Bupati Klaten Sri Hartini dijatuhi vonis 11 tahun penjara dan denda Rp 900 juta. Vonis ini lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa.
Oleh
Karina Isna Irawan
·2 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Bupati Klaten, Jawa Tengah, periode 2016-2021, Sri Hartini, Rabu (20/9), divonis 11 tahun penjara dan denda Rp 900 juta. Hukuman itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum.
Pembacaan vonis atas Hartini berlangsung sekitar 3 jam di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang, Jawa Tengah, Rabu (20/9). Sidang dipimpin hakim ketua Antonius Widijantono serta hakim anggota Sininta Y Sibarani dan Agoes Prijadi. Pada sidang sebelumnya, Hartini dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim yang diketuai Antonius Widijantono mengatakan, Hartini secara sadar dan berkelanjutan melakukan tindak pidana korupsi dan suap. Hartini terbukti menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 12,88 miliar. Suap dan gratifikasi itu terkait jual beli jabatan pemerintah di Klaten.
Dijerat tuntutan ganda
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Hartini pada 31 Desember 2016. Hartini ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap promosi dan mutasi jabatan di Kabupaten Klaten.
Dia ditetapkan sebagai tersangka bersama Suramlan, Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Klaten. Suramlan terbukti memberikan Rp 200 juta untuk promosi jabatan sehingga divonis 20 bulan penjara dan denda Rp 50 juta.
Hartini dijerat tuntutan ganda. Pertama, Pasal 12 Huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Hartini terbukti menerima suap senilai Rp 2,99 miliar terkait penataan struktur organisasi dan tata kerja baru.
Kedua, Pasal 12 Huruf B UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Hartini menerima gratifikasi senilai Rp 9,89 miliar selama bulan Mei-Desember. Gratifikasi yang diterima antara lain terkait aliran dana keuangan desa; pegawai yang ingin menjabat di badan usaha milik daerah (BUMD), Perusahaan Daerah Air Minun (PDAM), dan bank perkreditan rakyat (BPR); mutasi kepala sekolah SMP dan SMK; serta pelaksanaan proyek di Dinas Pendidikan Klaten.
Terkait dengan vonis itu, Hartini dan tim kuasa hukumnya serta tim jaksa dari KPK menyatakan pikir-pikir. Sidang akan kembali digelar tujuh hari mendatang, Rabu (27/9). Vonis dari majelis hakim lebih rendah daripada tuntutan jaksa, yakni penjara 12 tahun dan denda Rp 1 miliar.
Jaksa Penuntut Umum Afni Carolina menyatakan, putusan majelis hakim hampir sama dengan tuntutan jaksa. Besaran uang yang diterima dan dikorupsi oleh Hartini juga cocok dan sama. Tuntutan yang menduga Hartini memperoleh uang dari Inspektur Inspektorat Kabupaten Klaten Syahruna juga dibenarkan hakim.
”Hartini pernah menerima uang sekitar Rp 10 juta dari Syahruna, tetapi itu disanggah di pengadilan. Tuntutan jaksa mirip dengan putusan,” ujar Afni.