”Maklumat itu bagus dan merupakan inisiatif yang berani, tetapi sangat sulit diimplementasikan dan belum bisa menunjukkan komitmen antikorupsi MA. Kebijakan itu sangat bergantung pada political will pejabat MA,” kata Oce, Senin (9/10).
Pada butir 4 Maklumat Ketua MA disebutkan, MA akan memberhentikan pimpinan MA atau badan peradilan di bawahnya secara berjenjang dari jabatannya selaku atasan langsung jika ditemukan bukti proses pengawasan dan pembinaan oleh pimpinan tersebut tidak dilaksanakan secara berkala dan berkesinambungan.
Klarifikasi
Ketua Kamar Pengawasan MA Sunarto mengatakan, pihaknya telah meminta klarifikasi kepada Herri pada Senin kemarin. Dari hasil klarifikasi, Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum (Dirjen Badilum) telah memberikan materi pembinaan yang mencakup pencegahan korupsi dan penyimpangan terhadap seluruh ketua pengadilan tingkat banding.
”Dilakukan juga kunjungan kerja, inspeksi dadakan, mengunggah materi di situs Badilum, hingga mengingatkan dalam kegiatan informal. Tim pemeriksa berkesimpulan Dirjen Badilum telah memenuhi kewajiban pembinaan pengawasan sesuai aturan,” kata Sunarto.
Ia menjelaskan, sistem pengawasan dan pembinaan sebaik apa pun tak akan berhasil jika tak ada niat dari aparat peradilan untuk mengubah kebiasaan.
MA telah memberhentikan sementara Sudiwardono yang tertangkap KPK pada 6 Oktober lalu. Ia diduga menerima suap dari politisi Partai Golkar, Aditya Anugrah Moha, untuk mengamankan perkara banding mantan Bupati Bolaang Mongondow Marlina Moha Siahaan, yang merupakan ibunda Aditya.
Perkara Marlina ditangani Sudiwardono. Penyidikan perkara itu dilakukan Polres Bolaang Mongondow yang mendapat supervisi dari KPK pada 2014. Dalam kasus ini ada enam orang yang telah dijatuhi hukuman.
”Penanganan perkara korupsi di Bolaang Mongondow menjadi salah satu contoh perkara yang ditangani melalui tugas koordinasi dan supervisi KPK,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah. (IAN/NTA/ZAL)