Perda Jawa Tengah Terkait Perlindungan Petani Dinilai Belum Optimal
Oleh
WINARTO HERUSANSONO
·3 menit baca
SEMARANG, KOMPAS — Kendati memiliki peraturan daerah perlindungan sektor pertanian, proteksi terhadap petani di Jawa Tengah dinilai belum optimal. Salah satu penyebabnya adalah belum dibuatnya peraturan gubernur sebagai petunjuk teknis. Dalam perda tersebut, pemerintah juga punya tanggung jawab meningkatkan pendapatan petani.
Ketua Komisi Bidang Perekonomian dan Pertanian Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah M Chamim Irfani, Senin (9/10) di Semarang, menyatakan, Pemprov Jateng sebenarnya telah memiliki Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2016 untuk perlindungan dan pemberdayaan petani.
”Dalam perda itu, pemerintah provinsi wajib melindungi petani penggarap untuk menyediakan lahan garapan gratis serta memberi subsidi di sektor pembiayaan petani,” ujarnya.
Sayangnya, perda ini belum efektif karena belum ada peraturan gubernur (pergub) sebagai petunjuk teknis. Perda itu merupakan inisiatif DPRD sebagai bentuk keberpihakan terhadap petani. Perda tersebut merupakan yang pertama di Pulau Jawa.
Kepala Biro Infrastruktur dan Sumber Daya Alam Sekretariat Daerah Jawa Tengah Peni Rahayu mengakui, pemprov terlambat menyusun pergub sebagai petunjuk teknis pelaksanaan perda perlindungan petani. Hal ini karena pemprov mencoba berhati-hati dalam menyusun detail pelaksanaan perda.
”Misalnya, soal lahan garapan gratis, ternyata pemerintah daerah tidak diperbolehkan melakukan pembayaran sewa lahan yang akan digarap petani,” katanya. Pemerintah daerah hanya dapat menginformasikan tanah milik negara yang bisa digarap petani.
Menurut Peni, penyusunan pergub saat ini sudah selesai dan diharapkan disahkan pada akhir Oktober. Di dalamnya termasuk pemprov akan membantu pembiayaan asuransi tani sebesar 20 persen dari jumlah premi yang harus dibayar petani.
Hasil pendataan jumlah petani yang telah terintegrasi dalam sistem Kartu Tani Indonesia menunjukkan jumlah petani di Jateng sebanyak 2,46 juta orang. Dari jumlah itu, petani penggarap atau yang memiliki lahan kurang dari 0,3 hektar sekitar 1,21 juta petani atau separuhnya.
Terkait perda perlindungan petani Jateng, Chamin menambahkan, aturan-aturan tersebut mendorong pemerintah provinsi, termasuk pemerintah pusat, memakai pendekatan dan paradigma baru dalam pemberdayaan petani. Pertanian tidak sekadar dipandang dari sisi peningkatan produksi, tetapi juga upaya mendongkrak pendapatan petani.
Dalam perda, pemprov juga didorong memberi subsidi asuransi atas tanaman padi petani. Kemudian, ada pula perluasan fungsi balai benih yang mestinya bisa menjadi pemasok benih unggul bagi petani supaya memperoleh benih dengan murah dan berkualitas. Jika perlu, balai benih bisa membagikan benih unggul secara gratis.
Pengamat pertanian dari Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Sony Heru Prayitno, mengemukakan, pemerintah daerah perlu lebih berpihak kepada petani. Salah satunya, dengan membentuk perusahaan daerah yang fungsinya setara dengan Perum Bulog. Selain itu, peran badan usaha milik desa (BUMDes) di sektor pertanian mesti diperkuat. BUMDes yang mendapat bantuan dana desa ataupun APBD mesti diarahkan supaya mampu menjadi pilar koperasi pemasar hasil produksi pertanian.