untuk campuran aspal pertama kali diterapkan di lingkungan Universitas Udayana, Bali. Kota Bekasi merupakan lokasi kedua.
Menurut Luhut, pemanfaatan limbah plastik untuk perkerasan jalan di Indonesia berangkat dari keprihatinan bahwa Indonesia disebut sebagai negara penyumbang sampah plastik terbesar kedua setelah China. Dia berharap, ke depan volume limbah plastik yang dapat dimanfaatkan untuk perbaikan jalan akan semakin besar.
Basuki menyebutkan, limbah plastik ini berfungsi sebagai perekat agregat yang digunakan untuk perkerasan jalan. Sementara limbah plastik yang digunakan adalah limbah plastik jenis low density polyethylene atau biasa dikenal dengan tas keresek.
”Ini akan dilanjutkan di Medan, Surabaya, dan di (tempat istirahat) Tol Tangerang-Merak,” ucap Basuki.
Menurut Basuki, kini yang diperlukan adalah membuat sebanyak mungkin mesin pencacah plastik untuk mencacah plastik hingga berukuran 9 milimeter x 9 milimeter. Saat ini, industri yang memiliki fasilitas tersebut tidak banyak.