Djarot: Jangan Pakai Dana Kontribusi untuk Beli Mebel atau Mobil
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI DAN HELENA F NABABAN
·3 menit baca
Pasca-pencabutan pemberhentian sementara (moratorium) pembangunan proyek reklamasi Teluk Jakarta oleh Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kamis (5/10), setidaknya ada dua rancangan peraturan daerah yang harus diselesaikan Pemerintah Provinsi DKI dan DPRD DKI. Dua raperda itu mengenai rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil serta rencana tata ruang kawasan strategis yang mandek sejak tahun 2015.
Wakil Ketua DPRD DKI dari Fraksi Gerindra, Muhammad Taufik, Jumat, mengatakan, pembahasan rencana tata ruang kawasan strategis tidak akan lama karena perdebatannya hanya pada satu pasal, yaitu Pasal 116, yang membahas soal kontribusi tambahan 15 persen dari pengembang pulau reklamasi. Jika dirunut ulang, pembahasan soal kontribusi tambahan itu sebenarnya sudah selesai pada masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama.
Saat itu, Basuki memilih kebijakan diskresi dengan menerbitkan peraturan gubernur (pergub) tentang kontribusi tambahan. Pengembang juga sudah membangun rumah susun (rusun) ataupun sejumlah jalan inspeksi dari kontribusi tambahan meskipun belum ada perda yang mengatur.
”Sekarang banyak temuan dari BPK soal kontribusi tambahan yang tidak masuk APBD itu. Nah, saya maunya kontribusi tambahan dari pengembang tetap ada, tapi harus masuk ke APBD dulu. Supaya jelas kontrol dan pengawasannya,” ujar Taufik.
Temuan BPK itu, katanya, di antaranya pengembang tiba-tiba diminta membangun infrastruktur, misalnya rumah susun atau jalan inspeksi, tetapi tidak jelas berapa kebutuhan anggaran dan sisanya pasca-pembangunan. Mekanisme pembayaran apabila ada sisa uang dari pembangunan itu pun tidak jelas.
”Kalau kontribusi tambahan dimasukkan ke APBD, uangnya jadi terkontrol. Kalau eksekutif mau belanja, ya, anggarkan lewat APBD,” kata Taufik. Dari sisi besaran sudah tidak menjadi masalah.
Menurut dia, DPRD hanya menginginkan soal kontribusi tambahan itu keluar-masuk uangnya jadi terkontrol. Apabila masuk ke APBD, kontribusi tambahan akan masuk pada pendapatan lain-lain. ”Tidak ada alasan untuk tidak masuk APBD. Ini cuma biar jelas, kok, mereka mau bangun apa dan pertanggungjawabannya bagaimana supaya lebih jelas,” ujarnya.
Program untuk masyarakat
Di tempat terpisah, Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat menyatakan tidak masalah jika dana kontribusi tambahan masuk ke APBD. Namun, ia meminta supaya dana itu diatur untuk kegiatan yang berdampak langsung terhadap masyarakat, seperti normalisasi sungai ataupun revitalisasi waduk, embung, dan trase sungai.
Djarot tidak mau ketika dana itu masuk ke APBD justru digunakan untuk berbelanja peralatan kantor, mebel, mobil, dan keperluan lain yang tidak menyentuh masyarakat.
Kalau pakai aturan lama, zaman dulu mana hasilnya? Sekarang dengan kontribusi tambahan, kita bisa bikin jalan, normalisasi waduk, beli alat-alat berat. Ini saya pikir lebih fair, kelihatan betul kita bangun rusunawa, dermaga, rusun untuk nelayan.
”Kalau pakai aturan lama, zaman dulu mana hasilnya? Sekarang dengan kontribusi tambahan, kita bisa bikin jalan, normalisasi waduk, beli alat-alat berat. Ini saya pikir lebih fair, kelihatan betul kita bangun rusunawa, dermaga, rusun untuk nelayan,” kata Djarot.
Djarot menjelaskan, dengan mekanisme pergub, dana kontribusi tambahan dapat digunakan untuk keperluan mendadak, seperti mengeruk kali atau waduk dan membangun rusun. Jika menggunakan mekanisme APBD, prosesnya akan lama karena setahun hanya dua kali dan harus dianggarkan dulu melalui rencana kerja pemerintah daerah. Ia berharap dana kontribusi tambahan dialokasikan untuk memperkuat pembangunan Kawasan Pesisir Terpadu Ibu Kota Nasional (NCICD) dan sebagainya.
”Boleh saja masuk ke Perda APBD DKI. Kalau menurut saya, sebaiknya diperjelas peruntukannya supaya lebih jelas dan berdampak pada masyarakat luas,” ucap Djarot.
Menurut Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tuty Kusumawati, pihaknya sudah meminta Gubernur menandatangani surat untuk dikirim ke DPRD serta Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR). Kepada DPRD DKI, Pemprov meminta raperda segera dibahas dan disetujui bersama dalam rapat paripurna. ”Kemudian untuk ATR persetujuan substansi,” ujar Tuty.