Indonesia Minta Klarifikasi
”Karena bagi kami, masalah ini sangat penting. Oleh karena itu, kita dengan tegas meminta kepada AS untuk segera memberikan penjelasan,” kata Retno.
Pernyataan itu diulang Menlu seusai diterima Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan. Dalam kesempatan itu, ia menyampaikan, pihaknya menerima penjelasan yang disampaikan perwakilan AS di Jakarta. Namun, hal itu bukan berarti pemerintah tidak lagi menuntut penjelasan. ”Saya sampaikan bahwa kita tetap meminta klarifikasi, penjelasan, kenapa hal itu terjadi? Saya sampaikan bahwa kita menunggu,” ujar Retno.
Meminta maaf
Sebelumnya, saat ditemui seusai menghadap Menlu Retno, McKee sekali lagi menyampaikan permintaan maaf, sebagaimana sebelumnya disampaikan Duta Besar AS untuk Indonesia Joseph Donovan yang saat ini berada di Banda, Maluku. ”Kami sangat menyesal atas ketidaknyamanan ini. Kami meminta maaf,” kata McKee.
Ia menjelaskan, saat ini larangan itu telah dicabut dan Jenderal Gatot dapat bepergian dengan leluasa ke AS tanpa ada halangan apa pun. Bahkan, McKee juga mengatakan, pihaknya tengah memfasilitasi komunikasi antara Gatot Nurmantyo dan Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Joseph Dunford Jr. ”Kami dengan senang hati akan menyambut beliau,” kata McKee.
Di Manila, Filipina, Menteri Pertahanan AS James Mattis meminta maaf kepada mitranya, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu, terkait insiden itu. Permintaan maaf secara khusus disampaikan Mattis kepada Ryamizard dalam pertemuan bilateral AS-RI di sela-sela Forum Menteri Pertahanan ASEAN Plus di Manila.
Beberapa jam dicabut
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Sabtu lalu, saat hendak bepergian ke Washington untuk memenuhi undangan Dunford, staf maskapai Emirates di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, menyampaikan kepada Gatot bahwa US Customs and Border Protection melarangnya memasuki wilayah AS. Oleh Panglima, larangan itu lalu dilaporkan kepada Presiden Joko Widodo, Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, serta Menlu Retno. Beberapa jam kemudian, setelah dilakukan komunikasi dengan berbagai pihak terkait baik di Jakarta maupun di AS, larangan tersebut dicabut.
Dosen Departemen Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia, Edy Prasetyono, mendukung langkah pemerintah untuk meminta klarifikasi kepada AS. Menurut dia, langkah itu adalah prosedur normal dalam dunia diplomatik.
Dia berharap negara sebesar dan semaju AS bisa membereskan masalah koordinasi internal mereka. Menurut dia, perlu bagi AS segera menyampaikan kepada Pemerintah Indonesia jika ada masalah yang terjadi.
Penyampaian yang lebih awal akan membantu kedua belah pihak. ”Jangan mendadak dan membuat banyak pihak jadi terkaget-kaget,” kata Edy.
Wakil Ketua Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar Meutya Hafid juga mendukung langkah pemerintah. Menurut dia, perlu ada pernyataan resmi dan komprehensif dari Kementerian Luar Negeri AS. Hal itu penting dilakukan agar spekulasi tidak bermunculan dan hubungan baik kedua negara tetap terjaga.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian dan mantan Gubernur BI Burhanuddin Abdullah pernah ditolak saat hendak berkunjung ke AS pada Mei 2016. Ia sempat diinterogasi dan ditanya dengan sejumlah pertanyaan yang menurut dia tidak masuk akal.
”Misalnya, apakah saya akan mencari suaka politik? Apakah saya akan mencari pekerjaan, padahal umur saya sudah 70 tahun. Saya katakan bahwa saya pernah bertahun-tahun bekerja di Amerika di IMF,” kata Burhanuddin.
Namun, semua jawaban yang disampaikan tidak membantunya. Ia tetap ditolak masuk dan hingga saat ini Burhanuddin tidak pernah tahu apa yang menjadi alasan penolakan itu.