BANDUNG, KOMPAS — Pemerintahan Presiden Joko Widodo dinilai masih kurang memperhatikan sektor energi. Perhatian pada sektor ini dipandang tidak sebesar perhatian pemerintah untuk pembangunan infrastruktur.
Ketua Rembug Nasional Bidang Energi dan Tambang Andang Bachtiar menilai, pemerintahan Presiden Joko Widodo belum memprioritaskan sektor energi dan sumber daya mineral dalam pembangunannya.
”Presiden saat ini bisa dibilang ’Imam Besar’ pembangunan infrastruktur, tetapi belum melakukan hal itu untuk sektor energi dan sumber daya mineral,” ujar Andang pada acara Rembug Nasional Ke-6 tentang Mengelola dan Membangun Kedaulatan Energi Nasional yang bertajuk ”Pertambangan dan Energi Bukan Hanya untuk Hari Ini”, di Institut Teknologi Bandung (ITB), Kota Bandung, Kamis (28/9).
Andang menjelaskan, di sektor hulu energi misalnya, meski pemerintah sudah memiliki Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 22 Tahun 2017, di dalamnya tidak tertuang sasaran eksplorasi minyak dan cadangan energi baru. Ia menilai, dalam beberapa waktu ke depan, Indonesia akan semakin bergantung pada impor energi.
Mengacu pada data RUEN, kapasitas produksi minyak mentah domestik pada 2017 mencapai 503.500 barrel minyak per hari. Sementara kebutuhan minyak mentah mencapai 938.800 barrel minyak per hari. Artinya, Indonesia masih harus mengimpor 435.300 barrel minyak per hari.
Pada 2025 kebutuhan minyak mentah diprediksi mencapai 2,19 juta barrel minyak per hari, sedangkan produksi minyak mentah Indonesia justru merosot menjadi 471.200 barrel minyak per hari. Artinya, Indonesia harus mengimpor 1,72 juta barrel minyak per hari atau hampir empat kali lipat dari kapasitas produksi minyak mentah Indonesia.
”Kalau pasokan minyak kita segitu saja, bahkan menurun, sedangkan permintaan terus bertambah, Indonesia bakal terancam sangat bergantung pada impor minyak pada 5-10 tahun ke depan,” ujar Andang.
Untuk mengantisipasi defisit ini, pemerintah seharusnya memulai eksplorasi minyak agar pasokan minyak mentah bisa mulai ditutupi. Hal ini bisa diinisiasi dengan membuat sasaran eksplorasi minyak mentah per tahun.
Energi terbarukan
Selain itu, pemerintah dinilai belum serius mengembangkan energi terbarukan. Menurut hitungan Andang, porsi bauran energi terbarukan Indonesia baru mencapai 7 persen, meleset dari target awal tahun ini yang mencapai 11 persen dari total sumber energi. Mengacu pada RUEN, pada 2025 tingkat bauran energi terbarukan mencapai 23 persen dari total sumber energi lainya.
”Pemerintah belum memberikan subsidi dan dukungan dalam pengembangan energi terbarukan. Perhatian masih saja seputar energi fosil. Padahal, masa depan energi ada pada energi terbarukan,” ujar Andang.
Ketua Komisi Tetap Energi Panas Bumi dan Energi dari Pengolahan Sampah Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Fauzi Imron mengatakan, pengembangan energi terbarukan masih memiliki kesan sulit dan mahal sehingga belum didukung sepenuhnya. Ia mengatakan, banyak potensi dan kearifan lokal yang bisa diolah menjadi energi terbarukan.
Ia mencontohkan, di Pulau Buru, misalnya, Kadin tengah mengembangkan pembangkit listrik sederhana bertenaga biogas yang berasal dari kotoran ternak sapi. Kotoran dari sekitar 100 sapi bisa diolah menjadi listrik sederhana berkapasitas sekitar 500 watt per hari.
”Energi terbarukan itu bisa dari sisa-sisa limbah yang kelihatannya tidak tampak, tapi jika diolah bisa menghasilkan energi listrik,” ujar Fauzi.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.