JAKARTA, KOMPAS — Setelah terjadi perdebatan selama setidaknya satu jam, Rapat Paripurna DPR dengan agenda pengambilan keputusan persetujuan pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan diskors. Skors untuk memberikan waktu bagi sepuluh fraksi di DPR untuk mencari jalan tengah atas perbedaan sikap yang terjadi.
Dalam rapat paripurna yang digelar di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (24/10), sikap sepuluh fraksi masih sama dengan sikap yang disampaikan saat pandangan minifraksi di Komisi II DPR. Enam fraksi menyetujui pengesahan peraturan menjadi undang-undang, yaitu PDI-P, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Persatuan Pembangunan, Nasdem, dan Hanura.
Adapun Demokrat menyetujui pengesahan dengan syarat setelah disahkan langsung direvisi. Sementara Gerindra, Partai Amanat Nasional, dan Partai Keadilan Sejahtera tetap pada sikapnya menolak peraturan untuk disahkan.
Wakil Ketua DPR Fadli Zon yang memimpin rapat memberikan waktu skors selama sekitar setengah jam. Hingga kini perwakilan fraksi-fraksi masih di ruang lobi untuk mengupayakan agar keputusan bisa diambil dengan cara bermusyawarah.
Interupsi
Rapat Raripurna Dewan Perwakilan Rakyat untuk mengambil keputusan tentang Peraturan Pemerintah tentang Pengganti Undang-Undang tentang Organisasi Kemasyarakatan diwarnai hujan interupsi. Lebih dari sepuluh orang mengajukan interupsi dalam rapat paripurna yang sudah berlangsung selama satu jam ini.
Mayoritas anggota DPR yang mengajukan interupsi berasal dari fraksi partai yang menolak Perppu Ormas, seperti Fraksi Partai Gerindra dan Partai Amanat Nasional. Mereka mempertanyakan keberadaan Perppu Ormas yang dinilai akan memberangus hak kebebasan berserikat dan berkumpul. Di luar Kompleks Parlemen, ratusan pengunjuk rasa juga berdemonstrasi menuntut DPR agar menolak Perppu Ormas.
Interupsi dan pertentangan dari fraksi yang menolak Perppu Ormas dijawab oleh fraksi-fraksi pendukung perppu yang terdiri dari partai pendukung pemerintah dan Fraksi Partai Demokrat yang non-pendukung pemerintah.
Mereka meyakinkan bahwa hukuman dan aturan yang tegas di Perppu Ormas hanya berlaku bagi ormas yang pahamnya bertentangan dengan Pancasila sehingga tidak akan memberangus kebebasan semua warga negara untuk berserikat dan berkumpul.