logo Kompas.id
UtamaProfesionalisme TNI Harga Mati
Iklan

Profesionalisme TNI Harga Mati

Oleh
· 4 menit baca
J Kristiadi
Kompas/Wisnu Widiantoro

J Kristiadi

Presiden Joko Widodo dengan tegas dan tandas pada HUT Ke-72 TNI menekankan agar TNI tidak berpolitik praktis. Peringatan itu bukan hanya merespons kegaduhan politik tentang kontroversi nonton bareng film Pengkhianatan G30S/PKI; Panglima TNI tidak wajib lapor kepada Menteri Pertahanan dan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, dan sejenisnya; melainkan mengantisipasi munculnya masalah lebih besar lagi. Sebab, keterlibatan TNI dalam politik mempunyai akar yang sangat kuat, yaitu persepsi diri sebagai institusi yang semula bernama laskar rakyat adalah embrio tentara Indonesia. Mereka ikut merebut kemerdekaan, maka mereka merasa ikut membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Fakta sejarah tersebut benar, tetapi semakin lama fakta itu menjadi hak sejarah bagi TNI terlibat politik. Babak baru perpolitikan Indonesia, akhir tahun 1990-an, mendorong terwujudnya TNI yang profesional. Perdebatan tentang profesionalisme militer sudah terjadi puluhan tahun lalu. Salah satu yang dapat dijadikan acuan adalah Huntington (1977). Perwira militer di abad modern adalah status sosial dengan ciri-ciri: (1) keahlian dalam manajemen kekerasan; (2) hubungan saling menguntungkan (pertanggungjawaban terhadap klien, masyarakat, atau negara); (3) jiwa korsa dan semangat korps serta terikat dengan ideologi doktrin militer tertentu. Dalam konteks Indonesia, semangat itu ditegaskan secara komprehensif dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI.

Editor:
Bagikan
Logo Kompas
Logo iosLogo android
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
+6221 8062 6699
Layanan Pelanggan
Kompas Kring
+6221 2567 6000