Pidato Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tentang ”pribumi” menimbulkan reaksi warganet (netizen). Sejak Senin (16/10) malam sampai Selasa siang ini, topik tren di Twitter Indonesia berkaitan tentang kata pribumi. Sampai Selasa pukul 11.23 tercatat 82.800 cuitan berkaitan dengan kata pribumi.
Aktivis 1998, Fadjroel Rachman, menulis, ”Yang tidak ikut dan menentang Reformasi 1998 tak pernah tahu berdarah-darahnya menghentikan istilah rasis: pri vs nonpri.”
Fadjroel Rachman dalam akunnya @fadjroeL menyertakan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 1998 tentang Menghentikan Penggunaan Istilah Pribumi dan Nonpribumi yang meminta para menteri, para pimpinan lembaga pemerintah non-departemen, para pimpinan kesekretariatan lembaga tertinggi/tinggi negara, dan para gubernur kepala daerah tingkat I dan bupati/wali kotamadya kepada daerah tingkat II untuk, ”menghentikan penggunaan istilah pribumi dan nonpribunmi dalam semua perumusan dan penyelenggaraan kebijakan, perencanaan program, ataupun pelaksanaan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan.”
Adapun pengamat politik Syamsuddin Haris dalam akun Twitter-nya menulis, ”Debat pribumi dan nonpribumi adalah sia-sia. Tak ada seorang pun di antara kita yang benar-benar pribumi. Nenek moyang kita semua imigran alias nonpribumi.”
Menurut Syamsuddin Haris dalam akunnya @sy_haris, ”Gubernur mestinya paham aturan sebelum pidato. Ternyata ada Inpres Nomor 26 Tahun 1998 yang berisi larangan penggunaan istilah pribumi & nonpribumi.”
”Tugas dan tanggung jawab pemimpin, termasuk gubernur, adalah mencerdaskan, mempersatukan, dan mengangkat harkat masyarakat dan bangsa. Bukan membodohi dan memecah belah,” tulis Syamsuddin Haris.
Haris juga mengingatkan, ”Pak Gubernur lupa bahwa selain Inpres No 26/1998 tentang larangan pribumi dan nonpribumi, ada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnik.”
Sastrawan Goenawan Mohamad dalam akun Twitter @gm_gm menulis, ”Kata pribumi atau inlander adalah cap yang dipakai pemerintah kolonial untuk memecah-belah dan menguasai penduduk Indonesia.”
Mohamad Guntur Romli dalam akun Twitter @GunRomli menulis, ”WNI tidak kenal istilah pribumi dan nonpribumi, walaupun Anda keturunan Arab bermarga Baswedan dan beristri keturunan Arab adalah WNI.”
Politisi Ruhut Sitompul dalam akun Twitter @ruhutsitompul menulis, ”Kerja kerja kerja, itu yang rakyat inginkan ke depan untuk Gubernur DKI yang baru. Tapi baru dilantik, pidatonya langsung SARA pribumi dan nonpribumi.”
Novelis Dee Lestari dalam akun Twitter @deelestari menulis, ”Waking up and feeling so pribumi. Not.”
Politisi muda Tsamara Amany Alatas menulis, ”Jika pribumi yang dimaksud adalah non warga keturunan, apakah saya ini sebagai keturunan Arab yang bukan pribumi tak boleh menjadi tuan rumah di negeri tempat saya lahir? Apakah saya hanya boleh menjadi pendatang, padahal saya hanya cinta Indonesia dan hanya Indonesia yang saya percaya sebagai rumah saya? Pertanyaan yang sama bisa diungkapkan oleh warga keturunan lainnya.”
Sementara intelektual muda muslim Zuhairi Misrawi dalam Facebooknya menulis, "Belum bekerja, sudah menebar ancaman dan bikin gaduh. Apa yang bisa diharapkan dari pemimpin seperti ini?"
Adapun Marco Kusumawijaya dalam akun twitternya @mkusumawijaya menulis, "Banyak orang harus belajar lagi tentang kolonialisme dan arti kata pribumi. Bacalah, demi kesehatanmu!"