logo Kompas.id
UtamaMenghalau Gelap dari Bangku...
Iklan

Menghalau Gelap dari Bangku Sekolah

Oleh
· 4 menit baca

Sejumlah papan panel tenaga surya dipasang di salah sudut halaman SMP Negeri Satu Atap di Desa Kataka, Kecamatan Kahaungu Eti, Kabupaten Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur. Papan panel tersebut menghasilkan daya 1.500 watt untuk sejumlah kebutuhan di sekolah. Listrik yang dihasilkan dari panel itu dialirkan ke setiap ruang kelas. Sementara di ruang guru, papan pengisian tenaga untuk lampu daya ulang (lampu tenaga surya hemat energi/ LTSHE) terpasang di dinding. Papan pengisian daya itu memiliki 60 lubang yang semuanya bernomor. Setiap nomor harus sesuai dengan nomor LTSHE yang dayanya diisi ulang di papan itu.Kepala SMP Negeri Satu Atap Kataka Leonardus Lu Ranjamandi, saat dijumpai di sekolah, Rabu (13/9), mengatakan, papan panel tenaga surya dibangun pada April 2015 atas bantuan Hivos, organisasi nirlaba internasional yang bermarkas di Belanda. Hivos yang bergerak salah satunya di bidang energi terbarukan juga membagikan bola lampu listrik yang bisa diisi ulang. Setiap rumah di Kecamatan Kahaungu Eti mendapat 1-2 lampu. Sebelumnya, sekolah itu menggunakan genset sebagai sumber listrik. Setiap mengoperasikan genset, pihak sekolah harus mengisikan 2 liter bensin untuk kebutuhan listrik selama 3 jam. Genset diisi bensin jika sekolah memerlukan tenaga listrik. Di Kataka, harga bensin Rp 10.000 per liter di pengecer.Dengan panel tenaga surya, kebutuhan listrik di sekolah kian mudah dipenuhi. Komputer jinjing milik guru tak lagi kekurangan daya, termasuk pemanfaatan proyektor untuk kegiatan mengajar di kelas. Bagi siswa, panel tenaga surya dapat menjadi solusi penerangan listrik di rumah mereka. Bola lampu di rumah harus dibawa ke sekolah untuk keperluan pengisian daya. Setiap kali pengisian perlu waktu hingga 4 jam. Bola lampu tersebut diisi ulang daya listriknya rata-rata 2-3 hari sekali. Sekali mengisi ulang daya, siswa dipungut ongkos Rp 1.300."Kehadiran listrik tenaga surya ini membantu meningkatkan kegiatan belajar-mengajar di sekolah. Nilai ujian nasional siswa membaik dan angka kelulusan mencapai 100 persen. Siswa juga lebih rajin masuk sekolah karena harus mengisi ulang daya lampu," kata Leonardus.Sebelum ada LTSHE, siswa mengandalkan penerangan dari pelita-lampu dari minyak tanah-untuk belajar di rumah. Cahaya pelita tidak seterang cahaya LTSHE. Selain itu, LTSHE lebih praktis pengoperasiannya dan mudah dibawa ke mana- mana."Kadang-kadang, lampu dipakai Mama untuk menenun pada malam hari. Lampu juga dipakai untuk penerangan saat ke ladang," kata Ima Kaputangu (16), siswi kelas IX SMP Negeri Satu Atap Kataka.Tidak gratisPaket panel tenaga surya dan papan pengisian daya sudah tersebar di 25 sekolah di seluruh Sumba. Sekolah yang berhak mendapat paket tersebut harus di wilayah yang belum teraliri listrik dengan jumlah siswa lebih dari 100 orang.Pembagian LTSHE dilakukan Hivos dengan tidak gratis. Setiap keluarga yang menginginkan lampu itu harus membayar Rp 50.000 per unit. Satu keluarga hanya diizinkan memiliki maksimal dua unit LTSHE. Hingga akhir 2017, Hivos menargetkan pembagian LTSHE di seluruh Sumba mencapai 6.000 unit."Saat ini sudah terdistribusi sekitar 4.000 unit. Pembagian lampu sengaja tidak digratiskan agar warga merasa ikut bertanggung jawab merawat lampu," kata Munawir, Field Project Implementor Hivos di Sumba.Dana yang terkumpul dari pembayaran uang lampu ataupun ongkos pengisian ulang daya disetor kepada Hivos sebanyak 90 persen. Adapun 10 persen sisanya dikelola sekolah untuk biaya operasional. Dana yang diterima Hivos itu digunakan untuk biaya perawatan dan pemeliharaan, baik panel tenaga surya maupun LTSHE."Perawatan dan pemeliharaan dilakukan mitra kami, Resco (Renewable Energy Service Company), dan semuanya gratis," ujar Munawir.Manajer Resco di Sumba Agus Halim mengatakan, LTSHE yang dibagikan kepada warga terbilang awet. Dari ribuan lampu yang sudah dibagi-bagikan, yang rusak dan sedang diperbaiki jumlahnya hanya dalam hitungan jari atau kurang dari 10 unit. LTSHE tersebut merupakan produk dalam negeri.Sumba adalah sebagian dari wilayah Indonesia yang belum sepenuhnya menikmati aliran listrik. Sebagai upaya memperluas jangkauan listrik di wilayah Indonesia, pemerintah menargetkan sejumlah proyek pembangkit listrik energi terbarukan sampai akhir 2017. Proyek tersebut antara lain pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) 1.858,5 megawatt (MW), PLTS dan pembangkit listrik tenaga mikrohidro 124,28 MW, dan pembangkit listrik tenaga biomassa 1.812 MW. (KORNELIS KEWA AMA/ARIS PRASETYO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000