Pemantauan Gunakan ”Drone”
Devi mengatakan, kawah Gunung Agung pada kondisi normal kering cenderung berpasir serta tidak mengeluarkan asap. Namun, sejak terjadi peningkatan aktivitas vulkanik, kondisi kawahnya berubah. Saat ini, di kawah terdapat rekahan, rembesan air, dan mengeluarkan asap.
Pemantauan visual ini penting untuk mendukung keakuratan hasil pengamatan aktivitas vulkanik Gunung Agung menggunakan peralatan lainnya. Beberapa instrumen alat yang sudah digunakan antara lain seismograf, global positioning system, tiltmeter, dan citra satelit.
”Penginderaan jauh satelit menunjukkan area panas di permukaan dalam kawah mengalami perluasan selama krisis terjadi. Area panas ada di permukaan kawah sebelah timur laut dan di tengah kawah,” katanya.
Kepala PVMBG Kasbani mengatakan, setelah sehari sebelumnya turun, kini aktivitas vulkanik Gunung Agung cenderung naik. Gempa vulkanik dalam dan vulkanik dangkal pada Senin, misalnya, mencapai 801 kali per hari. Frekuensi gempa itu naik dibandingkan dengan sehari sebelumnya, 739 kali per hari.
”Kesimpulannya, status Gunung Agung masih Awas. Masyarakat yang tinggal di daerah rawan masih diimbau mengungsi,” kata Kasbani.
Kartu didistribusikan
Sementara itu, Selasa kemarin, Pemerintah Provinsi Bali mulai mendistribusikan kartu identitas pengungsi. Pengisian kartu sebagai syarat menerima bantuan logistik ditargetkan selesai pada 12 Oktober.
”Kepala desa akan mendata pengungsi didampingi seorang tenaga kontrak dari pemerintah provinsi agar prosesnya berjalan lancar,” kata Kepala Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa Provinsi Bali I Ketut Lihadnyana di Pos Komando Penanggulangan Bencana Gunung Agung, Pelabuhan Tanah Ampo, Karangasem.
Kartu identitas pengungsi itu nantinya akan diberikan kepada 54.788 rumah tangga yang tinggal di 28 desa rawan terdampak erupsi Gunung Agung. Dari perhitungan awal, 54.788 rumah tangga tersebut terdiri atas 185.865 pengungsi. Namun, hingga Selasa pukul 18.00 Wita baru tercatat 138.268 pengungsi di 357 lokasi.
Pada kartu identitas pengungsi akan terekam data nama kepala keluarga, anggota keluarga, desa asal, dan lokasi pengungsian. Kartu dianggap sah jika ada tanda tangan dan cap kepala desa.
”Fokusnya pada pengungsi di posko atau banjar desa. Mereka lebih membutuhkan bantuan logistik ketimbang pengungsi mandiri atau berkelompok. Tidak semua masyarakat di kaki Gunung Agung itu miskin,” ujarnya.
I Wayan Sudarsana, Koordinator Pelaksana Kewilayahan Pos Pengungsian di Desa Manggis, terbantu dengan kehadiran tenaga pendamping. Selama ini, mereka kekurangan jumlah personel. Di Desa Manggis terdapat 13 pos pengungsian yang semua petugasnya dari pegawai desa.
”Kalau tidak dibantu relawan, kami bisa kewalahan,” katanya.
Kehilangan potensi
Sementara itu, Bali memiliki unggulan produksi jambu mete di Kabupaten Karangasem, sekitar 8.700 hektar, yang menembus pasar ekspor Eropa. Data Dinas Perkebunan Provinsi Bali mencatat rata-rata produksi per tahun sekitar 3.700 ton. Namun, kebun jambu mete terdampak status Awas Gunung Agung karena hampir keseluruhan lahan berada di zona merah seperti di Desa Ban, Kubu, dan Tianyar.
Dampak ini dipastikan mengurangi produksi jambu mete yang tengah memasuki masa panen. Warga yang juga petani jambu mete harus mengungsi dan dilarang mendekati zona tersebut. Jika status Awas berlangsung sebulan, kehilangan potensi produksi 200 ton dengan harga sekitar Rp 25.000 per kilogram. (COK/KRN/NIK/CHE/AYS)