Pelatnas Asian Games Sarat Masalah
JAKARTA, KOMPAS — Pemusatan latihan nasional kontingen Indonesia menjelang Asian Games Jakarta-Palembang 2018 sarat masalah. Hingga 10 bulan menjelang Asian Games bergulir pada 18 Agustus 2018, pelatnas kontingen "Merah Putih" masih belum maksimal.
Sebagian cabang belum menerima perintah untuk melaksanakan pelatnas, sebagian lain menggelar pelatnas dengan dana swadaya pengurus karena belum ada kucuran dana dari pemerintah.
Cabang karate dan tinju termasuk yang belum menggelar pelatnas karena belum ada perintah dan pendanaannya belum jelas. Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB Forki Zulkarnaen Purba menyatakan, hingga pekan lalu belum ada perintah. "Kami sudah mengikuti rapat dengan Menpora dan Satlak Prima (Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas) pada 4, 11, dan 13 September lalu, tetapi tidak ada perintah untuk segera melaksanakan pelatnas," kata Zul.
PB Forki, ujarnya, punya dana talangan untuk pelatnas Asian Games. "Tetapi, semuanya harus jelas dulu. Jangan nantinya setelah kami membiayai sendiri, kemudian tidak diganti," katanya. Apalagi, menurut Manajer Tim Nasional Karate Philip King Galedo, pelatnas karate SEA Games 2017 juga menyisakan utang akomodasi yang belum dilunasi.
Ketua Umum PB Pertina Johni Asadoma menambahkan, pelatnas tinju juga belum berjalan karena pendanaan pemerintah belum jelas. Padahal, idealnya pelatnas Asian Games segera digelar dua pekan setelah SEA Games 2017 berakhir, 30 Agustus. "Bagaimana mau berlatih kalau anggaran belum turun," kata Johni, Rabu (27/9).
Selain anggaran yang belum jelas, Johni menyebut pemerintah berutang Rp 475 juta, tunggakan akomodasi dan konsumsi atlet pada SEA Games Malaysia 2017, mirip di karate. Ia mengatakan, pelatnas tinju hanya bisa bergantung pada kucuran dana pemerintah karena kesulitan mencari suntikan dana dari pihak ketiga atau donatur. "Sekarang cari donatur atau sponsor tidak mudah. Kalau tidak ada perusahaan besar yang bersimpati, ya, sulit membiayai," ujarnya.
Tim nasional angkat besi juga menunggu kepastian pendanaan dari pemerintah karena berencana menurunkan tim terbaiknya ke kejuaraan dunia di Amerika Serikat, 23 November hingga 5 Desember 2017. Partisipasi para lifter terbaik Indonesia di kejuaraan dunia juga menjadi salah satu bagian dari uji coba tim pelatnas jelang Asian Games.
Namun, Manajer Timnas Angkat Besi Indonesia Alamsyah Wijaya khawatir rencana mengikuti kejuaraan dunia batal menyusul belum jelasnya pendanaan. Sebagai gantinya, pemusatan latihan di luar negeri akan dilaksanakan Juli 2018, sebulan sebelum Asian Games. "Ada 16 lifter yang akan diberangkatkan ke Amerika Serikat, tetapi terancam batal karena dana Satlak Prima masih belum jelas," katanya.
Dana swadaya
Pelatnas atletik berlangsung dengan pendanaan swadaya PB PASI. Sekjen PB PASI Tigor Tanjung menyatakan, pertengahan Oktober, PB PASI akan memulai program persiapan umum Asian Games. Terkait dana dari pemerintah, ia belum mendengar kabar kapan dana itu akan cair.
Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PB PASI Taufik Yudi menambahkan, saat ini pelatihan masih menggunakan dana swadaya PB PASI. "Pemerintah masih belum menurunkan dana. Kami tetap melakukan pelatnas karena yang kami latih bukan hanya atlet eks SEA Games. Atlet yunior dan yang remaja juga masih ada pelatihannya," kata Taufik.
Pengamat olahraga Fritz Simanjuntak menilai urusan birokrasi yang berlarut-larut menjadi titik lemah utama pelatnas SEA Games 2017. "Kalau birokrasi itu terus memperumit urusan sederhana, seperti membayar honor atlet, membayar uang akomodasi atlet, atau membeli peralatan latihan dan peralatan bertanding, jangan berharap atlet Indonesia akan punya daya saing," kata Fritz.
Fritz menyebut besaran uang pelatnas dari pemerintah saat ini jauh melampaui besaran uang pelatnas di masa lalu ketika para atlet Indonesia justru berdaya saing tinggi di Asia Tenggara. "Ketersediaan uang sudah bukan masalah, tetapi nyatanya Indonesia semakin tertinggal di Asia Tenggara. Ya, bagaimana tidak tertinggal kalau olahraga kita salah urus. Pelatnasnya amburadul karena uang yang sudah disediakan pemerintah tidak sampai ke pelatnas hanya karena kerumitan birokrasi," kata Fritz.
Ia mendesak pemerintah membangun mekanisme pelibatan sponsor dalam membangun program pelatnas yang berkelanjutan. "Dana sponsor bisa dicairkan sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap tim nasional. Pemerintah bisa memulai dengan mewajibkan BUMN menyalurkan CSR (dana tanggung jawab sosial perusahaan) bagi program pembinaan atlet. BUMN juga bisa menjadi sponsor dengan menalangi pembiayaan pelatnas sambil menunggu pemerintah menyelesaikan birokrasi keuangannya yang rumit," tutur Fritz.
Ketua Satlak Prima Achmad Soetjipto mengatakan, Indonesia harus lebih realistis menetapkan target prestasi dalam Asian Games 2018. "Hasil SEA Games 2017 membuka mata kita mengenai capaian Indonesia. Di SEA Games kita mendapat 38 medali emas, lalu (di Asian Games) bisa mendapat 20 medali emas? Dalam olahraga tidak ada lompatan prestasi. Pencapaian dan perkembangan atlet dapat diukur dari latihan sehari-hari," katanya.
Soetjipto memaparkan target perolehan 20 medali emas dalam rapat dengar pendapat Komisi X DPR pada 12 September lalu. Namun, menurut dia, melihat pencapaian Indonesia pada SEA Games dan Asian Indoor and Martial Arts Games, target medali dapat berubah dengan mempertimbangkan perkembangan tim Indonesia dan kekuatan lawan.
Pencapaian prestasi, ujarnya, dipengaruhi banyak hal, misalnya dukungan anggaran dan keterbukaan cabang olahraga terhadap kemajuan ilmu olahraga. "Masalah anggaran sudah menjadi rahasia umum. Namun, apakah selamanya kita mau berkutat pada masalah itu," katanya.
Memandang prestasi di Asian Games, kata Soetjipto, ukurannya sangat mutlak: perolehan medali. Namun, dia mengingatkan, pembinaan prestasi tak bisa hanya terpaku pada atlet senior yang berpotensi meraih medali emas di Asian Games. Pembinaan prestasi harus dibuat jangka panjang karena menyentuh atlet pelapis dan atlet muda yang akan menjadi tulang punggung pada ajang olahraga, seperti SEA Games 2019 dan Olimpiade 2020.
Mengingat keterbatasan anggaran, Satlak Prima menetapkan 23 cabang prioritas untuk menerima dukungan anggaran yang berlaku mulai 1 Oktober. Pada awal Januari 2018, seiring dengan adanya penambahan anggaran, jumlah atlet yang menjalani pelatnas akan bertambah.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga Gatot S Dewa Broto menyatakan telah merevisi petunjuk pelaksanaan pembayaran item anggaran Satlak Prima. "Itu akan memperlancar pencairan anggaran Satlak Prima," kata Gatot. Langkah tersebut diharapkan mencegah berulangnya masalah birokrasi dalam pemenuhan kebutuhan pelatnas seperti saat SEA Games 2017.
(DD10/DD05/NIC/ROW/DNA/OKI)