SOLO, KOMPAS — Upacara tradisi ruwatan sukerta digelar di Sasana Mulya, Keraton Surakarta, Jawa Tengah, Sabtu (14/10). Upacara tradisi membersihkan diri dari sukerta (kotoran rohani) ini dihidupkan lagi di Keraton Surakarta sebagai upaya untuk melestarikan nilai-nilai tradisi budaya bangsa.
Upacara tradisi ruwatan sukerta diawali dengan kirab yang diikuti seluruh peserta ruwatan dari Ndalem Suryohamijayan menuju Sasana Mulya. Sebanyak 275 peserta mengenakan busana tradisional putih-putih.
Setiba di Sasana Mulya, dilanjutkan dengan doa, kemudian satu per satu peserta mengikuti siraman, yaitu diguyur air kembang di kepala dengan posisi duduk. Setelah itu, dilanjutkan dengan pergelaran wayang kulit dengan dalang Ki Lebdo Pujonggo Harimurti. Acara berikutnya adalah potong rambut peserta oleh dalang.
Kanjeng Gusti Pangeran Haryo Dipokusumo, Ketua Panitia Ruwatan Sukerta yang juga adik Raja Keraton Surakarta Paku Buwono XIII, mengatakan, upacara tradisi ruwatan dilakukan turun-temurun oleh masyarakat Jawa sampai saat ini. Di Keraton Surakarta, ruwatan sukerta terakhir diadakan pada 2001.
”Ruwatan ini bertujuan membersihkan manusia dari sukerta, yaitu kotoran rohani yang dapat menghalangi manusia dari ketenteraman, kebahagiaan, dan kesuksesan,” lanjutnya.
Menurut Dipokusumo, orang yang seyogianya mengikuti ruwatan sukerta antara lain anak tunggal laki-laki ataupun perempuan, lima anak yang semuanya laki-laki atau semuanya perempuan, dua anak perempuan, dua anak laki-laki, dan sejumlah kriteria lain, atau siapa pun yang merasa banyak halangan dalam hidupnya.
Tradisi ruwatan sukerta ini digelar oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bekerja sama dengan Keraton Surakarta dan Pemerintah Kota Solo. Menurut Inspektur Jenderal Kemdikbud Daryanto, ruwatan sukerta digelar untuk melestarikan upacara-upacara tradisi budaya bangsa.
Ini sekaligus merupakan wujud nyata pemerintah hadir memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengikuti tradisi luhur. ”Ini yang ketiga kali diadakan. Tahun lalu, ruwatan sukerta diadakan di Madiun, Jawa Timur, dan sebelumnya di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta (2015),” kata Daryanto.
Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo menuturkan, negara harus hadir untuk menyelamatkan dan melestarikan nilai-nilai tradisi yang dulu ada dan sekarang semakin terkikis, bahkan terancam hilang. ”Kekayaan budaya bangsa Indonesia yang adiluhung wajib dilestarikan,” lanjutnya.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.