AL Sejumlah Negara Bahas Pencegahan Kecelakaan Kapal Selam di Surabaya
Oleh
Ambrosius Harto
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS — Konferensi Internasional Kapal Selam Asia Pasifik di Surabaya, Jawa Timur, yang diikuti 57 perwira Angkatan Laut dari 25 negara dan dua organisasi dunia berakhir pada Kamis (26/10). Angkatan Laut sedunia sepakat meningkatkan kerja sama dalam pencegahan dan penanganan kecelakaan kapal selam di masa mendatang.
Konferensi tahunan ke-17 itu dibuka Kepala Staf TNI Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Ade Supandi pada Rabu (25/10). Indonesia mendapat kehormatan menjadi tuan rumah untuk pertama kali. Adapun Surabaya dipilih karena merupakan lokasi markas Satuan Kapal Selam Komando Armada RI Kawasan Timur, satu-satunya kekuatan kapal selam milik TNI AL.
Para peserta dari delegasi negara adalah Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Australia, China, Jepang, Korea Selatan, India, Pakistan, Banglades, Uni Emirat Arab, Turki, Italia, Perancis, Belanda, Polandia, Rusia, Inggris, Kanada, Amerika Serikat, Brasil, Cile, dan Peru.
Delegasi lainnya datang dari International Submarine Escape and Rescue Liaison Office serta NATO Submarine Escape and Rescue Working Group.
Konferensi pertama diadakan pada 2001 atas inisiatif AL Amerika Serikat. Konferensi saat itu merespons kecelakaan kapal selam nuklir K-141 Kursk milik AL Rusia yang meledak saat uji coba peluncuran torpedo di Laut Barents pada 12 Agustus 2000. Kecelakaan itu menewaskan 118 kru kapal selam yang saat itu diklaim tercanggih dan terbesar untuk ukuran bertenaga nuklir.
”Dari kejadian itu, dunia memerlukan suatu tata tertib dalam pemberian bantuan pencarian dan penyelamatan, evakuasi korban, dan prosedur keamanan serta keselamatan operasi kapal selam,” tutur Ade.
Meski konferensi sudah diadakan, ternyata kasus insiden dan kecelakaan kapal selam masih terus terjadi. Dihimpun dari sejumlah situs berita internasional, kurun 2000-2017 tercatat ada 33 kasus insiden dan kecelakaan kapal selam di seluruh dunia. Melihat hal itu, AL sedunia memandang perlu untuk terus meningkatkan kerja sama pencegahan dan penanganan kecelakaan kapal selam.
Insiden dan kecelakaan kapal selam masih terus terjadi.
”Kami sangat ingin tidak ada kecelakaan dan tidak ada korban dalam operasi kapal selam,” ujar Ade.
Dalam konteks nasional, konferensi ini cukup penting bagi perwira yang tergabung dalam Satkasel Koarmatim. Mereka harus mampu meningkatkan kemampuan untuk menghadapi situasi darurat saat operasi.
Dalam konferensi diharapkan perwakilan delegasi setiap negara dan organisasi mempresentasikan prosedur taktis dan teknis terkait evakuasi kru dan pengamanan selama operasi kapal selam. Selain itu, juga menyamakan persepsi soal etika ketika sesama kapal selam bertemu di dalam air.
Potensi insiden dan kecelakaan kapal selam masih akan terjadi sebab setiap AL negara ingin memiliki kekuatan yang tangguh.
AL sedunia memahami bahwa potensi insiden dan kecelakaan kapal selam masih akan terjadi sebab setiap AL negara ingin memiliki kekuatan yang tangguh. Kapal selam memiliki kelebihan sulit terdeteksi, tetapi berisiko paling tinggi saat terjadi insiden atau kecelakaan dibandingkan dengan alat utama sistem persenjataan lainnya.
Di sisi lain, Indonesia sedang memperbarui armada kapal selam dengan membeli dan atau membangun bersama dengan negara lain. Sesuai cetak biru pembangunan TNI AL, diperlukan setidaknya 12 kapal selam.
Sampai saat ini, tiga kapal selam sudah dimiliki dan dioperasikan oleh TNI AL. Pertama ialah KRI Cakra-401, generasi kedua kapal selam AL, Kelas Cakra atau tipe 209/1300 buatan Jerman Barat kurun 1977-1981. Kedua, KRI Nanggala-402 yang merupakan ”saudara kembar” Cakra dengan kelas, tipe, lokasi, dan tahun pembuatan yang sama. Ketiga, KRI Nagapasa-403 yang bertenaga diesel-elektrik, masuk dalam Kelas Changbogo atau tipe 209/1400 DSME.