SEJUMLAH lomba maraton digelar di Indonesia. Selain perhelatan lomba lari Maybank Bali Marathon 2017 pada Agustus lalu, juga akan ada maraton Bank Jateng Borobudur Marathon 2017 yang akan berlangsung pada November mendatang. Pertanyaan pun menyeruak, sejumlah perlombaan maraton itu, Bali Marathon misalnya, apakah akan tetap bertahan seperti kondisinya saat ini ataukah akan dikembangkan lebih jauh untuk mengejar label kejuaraan maraton dunia?
Sebagai latar belakang, meski memiliki banyak lomba lari maraton, Indonesia sampai saat ini belum memiliki sebuah lomba yang mendapatkan pengakuan tertinggi dunia melalui label perunggu (bronze), perak (silver), atau emas (gold). Jangankan lomba yang berlabel emas, lomba berlabel perunggu saja kita belum memilikinya karena standar persyaratannya yang sangat tinggi.
Menjawab pertanyaan itu, Presiden Direktur Maybank Indonesia Taswin Zakaria menjawab, memang keinginan untuk mendapatkan label dunia itu ada, tetapi banyak hal yang harus disinkronkan terlebih dulu karena berkaitan dengan pihak-pihak eksternal di luar Maybank sebagai penyelenggara MBM.
Sebagaimana disampaikan Wakil Kepala Bidang Organisasi PB PASI Umaryono, standar kompetisi untuk mendapatkan label perunggu saja memang tidak mudah. Pertama, lintasan lari maraton itu haruslah lintasan yang tergolong datar atau tidak boleh lintasan menanjak dan menurun sebagaimana yang menjadi kekhasan MBM. Kedua, lintasan lari itu pun harus benar-benar ”steril” dari berbagai aktivitas lalu lintas, aktivitas manusia, bahkan binatang. Ketiga, hadiah uangnya pun tergolong besar, jauh di atas hadiah utama MBM saat ini, yaitu sekitar 10.000 dollar AS untuk juara di kelompok full marathon (42 km). Keempat, seluruh lintasan harus bebas dari sampah dan sampah dari lomba itu harus didaur ulang.
Dari standar lintasannya saja, dijelaskan Umaryono, hanya ada dua tempat di Indonesia yang memenuhi syarat, yaitu di Siak, Provinsi Riau, dan di Papua. ”Akan tetapi, dari sisi periklanannya, kedua tempat itu dinilai kurang sehingga itu yang membuat kita sulit mempunyai lomba yang berlabel dan lomba yang sudah ada pun sulit untuk naik mendapatkan label,” ungkapnya.
Memang agak menyedihkan melihat kita belum memiliki lomba lari berlabel internasional, sementara dua negara tetangga kita sudah memilikinya. Malaysia memiliki satu lomba berstandar perunggu, sementara Singapura memiliki lomba berstandar perak.
Jaga kekhasan
Kembali ke perhelatan MBM, pilihan yang paling rasional karenanya adalah tetap mempertahankan MBM dengan segala kekhasannya selama ini. Meski belum memiliki label, MBM tetap diakui sebagai ajang lomba lari maraton yang diakui dunia, khususnya IAAF, dan sebagaimana disampaikan Taswin, MBM telah masuk dalam 52 lomba lari maraton terkemuka dunia.
”Saya rasa, daripada mengejar label, lebih baik MBM dipertahankan seperti ini. Orang-orang, termasuk saya, ikut MBM ini karena memang medannya yang khas, penuh tanjakan dan turunan, dan juga di sepanjang jalan kita dihibur dengan hangatnya sambutan masyarakat di sini, serta berbagai atraksi kesenian yang mereka sajikan. Hal-hal itu yang sulit ditemukan di tempat-tempat lain,” tutur Putri Indonesia 2002 Melanie Putria Dewita Sari, yang kini menjadi salah satu penggila lari dan peserta setia MBM dari tahun ke tahun.
Setelah melalui lima tahun pertama, pada tahun keenam, tahun 2017 ini, MBM menghadirkan rute baru yang langsung disambut para pelari dengan antusias. Rute yang lebih menantang itu terbukti membuat banyak pelari terpuaskan meski kelelahan yang mereka rasakan lebih dari saat berlari di MBM tahun-tahun sebelumnya.
”Tahun ini treknya benar-benar luar biasa, kayaknya menanjak terus, enggak ada turun-turunnya. Padahal, sebagai pelari, kita selalu menanamkan dalam diri supaya bersabar karena setelah tanjakan pasti akan ada turunan, tapi ini, sih, nanjaknya panjang banget,” tutur Melanie mewakili suara-suara serupa dari para pelari lain yang sebelumnya pernah mengikuti MBM.
Dia menambahkan, pemandangan di lintasan lari kali ini pun lebih bagus dan tidak bisa dibeli dengan apa pun. ”Kita mendapatkan sunrise, sawah-sawah dan perkebunan, perkampungan, pokoknya view-nya bagus banget. Itu membuat capek agak berkurang,” ujar Melanie.
Dengan berbagai kekhasannya, MBM memang telah menjadi salah satu magnet bagi para penggila lari di Indonesia. Tidak mengherankan apabila kurang dari seminggu setelah pendaftaran peserta dibuka, kuota peserta sebanyak 9.000 orang bisa langsung penuh. Dengan kondisi seperti itu, pastilah tidak sulit mendapatkan peserta sebanyak 10.000 orang atau lebih.
Jumlah peserta
Akan tetapi, jumlah peserta MBM memang harus dijaga agar para pelari tetap bisa nyaman berlari. Pasalnya, sejumlah jalan yang dilalui para pelari kondisinya terbilang cukup sempit sehingga bisa menghambat laju para pelari tangguh yang terpaksa harus mengurangi kecepatan larinya akibat terhalang rombongan peserta yang berjalan kaki karena kelelahan.
Hal inilah yang juga dikeluhkan para juara dari Kenya sehingga mereka berharap jalur menjelang finis untuk peserta full marathon benar-benar dipisahkan dari jalur peserta kategori half marathon (21 km) dan 10 km.
Beberapa perbaikan untuk semakin meningkatkan kualitas dan daya tarik masih bisa dilakukan. Salah satunya adalah memberikan tenggang waktu pendaftaran lebih lama kepada para peserta mancanegara dan memberikan slot lebih banyak kepada peserta mancanegara itu. Hal ini perlu sebagai bagian dari misi MBM sendiri yang salah satunya adalah menjadi penarik wisatawan mancanegara datang ke Indonesia, khususnya Bali.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.