logo Kompas.id
UtamaPengembangan Perlu Didukung...
Iklan

Pengembangan Perlu Didukung Daerah

Oleh
· 4 menit baca

JAKARTA, KOMPAS — Pengembangan energi terbarukan di Indonesia memerlukan dukungan penuh dari pemerintah daerah. Kebijakan pengembangan di tingkat pusat dan daerah yang tidak selaras berpotensi menyebabkan program tak berlanjut. Di satu sisi, daerah dihadapkan pada keterbatasan sumber daya dalam pengembangan energi terbarukan.Pemerintah memiliki target energi terbarukan 23 persen dalam bauran energi nasional pada 2025. Dengan demikian, pada 2025, kapasitas terpasang pembangkit energi terbarukan di Indonesia mesti 45.000 megawatt (MW). Saat ini, kapasitas terpasang 7.500 MW. "Salah satu faktor penting persoalan harga energi terbarukan adalah masalah komersial. Apakah harga jual-beli (listrik) energi terbarukan menarik di mata investor? Jangan sampai harga tidak menarik diperberat dengan kebijakan di daerah yang bersifat disinsentif," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR dari Fraksi Partai Golkar Satya Widya Yudha, Kamis (21/9), di Jakarta.Menurut dia, pemenuhan target energi terbarukan akan semakin mulus jika didukung penuh oleh daerah. Kebijakan insentif dari pemerintah pusat sebaiknya harus benar-benar terealisasi di lapangan. Jangan sampai kebijakan pemerintah daerah justru kontraproduktif dengan kebijakan dari pusat.Salah satu kendala yang menyebabkan pengembangan energi terbarukan tersendat, kata Satya, adalah daerah belum siap menyusun rencana umum energi daerah (RUED). RUED merupakan turunan dari Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017 tentang Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Adapun RUEN merupakan penjabaran dari Peraturan Pemerintah No 79/ 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional."RUEN dan RUED itu semacam panduan pengelolaan energi, baik di tingkat nasional maupun daerah. Bagaimana pengelolaan energi bisa berjalan baik jika panduan atau pedomannya saja belum disusun," ujar Satya.Dalam rapat kerja Komisi VII DPR dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) serta Dewan Energi Nasional (DEN), Rabu (20/9), di Jakarta, terungkap, sampai saat ini belum satu daerah pun yang menyusun RUED. RUED seharusnya sudah disusun dalam bentuk peraturan daerah (perda) selambat-lambatnya setahun setelah RUEN terbit. RUEN ditandatangani Presiden Joko Widodo pada April 2017.Paparan pemerintah dalam rapat kerja itu menyebutkan, mayoritas provinsi baru berada di tahap menyusun tim lintas satuan kerja perangkat daerah. Satu-satunya provinsi yang ada di tahap menyusun rancangan perda tentang RUED adalah Nusa Tenggara Barat. Adapun provinsi yang sudah menyusun dokumen RUED hanya DKI Jakarta. Setelah dokumen RUED disusun, berlanjut ke penyusunan rancangan perda. Anggota DEN, Rinaldy Dalimi, mengakui, kebanyakan daerah belum mengalokasikan anggaran untuk penyusunan RUED. Namun, sosialisasi tentang pentingnya penyusunan RUED sudah merata di semua provinsi. Ia mengatakan, perlu pendampingan dari pemerintah pusat dalam penyusunan RUED di daerah."Sosialisasi sudah dilaksanakan. Hanya saja, penyusunannya butuh pendampingan dari Sekretariat Jenderal DEN dan tim dari Kementerian ESDM. Itu butuh waktu," ujar Rinaldy.Berdasarkan catatan DEN, ada 10 provinsi yang sudah menganggarkan penyusunan RUED. Sepuluh provinsi itu adalah Aceh, Lampung, Bengkulu, Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Maluku, dan Nusa Tenggara Barat. Provinsi yang belum secara aktif menyusun RUED adalah Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat.Masukan pelaku usahaKetua Umum Asosiasi Pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air Riza Husni menyampaikan, pemerintah perlu mendengar masukan dari pelaku usaha dalam hal pengembangan energi terbarukan. Masukan tersebut penting dalam menyusun sejumlah peraturan tentang energi terbarukan di Indonesia. Sebagai pelaku langsung, investor sangat berkepentingan dengan aturan itu."Jangan sampai ketika ada aturan yang bermasalah, kami baru dimintai masukan. Sebaiknya pelaku usaha dilibatkan sejak awal," ujar Riza.Terkait harga jual-beli listrik dari energi terbarukan yang relatif lebih mahal ketimbang listrik dari tenaga uap (batubara), dalam beberapa kesempatan, Menteri ESDM Ignasius Jonan mengatakan, pengusaha diharapkan mengambil keuntungan yang wajar. Tingkat pengembalian modal yang lebih cepat, seperti yang diinginkan pengusaha, berdampak pada harga jual-beli listrik energi terbarukan. "Katakanlah mereka (pengusaha) ingin kembali modal dalam lima tahun. Itu berdampak pada mahalnya tarif listrik. Seandainya mereka bersedia tingkat pengembaliannya dalam 10 tahun, misalnya, tarif listrik bisa menjadi lebih murah dan terjangkau," kata Jonan.Pemerintah sudah memperbaiki sejumlah aturan terkait pengembangan energi terbarukan di Indonesia. Selain itu, sejumlah perizinan juga dipangkas dan dilimpahkan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam sistem perizinan satu pintu. Namun, semangat penyederhanaan perizinan di tingkat pusat belum tentu selaras dengan penyederhanaan perizinan di daerah. (APO)

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000