Temuan Cassini, Warisan Ilmu Pengetahuan
Sejak Jumat (15/9) malam, wahana pengorbit Cassini memang telah jadi kenangan. Namun, berbagai temuan wahana itu selama 13 tahun menjelajahi lingkungan Saturnus telah membuka cakrawala baru manusia dalam memahami sang planet gas raksasa bercincin itu beserta lingkungannya. Cassini juga membuat manusia semakin mengenali rumah kecilnya, Tata Surya.
Misi Cassini diakhiri karena bahan bakarnya sudah hampir habis. Dari sisa daya yang dimiliki, tim pengendali dari Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) mengarahkan Cassini untuk memasuki atmosfer Saturnus, wilayah yang memang tidak sesuai untuk desain perjalanan Cassini. Namun, itu harus dilakukan untuk mencegah lingkungan Saturnus tercemar mikroba Bumi ataupun plutonium yang dibawa Cassini.
Berikut sejumlah temuan Cassini yang mengagumkan:
1. Menemukan banyak bulan Saturnus, beberapa di antaranya layak huni
Saat Cassini diluncurkan pada 1997, manusia baru mengetahui 18 bulan Saturnus. Selama perjalanan Cassini menuju Saturnus, pada 1997-2004, sebanyak 13 bulan lain ditemukan. Dengan pengamatan Cassini ataupun teleskop landas Bumi, kini manusia mengetahui Saturnus memiliki 61 bulan yang 53 bulan di antaranya sudah terkonfirmasi.
Bulan yang ditemukan Cassini antara lain Methone, Pallene, Polydeuces, Daphins, dan Aegaeon. Mereka umumnya bulan kecil yang sulit diamati dengan teleskop landas Bumi.
Selain bulan baru, Cassini juga menemukan berbagai karakter unik bulan-bulan tersebut, seperti Pan yang mengorbit Saturnus di dalam cincin Saturnus, Prometheus yang berinteraksi dengan material cincin Saturnus, Tethys dan Dione yang terjebak dalam orbit yang sama, atau Janus dan Epimetheus yang bertukar orbit secara berkala.
2. Banyak bulan Saturnus mendukung kehidupan
Misi pendahulu Cassini, seperti Pioneer 11, Voyager 2, dan Voyager 1, yang masing-masing melintasi Saturnus pada 1079, 1980, dan 1981, memang cukup memberi informasi tentang keberadaan bulan-bulan di Saturnus. Namun, Cassini sebagai misi pertama yang dirancang untuk menjelajahi Saturnus mampu memberikan gambaran detail bulan-bulan itu.
Cassini menemukan bukti adanya samudra cair di bawah lapisan beku permukaan sejumlah bulan, menemukan adanya geiser dan beberapa aktivitas geologi, hingga menemukan indikasi adanya prebiotik kimia. Berbagai kondisi itu membuat sejumlah ahli yakin kondisi beberapa bulan Saturnus saat ini, seperti Titan dan Enceladus, mirip kondisi Bumi primitif.
3. Mendaratkan Huygens di Titan
Huygens adalah wahana pendarat milik Badan Antariksa Eropa (ESA) yang diluncurkan bersama-sama Cassini pada 15 Oktober 1977. Setelah sampai di orbit Saturnus, keduanya berpisah pada 25 Desember 2004. Cassini meneruskan perjalanannya mengorbit Saturnus. Sementara Huygens bersiap mendarat di bulan Saturnus, Titan.
Akhirnya, Huygens sukses mendarat di Titan pada 14 Januari 2005. Hingga kini, Huygens tercatat sebagai satu-satunya wahana pendarat yang berhasil menjalankan misinya di bagian luar Tata Surya.
Citra yang diperoleh Voyager sebelumnya hanya menampilkan Titan yang diselimuti kabut oranye yang kabur. Namun, Huygens mampu menembus kabut tebal itu dan memperoleh citra permukaan Titan yang padat dan dihiasi danau, sungai, hingga samudra yang berisi hidrokarbon cair, umumnya metana dan etana.
Meski hanya bekerja 2,5 jam, citra yang diperoleh Huygens memberikan banyak pengetahuan tentang bulan-bulan lain di Tata Surya. Eksplorasi Titan selanjutnya dilakukan oleh Cassini yang masih beberapa kali terbang melintasi Titan. Salah satu temuan penting Cassini di Titan adalah ditemukannya prebiotik kimia, yaitu senyawa yang bisa memicu terjadinya kehidupan.
4. Menemukan jet air dan samudra di Enceladus
Air cair memancar dari permukaan Enceladus, bulan Saturnus. Dari pemotretan Cassini, setidaknya ada 101 lokasi tempat geiser itu keluar. Pancaran air itu memicu terjadinya retakan di permukaan Enceladus yang beku. Dari pancaran air itu, para ahli yakin, ada samudra air cair yang tertutup oleh lapisan permukaan es Enceladus setebal 30-40 kilometer.
Cassini juga menemukan adanya hidrogen dari pancaran air itu. Diduga hidrogen itu berasal dari aktivitas hidrotermal di dasar samudra Enceladus. Sumber hidrotermal itu menciptakan tempat yang hangat dan nyaman bagi kehidupan, mirip lubang hidrotermal di dasar laut Bumi.
5. Menyaksikan evolusi cincin Saturnus
Dari teleskop, cincin Saturnus terlihat statis. Padahal, itu adalah lautan partikel dan batuan kecil yang terus berubah seiring waktu. Cincin F yang merupakan cincin terluar Saturnus merupakan bagian yang paling cepat berubah.
Di cincin itu, Cassini menyaksikan bagaimana meteoroid dan batuan kecil lain dari luar sistem Saturnus menghantam dan bertabrakan dengan batuan yang ada di cincin Saturnus. Kondisi ini menunjukkan, Saturnus dan Bumi tidak benar-benar aman dari ancaman batu-batuan antariksa.
6. Badai heksagonal di kutub utara Saturnus
Planet-planet gas raksasa memiliki pola badai yang unik. Jupiter memiliki badai berbentuk bintik merah raksasa yang sudah bertahan selama 400 tahun dan mulai menyusut dalam beberapa dekade terakhir. Sementara Saturnus memiliki aliran badai berbentuk segi enam atau heksagonal di kutub utaranya.
Badai segi enam itu pertama kali diamati Voyager pada 1980 dan 1981 serta makin diperkukuh oleh citra Cassini. Para astronom menduga, badai itu tetap bertahan di bagian atas atmosfer Saturnus selama beberapa dekade karena adanya aliran jet dangkal yang didukung angin yang tak terlalu jauh di bawahnya.
7. Warna aneh Iapetus
Sejak lama, warna terang dan gelap di satu sisi yang sama dari Iapetus, bulan Saturnus, menimbulkan pertanyaan para astronom. Kontras warna itu diduga dipicu oleh debu dan paparan sinar Matahari.
Saat mengelilingi Saturnus, Iapetus melintasi cincin bagian luar Saturnus. Karena Iapetus terikat oleh gaya tidal Saturnus, permukaan Iapetus yang menghadap batu-batu kecil itu selalu sama. Bagian yang lebih gelap akan menyerap sinar Matahari lebih banyak dibandingkan bagian terang.
Paparan sinar Matahari yang lebih banyak itu membuat es di permukaan yang gelap mencair. Uap air dari wilayah gelap itu akan bergerak, membeku di daerah yang lebih terang, hingga akhirnya memperkuat sinar Matahari di wilayah itu sehingga menjadi lebih terang.
8. Mengukur kecepatan rotasi Saturnus
Mengukur kecepatan rotasi planet gas bukan perkara mudah. Pada planet batuan, seperti Bumi, kecepatan rotasi bisa diukur dengan menghitung gerak satu titik di permukaannya. Sementara untuk planet gas, termasuk Saturnus, kecepatan rotasi ditentukan berdasarkan rotasi inti planet yang bisa jadi berbeda dengan kecepatan awan dan gas di permukaannya.
Dengan kriteria itu, satu kali putaran Saturnus pada sumbunya yang menandakan panjang satu hari di Saturnus hanya 10,2 jam. Namun, itu baru perkiraan.
Pengukuran kecepatan rotasi pada Jupiter, planet gas lainnya, dilakukan dengan mendeteksi gelombang radio yang dihasilkan akibat perputaran inti Jupiter. Namun, Cassini menemukan, kecepatan gelombang radio tersebut di Saturnus berbeda antara yang ada di belahan utara dan selatan Saturnus. Lebih aneh lagi, pola gelombang radio itu berubah sesuai musim sehingga masih sulit untuk menduga apa sebenarnya yang terjadi di Saturnus.
9. Kawah besar di Tethys dan Mimas
Tethys dan Mimas adalah dua bulan Saturnus lain yang terikat gaya tidal Saturnus sehingga bagian yang menghadap planet raksasa itu selalu sama. Bentuk mirip kawah raksasa terjadi di bagian yang senantiasa menghadap Saturnus. Daerah sekitar kawah itu memiliki suhu yang lebih dingin dibandingkan bagian yang lain.
Kondisi itu diduga karena bagian yang selalu menghadap Saturnus akan terpapar elektron kecepatan tinggi sehingga mengubah permukaan yang lembut menjadi lapisan es yang keras. Bagian itu lebih sulit mendingin pada malam hari atau memanas pada siang hari dibandingkan permukaan bulan yang lebih halus.
10. Menemukan bahan plastik
Tahun 2013, Cassini menemukan bahan plastik polipropilena di atmosfer Titan. Di Bumi, material ini digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari membuat ember hingga bumper mobil. Bahan ini bisa tercipta secara alami, tetapi manusia umumnya membuatnya dari minyak bumi.
Polipropilena termasuk senyawa hidrokarbon yang terdiri dari tiga atom karbon dan enam atom hidrogen. Voyager tidak mampu mendeteksi polipropilena, tetapi senyawa dari keluarga hidrokarbon lainn, yaitu yang mengandung tiga atom karbon dan empat atau delapan atom hidrogen.
Temuan polipropilena itu membuat para astronom yakin, masih banyak bahan kimia lain yang belum diketahui di atmosfer Titan.
11. Mengamati percepatan partikel kosmik
Pada 2013, Cassini mendeteksi partikel yang dipercepat ke energi yang sangat tinggi. Proses seperti itu biasanya terjadi pada supernova atau ledakan bintang.
Namun, partikel yang diamati Cassini bukan berasal dari supernova, melainkan dari aliran angin Matahari yang sangat kuat. Partikel itu menghantam medan magnet Saturnus sehingga menciptakan gelombang kejut yang mampu mempercepat gerak partikel hingga mencapai energi tinggi.
12. Rhea yang penuh kawah
Rhea adalah bulan terbesar kedua Saturnus setelah Titan, tetapi menjadi bulan terbesar Saturnus yang tidak memiliki atmosfer. Dibandingkan bulan Saturnus lain yang seukuran, seperti Dione dan Tethys, permukaannya jauh lebih kasar dan menjadi obyek yang paling banyak memiliki kawah di Tata Surya.
Kondisi itu diduga karena permukaan es di bulan yang lain lebih mudah meleleh akibat pemanasan dari dalam yang dipicu oleh gravitasi Saturnus. Lelehan es itulah yang membuat permukaan bulan Saturnus yang lain lebih halus. Sementara gravitasi yang diterima Rhea lebih kecil karena posisinya paling jauh dari Saturnus dibandingkan Dione dan Tethys.
Dengan berbagai temuan Cassini itu, bukan berarti penjelajahan manusia untuk memahami Saturnus selesai. Masih banyak yang belum dipahami manusia. Namun, perjalanan Cassini telah mampu menguak sedikit rahasia Saturnus dan lingkungannya.
Sumber: Space.com, Nasa.gov