TANJUNG PINANG, KOMPAS — Unsur pimpinan baru Badan Pengusahaan Batam diberi waktu dua tahun untuk mewujudkan kawasan ekonomi khusus. Upaya itu merupakan cara pemerintah pusat memulihkan Batam setelah anjloknya pertumbuhan ekonomi di wilayah itu.
Selain itu, pergantian tersebut diharapkan dapat menggerakkan industri sehingga membuka lapangan kerja. Pemimpin baru disetujui pemerintah dan Dewan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Batam, Senin (16/10) malam.
Mereka menggantikan tujuh unsur pimpinan BP Batam. ”Sekarang hanya ada ketua dan lima deputi. Tidak ada wakil ketua seperti periode sebelumnnya,” kata Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun, Selasa, di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau.
Unsur pimpinan lama diketuai Hatanto Reksodiputro, wakil ketua Agus Tjahajana. Sementara Sigit Pramudito, Gusmardi Bustami, RC Eko Budi Santoso, Robert Sianipar, dan Juninho Jahja menjadi deputi.
Mereka diganti Lukito Dinarsyah Tuwo, Mayor Jenderal Eko Budi Supriyanto, Inspektur Jenderal Bambang Purwanto, Purwiyanto, Yusmar Anggadinata, dan Dwi Eko Winaryo. Luki menjadi ketua dan lima orang lain menjadi deputi. ”Pimpinan baru fokus mewujudkan kawasan ekonomi khusus (KEK), memulihkan perekonomian, dan meredakan kegaduhan,” ujar Nurdin.
Kondisi Batam dinyatakan memburuk dalam tiga tahun terakhir. Dari rata-rata 7 persen, perekonomian Batam kini tumbuh kurang dari 2 persen. Sedikitnya 300.000 pekerja diberhentikan akibat kelesuan perekonomian Batam.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Kepri Cahya menyatakan, Batam kesulitan memulihkan diri karena banyak hambatan pada regulator. Selama dipimpin Hatanto, BP Batam hampir tidak pernah mendengar aspirasi pengusaha dan warga. Hal itu dibuktikan dengan kenaikan aneka pungutan untuk jasa pelayanan di BP Batam.
”Usaha sedang sulit, pungutan malah dinaikkan ratusan persen. Bagaimana mau pikir usaha kalau situasi seperti itu,” katanya.
Terakhir kali, BP Batam mengharuskan setiap kredit dengan agunan lahan harus atas persetujuan BP Batam. Selain itu, BP Batam juga meminta jaminan 10 persen nilai investasi jika investor ingin mendapat alokasi lahan. Jaminan itu hilang jika dalam perkembangan pembangunan lokasi usaha tidak sesuai target.
Dualisme
Hambatan lain adalah dualisme di Batam. Hingga 80 persen daratan Pulau Batam menjadi lokasi tumpang tindih kewenangan antara BP dan Pemerintah Kota Batam. Pengusaha, kata Ketua Kamar Dagang dan Industri Kepri Ma’ruf Maulana, menjadi korban tumpang tindih ini.
Saat KEK Batam diwacanakan, persoalan itu dinyatakan akan selesai. BP Batam hanya akan mengurus wilayah tertentu yang dikhususkan bagi aktivitas industri. Pemkot Batam mengurus wilayah di luar itu.
Wali Kota Batam HM Rudi menyebut status KEK dilontarkan pada awal 2016 dan ditargetkan terwujud September 2016. ”Tidak mungkin satu wilayah isinya pabrik semua. Tentu ada rumah sakit, sekolah, pasar, dan aneka hal yang tidak terkait industri,” ujarnya.
Rudi menyatakan, Pemkot Batam siap menyerahkan seluruh kewenangan dan proses perizinan di dalam KEK kepada lembaga yang mengelola kawasan itu. Pemkot Batam berkonsentrasi mengurus berbagai hal di luar KEK. (raz)