JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah tengah berupaya untuk mengatasi anjloknya harga jual hasil panen bawang merah petani. Kementerian Perdagangan melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan meminta perusahaan pelat merah terkait untuk membeli bawang petani dengan mekanisme bisnis.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Tjahya Widayanti, Kamis (12/10), mengatakan, Kemendag telah meminta PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) membeli bawang merah petani. Harga pembelian diserahkan kepada PT PPI atau ditentukan secara bisnis ke bisnis (B2B).
Menurut Tjahya, posisi Kemendag berada di tengah-tengah, yaitu antara produsen atau petani dan konsumen. Jangan sampai petani rugi dan konsumen terbebani. Upaya lain adalah mengimplementasi sistem resi gudang dan mencarikan pasar bagi produk yang harganya sedang jatuh.
Ada suatu keuntungan jika pemerintah daerah setempat bekerja sama dengan daerah lain yang membutuhkan bawang merah. ”Dengan demikian bisa dengan cepat memasarkan komoditas yang berlebih itu ke daerah yang memerlukan,” ujar Tjahya.
Sementara itu, Kementerian Pertanian melalui Kepala Subdirektorat Aneka Cabai dan Sayuran Buah Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian Agung Sanusi menegaskan, produksi bawang merah cenderung surplus tahun ini.
Pada Oktober 2017 saja, produksi diperkirakan 108.987 ton, sedangkan kebutuhan nasional hanya 99.374 ton. Artinya, ada kelebihan 9.613 ton. Namun, Agung tidak menjelaskan langkah kelanjutan penanganan jalan keluar menghadapi surplus produksi tersebut. Ia hanya mengatakan, produksi bawang merah diperkirakan melebihi kebutuhan dalam beberapa bulan ke depan.
Surplus selama Oktober-November 2017 diprediksi sekitar 20.000 ton. Oleh karena itu, harga berisiko terus tertekan karena upaya di hilir belum optimal.
Harga stabil rendah
Sementara jeritan petani pangan di beberapa daerah sentra produksi pangan, khususnya bawang merah, seperti berlalu begitu saja. Harga jual hasil panen bawang di tingkat petani tetap stabil rendah.
Petani bawang merah di Pangenan dan Gebang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, kini membiarkan lahannya yang sebelumnya ditanami bawang merah. Tanaman tidak terurus dan lahan telah berubah menjadi tanaman jagung. Kondisi tersebut dipicu anjloknya harga jual bawang merah di tingkat petani dalam tiga bulan terakhir.
”Petani di sini menunggu harga membaik agar bisa menanam bawang merah lagi pada November ini,” kata Warta (52), petani bawang merah asal Gebang.
Saat ini, harga bawang Rp 5.000 per kilogram untuk bawang merah basah yang terkena ulat dan Rp 6.000 per kg untuk bawang merah ukuran kecil.
Harga jual tersebut jauh di bawah harga acuan pembelian di tingkat petani yang sebesar Rp 15.000 per kg untuk bawang merah basah. Anjlokya harga menyebabkan petani rugi besar.
Menurut Warta, lahan bawang seluas 1 hektar yang ia kelola hanya menghasilkan Rp 30 juta. Padahal, modalnya mencapai Rp 150 juta. ”Selain harga turun, produksinya juga hanya 3 ton. Banyak hama ulat,” ujarnya.
Untuk itu, Rahmat Gumilar (28), petani bawang lainnya, mendesak Perum Bulog untuk membeli hasil panen petani sesuai harga acuan agar petani tidak dirugikan. Bulog juga diharapkan dapat menjaga kestabilan harga bawang merah di tingkat petani saat masa panen selanjutnya pada November dan Januari 2018.
Sejumlah petani di Desa Torongrejo, Kecamatan Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur, mengatakan, harga bawang terus turun hingga berkisar Rp 5.000-Rp 6.500 per kg. Akibatnya, petani rugi karena penghasilan yang dikeluarkan untuk biaya produksi tidak sebanding dengan pendapatan.
Sekretaris Jenderal Forum Komunikasi Perguruan Tinggi Pertanian Indonesia Jamhari, di Ambon, mengatakan, bawang merah merupakan komoditas strategis nasional sehingga menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menjaga stabilitas harga. Diperlukan tim pascapanen yang dibentuk di setiap daerah terutama sentra produksi untuk menjaga kestabilan harga.
”Pemerintah harus menghitung biaya ongkos produksi. Apabila harga turun di bawah HPP (harga pokok produksi), sudah harus diserap pemerintah. Itu khusus untuk komoditas strategis nasional,” katanya.
(IKI/WER/FRN/VDL/MKN/HEN)