LAMONGAN, KOMPAS — Almarhum Choirul Huda, penjaga gawang Persela yang meninggal pada Minggu (15/10), pernah menuturkan cita-citanya untuk menjadi pelatih. Pesepak bola Lamongan itu juga mendorong anak-anaknya untuk menyukai sepak bola.
Kepergian Huda menyisakan duka dan rasa kehilangan terutama pada istri dan anaknya. ”Almarhum tidak pernah mengeluh sakit. Setiap hari ia rutin berlatih dan bekerja di kantor Dinas Pemuda dan Olahraga Lamongan,” ujar istrinya, Lidya Anggraini (36).
Sebelum mengikuti laga terakhir itu, Huda pamit kepada anak-anaknya. Keluarga tidak menyangka Huda meninggal begitu cepat.
Huda tidak diturunkan dalam beberapa pertandingan sejak Persela ditangani Aji Santoso. Minggu itu, Huda dipercaya untuk membela Persela. Permainannya pada Minggu menjadi pertama dan terakhir bersama Aji.
Sudah lama Huda dicadangkan. ”Saya bilang, alhamdulillah bisa dikasih kesempatan diberi kepercayaan di bawah mistar gawang,” kata Lidya.
Lidya tahu dari televisi suaminya pingsan dan diberi oksigen. Ia langsung pergi ke stadion. Sesampainya di stadion, ia diberi tahu bahwa suaminya telah dibawa ke rumah sakit. Sekitar pukul 5 sore suaminya meninggal. ”Kami mohon maaf atas segala kesalahan suami,” katanya.
Huda pernah menuturkan keinginannya untuk menjadi pelatih., umur berapa pun, ketika tenaganya masih dibutuhkan untuk tim, Huda selalu siap.
Anak-anak Huda ingin mengikuti jejak ayah mereka. Muhammad Raul Maulana, siswa kelas VII SMP Negeri 1 Lamongan, ingin menjadi pemain sepak bola. Raul memilih menjadi pemain karena untuk menjadi penjaga gawang, tubuhnya kurang tinggi. Adapun anak kedua Huda, M Rasyad Raffael Ramadhan, siswa kelas V SD Jetis III, ingin menjadi penjaga gawang.
Lidya mengatakan, dirinya turut merasakan bagaimana Huda menapak karier mulai dari Liga Indonesia Divisi II, Divisi I, Divisi Utama, hingga Persela masuk ke kasta sepak bola tertinggi Indonesia Super Liga. ”Saya sudah biasa sering ditinggal, apalagi saat almarhum memperkuat timnas,” ujarnya mengenang.