Lemahnya Komitmen dan Integritas Rendah Jadi Pemicu Korupsi
Oleh
Megandika Wicaksono
·3 menit baca
PURWOKERTO, KOMPAS — Perilaku koruptif yang merebak saat ini dinilai berasal dari lemahnya komitmen dan rendahnya integritas seseorang. Penanaman nilai kejujuran dan pendidikan budi pekerti sejak dini bagi generasi penerus bangsa merupakan salah satu cara untuk mencegah korupsi.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata saat menjadi narasumber pada sarasehan bertema ”Jujur, Adil, dan Hidup Beriman Tanpa Korupsi” di Aula Keuskupan Purwokerto, Senin (2/10) malam.
”Pendidikan kejujuran harus kita tekankan sejak dini kepada anak-anak. Sayangnya, saat ini jarang orangtua mengajarkan hal ini. Orangtua sekarang paling takut kalau nilai matematika anaknya jelek,” kata Alexander.
Alexander menyampaikan, korupsi berasal dari bahasa Latin, yaitu corruptio dari kata kerja corrumpere. Artinya adalah busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan, dan menyogok. Menurut Alexander, penyebab korupsi di Indonesia ialah faktor sektoral, seperti ketimpangan ekonomi, peradilan, sumber daya alam, dan integritas.
Cenderung dominan
Faktor integritas/moralitas inilah yang cenderung dominan menjadi penyebab korupsi di Indonesia. Hal ini antara lain ditunjukkan dengan data bahwa jumlah terdakwa tindak pidana korupsi berdasarkan tingkat pendidikan periode 2013-1 Mei 2016 paling banyak adalah mereka yang mengenyam pendidikan S-1 dan S-2. Dari 203 terdakwa, 104 orang berpendidikan S-1 dan 73 orang berpendidikan S-2.
”Mereka yang melakukan korupsi adalah orang yang memiliki jabatan dan kesempatan. Orang yang berpendidikan tinggi adalah orang yang paling besar memiliki kesempatan korupsi. Ini masalah komitmen dan integritas. Kejujuran itulah yang tidak dimiiliki orang-orang yang korupsi,” paparnya.
Alexander pun kemudian membandingkan dengan sejumlah pribadi yang bekerja sebagai petugas kebersihan yang jujur. Misalnya, ada Agus Chaerudin, office boy Bank Syariah Mandiri, Bekasi, yang menemukan uang Rp 100 juta di balik tempat sampah kantornya. Dia tidak mengambilnya, tetapi memilih mengembalikannya. Demikian juga dengan Mulyadi, seorang cleaning service di Mal Kota Kasablanka, yang juga menemukan uang Rp 100 juta dan kemudian mengembalikan kepada pemiliknya.
Alexander juga menyampaikan, sebagai efek jera bagi koruptor sebaiknya diberikan juga hukuman sosial, misalnya dengan menyapu jalan sambil mengenakan pakaian bertuliskan ”Tahanan Korupsi” atau juga bekerja di panti-panti sosial.
Dalam kesempatan diskusi, Pastor Didik Pr, salah satu peserta sarasehan, menyampaikan, di gereja juga terdapat potensi korupsi keuangan. Namun, kecenderungan yang dikedepankan adalah hukum kasih atau saling mengampuni sehingga kasus korupsi itu cenderung tidak terungkap dan tidak memberikan efek jera.
Sebuah kehidupan yang berlandaskan korupsi adalah pembusukan yang terselubung.
Terhadap fenomena tersebut, Alexander mendorong agar Gereja bersifat terbuka atau transparan dalam hal keuangan dengan cara memberikan laporan keuangan secara periodik dan akuntabel agar tercipta sistem yang meminimalkan kejahatan korupsi.
Menurut Alexander, kasus korupsi di gereja termasuk pada pencurian karena tidak terkait dengan kerugian negara. Meski demikian, hal itu dapat merugikan umat lain dan gereja. Pada kasus tersebut, Alexander tidak setuju dengan mengedepankan hukum kasih, tetapi selayaknya hal itu dilaporkan agar dapat diproses secara hukum.
Alexander mengutip kata-kata Paus Fransiskus: koruptor pantas diikat batu dan dilempar ke laut. Paus menggambarkan orang yang terlibat dalam korupsi sebagai ”kuburan bercat putih”. Kuburan itu terlihat indah dari luar, tapi di dalamnya penuh belulang dan pembusukan. Sebuah kehidupan yang berlandaskan korupsi adalah pembusukan yang terselubung.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.