DENPASAR, KOMPAS — Promosi wisata Bali harus diimbangi respons mitigasi bencana sejak dini. Tak sekadar ajakan menikmati keindahan alam, wisatawan juga butuh adanya jaminan rasa aman.
Status Awas Gunung Agung di Bali menjadi pelajaran penting bagi daerah wisata lainnya. Merebaknya banyak kabar bohong dan minimnya informasi hingga Senin (16/10) sempat membuat pariwisata di Bali limbung.
Pertengahan Agustus 2017, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, pertumbuhan kunjungan wisatawan mancanegara di Bali mencapai 23 persen. Angka itu merupakan yang terbaik di Indonesia dan terbaik di ASEAN setelah Vietnam (24 persen).
Tahun ini Bali menargetkan kedatangan wisatawan asing sekitar 6 juta orang, naik 1 juta orang dibandingkan dengan tahun lalu. Akan tetapi, sekitar sebulan kemudian, Arief mengatakan, jumlah wisatawan ke Bali menurun mencapai 20 persen, terutama untuk MICE (meeting, incentive, convention, and exhibition). Status Awas Gunung Agung menjadi penyebabnya.
Apabila Bali dikunjungi 15.000 wisatawan mancanegara dan 25.000 wisatawan domestik setiap hari dengan lama tinggal rata-rata empat hari, potensinya bisa dihitung. Saat satu wisman menghabiskan 1.200 dollar AS, potensi yang hilang mencapai 3,6 juta dollar AS atau setara Rp 48,28 miliar untuk empat hari.
”Saya tegaskan Bali aman. Daerah terdampak erupsi hanya 2 persen dari luas Bali. Masih banyak daerah wisata lain yang bisa dikunjungi,” katanya.
Ketua Gabungan Industri Pariwisata Indonesia Bali Ida Bagus Agung Partha Adnyana mengatakan hal senada. Bali aman didatangi di luar zona merah. Namun, akibat pengaruh pemberitaan yang kurang akurat, semua kawasan wisata di Bali terkesan ikut terdampak.
Pemerintah pusat dan Provinsi Bali meresponsnya dengan membentuk Bali Tourism Hospitality. Tugasnya adalah memberikan informasi benar, menjamin koneksi aneka moda transportasi keluar masuk Bali, memberikan potongan harga kepada wisatawan, hingga mempromosikan pariwisata Bali.
Anggota Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Bali, Anak Agung Ngurah Adhi Ardhana, mengapresiasi pembentukan Bali Tourism Hospitality. Namun, ia menilai terlambat. Lembaga itu baru dibentuk setelah krisis terjadi.
Ketua Bidang Informasi dan Media Bali Tourism Hospitality I Dewa Gede Ngurah Byomantara mengatakan, promosi wisata harus diimbangi dengan informasi kesiapan Bali menghadapi potensi bencana.
Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Wisnu Widjaja mengatakan, Bali perlu membuat terobosan agar dampak ekonomi saat terjadi bencana alam tidak merugikan.
Sebab itu, kata pengamat pariwisata dari Fakultas Pariwisata Universitas Udayana, Bali, Ni Ketut Arismayanti, Bali sudah sepatutnya punya badan mitigasi khusus di bidang pariwisata. Tidak hanya meminimalkan dampak buruk adanya bencana, tetapi juga menjadi pusat edukasi bagi semua wisatawan.
Terobosan menarik justru dilakukan pelaku wisata. Contohnya pengelola transportasi penyeberangan di Pelabuhan Padangbai, Mahi-Mahi Fastboat. Mereka mempromosikan Bali dengan menyebarkan video kondisi Bali yang aman.
Manajer Operasional MahiMahi Fastboat Wayan Indriana mengemukakan, hal itu bertujuan agar wisatawan punya banyak informasi akurat tentang Bali.
Lewat media sosial, Kepala Desa Wisata Paksebali di Kabupaten Klungkung, I Putu Ariadi, tak bosan berpromosi. Selain kawasan wisata tirai air Tukad Unda, ia getol memperkenalkan destinasi lain, seperti pembuatan tenun Bali, lintas alam perbukitan, dan wisata religi.(NIK/CHE/KRN/COK/AIK/EGI/RUL/NIT/WER/ARN)