Pegiat Kopi di Bogor Konsolidasikan Kekuatan
BOGOR, KOMPAS — Memasuki gelombang ketiga dalam dunia perkopian, perhatian terhadap kopi bukan hanya pada cita rasa, melainkan juga proses menanam dan penyeduhan, sehingga disebut kopi spesial. Namun, di Kota Bogor, Jawa Barat, perhatian masyarakat terhadap kopi spesial masih sedikit.
Pemilik kedai kopi Dailydose, Kota Bogor, Tracy, mengatakan, di ”Kota Hujan”, kedai kopi baru muncul sejak tiga tahun lalu. Salah satu yang pertama berdiri adalah kedai miliknya.
”Sebelum tahun 2014, orang harus ke Jakarta kalau ingin minum kopi di kedai yang kekinian,” ujar Tracy saat ditemui pada acara Bogor Coffee Day 2017 di mal Botani Square, Jumat (6/10).
Menurut Lisa (26), pencinta kopi, jumlah kedai di kota itu tidak lebih dari 20 kedai. Oleh karena itu, masyarakat mudah menyadari jika ada kemunculan kedai-kedai baru.
Untuk memperkenalkan kopi spesial kepada masyarakat, para pegiat kopi menyelenggarakan Bogor Coffee Day 2017, berdekatan dengan momen Hari Kopi Internasional yang jatuh pada 1 Oktober lalu. ”Tahun lalu, Pemerintah Kota Bogor membagikan 500 gelas kopi gratis kepada masyarakat untuk memperingati Hari Kopi Internasional, tetapi yang berpartisipasi hanya sebagian kalangan yang memang mengenal kopi,” ujar salah satu anggota panitia penyelenggara Bogor Coffee Day 2017, Yustika.
Acara itu diikuti oleh delapan pemilik kedai kopi dan pengusaha produk kopi spesial asal Bogor, di antaranya Kemenady, Dailydose, Rumah Seduh, Kongkouw Coffee, Floresien Coffee, Little Seed Coffee, dan Oleto Coffee.
Menurut Tracy, semua pemilik kedai kopi di Bogor sudah saling mengenal dan berada dalam satu lingkaran pergaulan. ”Kami pun bergotong royong untuk memperkenalkan kepada masyarakat apa itu kopi spesial,” ujarnya.
Kopi spesial
Istilah kopi spesial (specialty coffee) muncul pada gelombang ketiga dalam perkembangan kopi di dunia. Keistimewaannya tidak hanya terletak pada cita rasa yang dihasilkan, tetapi juga kepastian proses pemilihan bibit, lahan, penanaman, dan pemeliharaan pohon hingga bagaimana kopi itu diseduh.
Pada awal abad ke-19, ketika memasuki gelombang pertama, pengembangan kopi memprioritaskan untuk menjaga harga tetap murah dan membuat kopi mudah disajikan. Pada masa itu pula muncul teknologi pengemasan kopi dengan bungkus kedap udara dan teknologi kopi instan.
Sementara itu, gelombang perkembangan kopi yang kedua muncul dua abad setelahnya. Masyarakat ingin menikmati kopi sambil mendapat pengalaman ihwal dari mana minuman itu berasal dan bagaimana proses pembuatannya. Hasilnya, muncul berbagai kedai kopi komersial yang memberikan fasilitas bagi konsumen untuk berkegiatan di dalamnya.
Yustika yang juga bekerja di divisi marketing kedai kopi Kemenady mengatakan, kualitas kopi di kedainya sudah dipastikan sejak sebelum ditanam. Kemenady mendapat pasokan biji kopi dari petani binaan mereka di Desa Suka Makmur, Kabupaten Bogor. Kopi lokal yang dinamai arabika bogor itu pun menjadi produk andalan Kemenady.
”Kami juga ingin memberikan edukasi kepada petani tentang bagaimana menanam kopi dengan baik agar sejalan dengan kualitas rasanya nanti dan berpengaruh pada harga jual,” ujar Yustika yang juga alumnus Jurusan Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor. Petani juga dapat menjual produknya langsung kepada Kemenady sehingga jarak antara produsen dan konsumen semakin dekat. Harga yang didapat petani pun lebih tinggi ketimbang menjual hasil panen kepada tengkulak.
Kami juga ingin memberikan edukasi kepada petani tentang bagaimana menanam kopi dengan baik agar sejalan dengan kualitas rasanya nanti dan berpengaruh pada harga jual.
Kopi spesial identik dengan teknik menyangrai (roasting) biji kopi. Pada acara Bogor Coffee Day 2017 terdapat satu mesin sangrai yang dipamerkan. Mesin asal Jerman bermerek Probat itu merupakan mesin paling awal yang digunakan di Indonesia. Product Specialist Probat Teddy Lie mengatakan, produksi mesin ini sudah dimulai sejak akhir abad ke-19.
Salah satu kedai yang menyangrai biji kopinya menggunakan mesin Probat adalah Rumah Seduh. Siswanto, pemilik Rumah Seduh, mengatakan, dalam satu bulan pihaknya menyangrai 50 kilogram biji kopi dan semuanya selalu habis terjual.
Pasokan biji kopi Rumah Seduh didapat dari petani di Sumatera, Nusa Tenggara Timur, Bali, dan Jawa Barat. Dalam proses sangrai, setiap biji kopi dari daerah asalnya diproses tanpa dicampur dengan biji kopi dari wilayah lain. Cara itu nantinya menghasilkan kopi single origin, yaitu hanya satu jenis dari satu daerah. ”Andalan kami masih pada kopi single origin,” ucap Siswanto.
Proses sangrai biji kopi menghasilkan tiga tingkat kepadatan kopi berdasarkan durasi sangrai. Dari durasi sangrai yang paling cepat ke lama menghasilkan kopi tingkat ringan (light), sedang (medium), dan berat (dark). Hasil akhir proses sangrai biasanya menjadi penentu ciri khas sebuah kedai kopi.
Kedai Dailydose, kata Tracy, mengutamakan hasil sangrai pada tingkat ringan dengan rasa yang tidak pahit, tetapi mengandung rasa buah (fruity). Kandungan rasa buah didapat dengan cara mencampur beberapa jenis kopi lokal. ”Pada dasarnya kopi Indonesia mengandung rasa buah-buah tropis, salah satunya nanas,” ujarnya. Kecenderungan rasa buah itu dapat dioptimalkan dengan teknik sangrai khusus.
Pada dasarnya kopi Indonesia mengandung rasa buah-buah tropis, salah satunya nanas.
Menurut Lisa, kehadiran berbagai cita rasa kopi yang bergantung pada teknik sangrai dan seduhnya amat menarik. Ia pun tidak pernah absen meminum kopi spesial setiap hari. ”Saya menyetok roastery coffee di rumah. Favorit saya kopi mandailing dan toraja, rasanya sangat khas,” katanya.
Erna (26), pencinta kopi lainnya, juga mengonsumsi kopi spesial setidaknya satu gelas per hari. ”Saya bisa minum kopi sehari lima gelas, bahkan pernah sampai 20 gelas,” kata Erna. Namun, ia tidak pernah mengalami gangguan lambung ketika banyak mengonsumsi kopi spesial. Gangguan lambung justru ia alami enam tahun lalu saat rutin meminum kopi kemasan yang diolah di pabrik. (DD01)