Penghuni Harapkan Pemberdayaan Ekonomi dari Gubernur Baru
JAKARTA, KOMPAS — Peningkatan pemberdayaan ekonomi menjadi harapan penghuni rumah susun sederhana sewa, atau rusunawa, menjelang pengangkatan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, pekan depan. Penghuni rusunawa merasa pendapatannya berkurang setelah pindah karena direlokasi dari tempat tinggal sebelumnya.
Suasana Rusunawa Pesakih, Cengkareng, Jakarta Barat, pada Senin (9/10) siang cukup sepi. Di lantai dasar dari setiap gedung rusunawa terdapat warung-warung yang bentuknya tidak permanen. Warung-warung itu menjajakan makanan, minuman, hingga peralatan tulis.
Ada 15-20 warung di kompleks rusunawa itu. Setidaknya, terdapat 2-3 warung di setiap lantai dasar dari blok-blok yang terdapat di rusunawa itu. Aktivitas jual beli terlihat lesu. Pedagang lebih banyak duduk bersantai menunggu pembeli daripada menjajakan dagangannya.
”Setelah berjualan di sini, pendapatan saya berkurang. Dulu bisa dapat sekitar Rp 15 juta per bulan, sekarang dapat Rp 1 juta saja sudah beruntung,” ujar Hamzah (47), pedagang bakso di rusunawa itu. Ia adalah warga yang direlokasi dari bantaran Kali Angke di wilayah Duri Utara, Jakarta Barat.
”Kami pingin-nya nanti setelah ada gubernur baru, tolong dipikirkan bagaimana tentang kami mencari pasarnya. Saat ini yang beli, ya, hanya penduduk rusun. Mereka juga jarang beli di kami,” lanjut Hamzah.
Selain digunakan untuk berjualan, lantai dasar rusunawa itu digunakan pula oleh penghuni untuk memarkir motor. Warung-warung yang dibangun hanya dengan mengatur meja, kursi, dan etalase hingga membentuk kotak itu berdampingan dengan motor-motor yang diparkir membanjar.
”Lantai dasar memang peruntukannya itu buat usaha. Tetapi, memang kiosnya belum dibangun-bangun,” ucap Kepala Unit Pengelola Rumah Susun Sarjoko. Ia juga tidak mengetahui mengapa pembangunan kios belum terlaksana. Rusunawa Pesakih dikelola oleh Unit Pengelola Rusunawa Tambora (UPRS). UPRS Tambora mengelola dua rusunawa lain di wilayah Jakarta Barat, yaitu Rusunawa Tambora dan Rusunawa Flamboyan.
Kepala Satuan Pelaksana Layanan UPRS Tambora M Sidik mengatakan, awal 2016 Dinas Usaha Mikro Kecil dan Menengah Provinsi DKI Jakarta berencana membangun kios-kios di lantai dasar. Namun, pembangunannya belum terlaksana. Bantuan yang diberikan sejauh ini adalah etalase, kursi, dan meja untuk berjualan.
”Ini kalau enggak dibikin kios, bahaya, Mas. Kalau hujan kena angin, dagangan bisa jatuh. Masa, kami sudah pindah ke rusun, jualannya kayak PKL,” kata Syaira (39), pedagang yang menghuni Blok B, Lantai 5, Rusunawa Pesakih. Ia adalah warga yang direlokasi dari bantaran Kali Apuran, Jakarta Barat. Ia menginginkan agar gubernur baru nanti dapat membangun lantai dasar menjadi kios supaya pedagang lebih merasa aman dan nyaman dalam berdagang.
Sarjoko mengatakan, hal yang dikeluhkan warga adalah pemberdayaan ekonomi yang tidak berjalan dengan baik. ”Kami sudah berusaha semaksimal mungkin dengan mengadakan berbagai pelatihan,” ujarnya.
Kendala yang dialami para penghuni adalah tidak adanya keberlanjutan setelah mengikuti pelatihan itu. Hal tersebut mengakibatkan ketidakjelasan dalam program pelatihan dan berkurangnya minat penghuni untuk mengikuti program tersebut.
Sarjoko mencontohkan program pelatihan membengkel. Ia mengatakan, pihak yang mengadakan pelatihan itu menjanjikan adanya lapangan kerja setelah mengikuti pelatihan. ”Ya, entah diikutkan ke bengkel mana atau bagaimana ya, tapi sampai sekarang juga tidak ada panggilan,” lanjutnya.
M Sidik mengatakan, pelatihan membengkel berdurasi satu bulan. Jumlah pesertanya turun dari 10 orang menjadi 3 orang pada masa akhir pelatihan.
Berdasarkan pengamatan Sarjoko, selama ini setiap satuan kerja pelaksana daerah (SKPD) masih sendiri-sendiri dalam menjalankan tugasnya. Ia beranggapan, hal itu membuat pemberdayaan kerap tidak sejalan.
”Contohnya, kami beri pelatihan kue, tapi cuma diajari bikin kuenya saja. Ada SKPD lain yang bantu memasarkan, tapi itu sepertinya kurang komunikasi, jadinya enggak jalan,” kata Sarjoko.
Keuntungan
Di samping merasa rugi karena penghasilannya berkurang, penghuni merasa diuntungkan dengan tinggal di rusunawa. Mereka mendapat lingkungan yang lebih aman dan nyaman untuk ditinggali, terutama bagi anak-anak.
”Untung sih, di sini sewanya lebih murah,” kata Hamzah. Ia menghuni Blok D, Lantai 4, Rusunawa Pesakih. Ia membayar sebanyak Rp 208.000 setiap bulan untuk sewa rumah susunnya, belum termasuk biaya air bersih dan listrik. ”Dulu, di luar bisa habis sampai Rp 750.000 per bulan buat sepetak kontrakan,” lanjutnya.
Kompleks Rusunawa Pesakih terpantau bersih. Tidak terlihat sampah berserakan. Lima sampai enam pekerja penanganan sarana dan prasarana umum membersihkan jalan dan merapikan taman yang ada di rusunawa itu.
Rusunawa Pesakih memiliki sebuah taman, sebuah ruang publik terpadu ramah anak, dua lapangan olahraga, dan sebuah ruang perpustakaan. ”Ya, kalau di sini lebih enak. Anak-anak bisa lebih diawasi ketika bermain. Tempat bermainnya juga tinggal milih,” ucap Syaira. ”Dulu, di tempat tinggal saya, anak-anak rawan buat kena minum minuman keras dan narkoba,” lanjutnya.
Selain itu, terdapat pasar murah yang digelar tiap bulan. Di pasar murah itu dijual 1 kilogram daging sapi, 1 butir telur, 1 ayam, dan 5 kilogram beras putih. Bahan-bahan kebutuhan pokok itu dijual satu paket dengan harga Rp 85.000. ”Wah, kalau di luar, bisa sampai Rp 35.000 untuk 1 kg daging sapi,” kata Syaira.
Penghuni rusunawa diberi pula fasilitas transportasi gratis. Terdapat bus transjakarta yang berangkat setiap 15 menit dari rusunawa itu. Warga tinggal menggunakan kartu penghuni rusun untuk naik bus itu. ”Ke mana-mana gratis, kurang enak apa?” kata Syaira. (DD16)