SURABAYA, KOMPAS — Tim penyidik Kepolisian Daerah Jawa Timur membongkar praktik pembuatan merkuri di Desa Jlodro, Kecamatan Kenduruan, Kabupaten Tuban. Sudin (57), warga Ambon, Maluku, Senin (2/10), ditangkap sebagai tersangka.
Kepala Polda Jatim Inspektur Jenderal Machfud Arifin mengatakan, peredaran merkuri secara ilegal menjadi perhatian serius pemerintah. Merkuri terlarang dalam praktik penambangan. Namun, zat kimia berkategori bahan berbahaya beracun itu masih dibuat dan dipakai pelaku pertambangan emas tanpa izin (PETI).
"Tersangka Sudin ditangkap karena memproduksi merkuri secara ilegal," kata Machfud dalam ungkap kasus, Senin siang di Mapolda Jatim, Surabaya. Sudin, yang berasal dari Malang, kini menetap di Ambon, Maluku. Lelaki itu pernah bekerja pada PETI di Jawa dan Maluku. Keterampilan membuat merkuri dipelajari saat menjadi buruh PETI di Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Sudin mengaku mendatangkan bahan baku merkuri, yakni batu sinabar, dari Desa Ihaluhu, Kabupaten Seram Bagian Barat, Maluku. Batu sejumlah 9,7 ton itu dibeli dari petambang ilegal. Batu dikapalkan dari Pulau Seram ke Surabaya, lalu dibawa ke Tuban.
Dicampur kapur
Di Tuban, sinabar diolah bersama batu kapur dan serbuk besi guna mendapatkan merkuri. Zat kimia itu diperdagangkan secara ilegal ke sejumlah PETI di Indonesia. "Batu kapur banyak di Tuban sehingga saya memproduksi merkuri di sana," katanya.
Dari Sudin, tim penyidik menyita 1,7 ton merkuri. Selain itu juga menyita 90 tabung suling, penggiling batu sinabar, timbangan digital, 4 karung batu kapur, 13 karung serbuk besi, 70 karung bekas pembungkus batu sinabar, telepon seluler, buku tabungan, dan proposal usaha pembakaran batu Seni Rejeki.
Untuk seluruh bahan baku dan biaya transportasi, Sudin mengaku mengeluarkan biaya Rp 600 juta. Adapun nilai merkuri yang dihasilkan Rp 1,2 miliar. Sudin menyatakan, usaha itu dilakukan sendiri tanpa ada yang memodali.
Sudin disangka melanggar Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Ia terancam hukuman 10 tahun penjara dan atau denda Rp 10 miliar.
Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jatim I Made Sukartha menambahkan, merkuri dilarang peredaran dan penggunaannya karena amat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Merkuri berupa logam cair berwarna abu-abu gelap, tidak larut dalam zat cair lain. Merkuri umumnya digunakan untuk mengikat partikel emas.
Limbah merkuri saat bercampur dengan air merusak lingkungan dan tinggal dalam tubuh ikan dan hewan air lain. Jika dikonsumsi oleh manusia dapat merusak sistem metabolisme tubuh dan merusak saraf. (BRO)