Bandar Narkoba Lakukan Regenerasi Pencandu
JAKARTA, KOMPAS — Bandar narkoba melakukan regenerasi pencandu dengan membagikan narkoba gratis kepada anak-anak. Tujuannya agar anak-anak menjadi pencandu ketika sudah dewasa. Bandar sengaja ”membuang” sebagian kecil narkoba miliknya demi tujuan tersebut.
Bandar mengambil sekitar 10 persen dari narkoba miliknya untuk melakukan regenerasi pencandu. Narkoba itu diedarkan ke kalangan anak-anak ataupun remaja.
”Narkoba jenis sabu dan ekstasi dibagikan untuk calon-calon pengguna narkoba. Namun, narkoba itu tidak dijual, tetapi digratiskan,” kata Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komisaris Jenderal Budi Waseso di Jakarta, Selasa (27/9).
Menurut Budi, sasaran narkoba gratis adalah anak usia taman kanak-kanak dan sekolah dasar agar ketika mereka duduk di bangku sekolah menengah atas sudah menjadi pencandu.
”Ini fakta lapangan yang kami temukan. Misalnya BNN menyita 137 kilogram sabu, bandar akan mengambil 10 persen atau sekitar 13 kilogram untuk digratiskan,” ujarnya.
Deputi Bidang Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan, bandar sering sekali menyisihkan narkoba yang memang tidak dijual. Sebagian narkoba itu ada yang dikonsumsi sendiri, ada yang dipakai sebagai upah, dan ada yang dibagikan untuk memancing pencandu-pencandu baru.
”Biasanya jaringan pengedar besar yang melakukannya, tetapi jumlahnya tidak sama. Ada yang menyisihkan dalam jumlah besar kalau bandarnya punya narkoba berjumlah besar. Ada yang menyisihkan sedikit kalau narkobanya sedikit,” ujar Arman.
Sejak 2000-an, Indonesia sudah menjadi sasaran dan pasar potensial, bukan sekadar tempat transit. Narkoba bukan lagi kejahatan biasa, melainkan makin merongrong ketahanan negara dan merambah ke pelosok negeri.
Penyalah guna narkoba bukan hanya generasi muda, melainkan sudah merasuk ke aparat penegak hukum dan penyelenggara negara. Indonesia menjadi sasaran empuk karena penegakan hukum dinilai masih lemah.
Makin mengkhawatirkan
Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi mengutarakan, dari pengamatannya di sejumlah daerah, peredaran narkoba di kalangan anak-anak sudah mengkhawatirkan. LPAI juga menerima banyak laporan dari sejumlah daerah.
”Harus diserukan secara nasional bahwa ini bahaya besar. Untuk menghancurkan bangsa tidak perlu dengan bom atom, tetapi dengan peredaran narkoba,” katanya.
Menurut Seto, peredaran narkoba di kalangan anak-anak sebenarnya sudah berlangsung agak lama. Namun, kondisi ini semakin meluas dan dahsyat. Cara peredaran di kalangan anak- anak dimulai dari merokok menuju narkoba, atau melalui permen mengandung narkoba.
”Permen itu paling manjur. Caranya halus dan tidak kentara. Mula-mula gratis, lalu setelah kecanduan mereka menjadi konsumen narkoba,” katanya.
Bahaya peredaran narkoba di kalangan anak-anak perlu digaungkan kepada masyarakat dan lingkungan, mulai tingkat RT dan RW. Keluarga terdekat adalah tetangga RT dan RW. Lingkungan dalam RT dan RW seharusnya guyub memerangi narkoba.
”Yang terjadi sekarang warga semakin tidak peduli dan bersikap lu lu, gue gue. Apalagi 60 persen orangtua tidak bisa berkomunikasi dengan anak dan remaja, tahu-tahu baru sadar anak mereka sudah memakai narkoba. Jadi, perlu partisipasi warga,” kata Seto.
Jalur laut
BNN dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai menggagalkan penyelundupan sabu seberat 137 kilogram dan ekstasi sebanyak 42.500 butir dari Malaysia pada Senin (18/9). Narkoba itu diangkut menggunakan kapal nelayan di Pantai Ujung Curam, Aceh Timur.
BNN menangkap tiga tersangka, yaitu MH, MS, dan IB, sebagai pengendali. Jaringan ini juga melibatkan narapidana yang mendekam dalam lembaga pemasyarakatan. Tersangka IB mengatakan sudah tiga kali menyelundupkan narkoba.
Budi mengutarakan, dilihat dari bungkusnya, sabu seberat 137 kilogram itu berasal dari pabrik yang sama dengan sabu seberat 1 ton di Anyer dan 300 kilogram di Pluit, Jakarta Utara. Adapun ekstasi diduga berasal dari Eropa, tetapi negara asal belum dipastikan.
”Pengiriman sabu itu oleh suatu jaringan sedikitnya sudah 10 kali, tetapi yang tertangkap 1-2 kali. Yang tertangkap dikorbankan jaringan agar yang lain bisa lolos,” kata Budi.
Arman mengungkapkan, jaringan penyelundup narkoba biasanya beroperasi di tengah laut pada malam hari. ”Mereka berangkat pada malam hari lalu tiba di lokasi pagi hari. Mereka menunggu malam untuk kembali, lalu tiba di pantai pagi hari. Mereka menggunakan pelabuhan tikus di pantai timur Sumatera yang berjumlah ratusan dari Sabang sampai Lampung,” katanya.
Dalam sebulan terakhir, BNN telah menggagalkan penyelundupan sekitar 200 kilogram sabu. Para kurir yang ditangkap mendapat upah menggiurkan sampai Rp 10 juta per kilogram.
Hampir 30.000 kasus
Adapun data Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, yang diolah dari seluruh kepolisian daerah (polda) di Indonesia dan Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim, menyebutkan, jumlah penanganan kasus narkoba sampai Juli 2017 sebanyak 29.454 kasus. Adapun jumlah kasus pada 2016 sebanyak 47.767 kasus dan tahun 2015 sebanyak 40.253 kasus.
Jumlah tersangka kasus narkoba sampai Juli 2017 mencapai 36.913 orang, tahun 2016 sebanyak 60.387 orang, dan tahun 2015 sebanyak 50.178 orang.
Jumlah barang bukti sabu sampai Juli 2017 sudah mencapai 1,8 ton, pada 2015 mencapai 2,5 ton, dan pada 2016 mencapai 1,6 ton.
Jumlah pil ekstasi yang disita sampai Juli 2017 sebanyak 1,9 juta butir, meningkat dibandingkan tahun 2015 (1,3 juta butir) dan tahun 2016 (1,1 juta butir).
Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen (Pol) Eko Daniyanto mengatakan, terdapat 40 tersangka anggota jaringan pengedar narkoba tewas ditembak selama Januari-Juni 2017 (Kompas, Jumat 8/9).
Presiden Joko Widodo menegaskan komitmennya untuk memberantas jaringan narkoba sampai ke akar-akarnya. Bahkan, Presiden setuju jika aparat menembak mati bandar narkoba yang sudah mencekoki generasi muda Indonesia. (WAD)