Kulon Progo Pun Menengok Sendai
Maret 2011 adalah saat memilukan bagi warga Sendai, Jepang. Gempa Tohoku yang diikuti tsunami besar menyapu permukiman, termasuk Bandara Sendai yang terendam setinggi 3,02 meter.
Air laut merangsek hampir tanpa hambatan sekitar pukul 15.20 waktu setempat dari pantai yang berjarak 500-600 meter dari landas pacu (runway) Bandara Sendai. Seluruh lantai 1 terminal keberangkatan dan kedatangan tak bisa difungsikan, termasuk ruang kendali dan ruang mekanik (kelistrikan).
Meski terendam, para penumpang dan staf bandara selamat, dievakuasi di lantai 2. Begitupun ratusan warga sekitar bandara dan lanjut usia dari panti jompo yang tak jauh dari bandara.
Namun, ribuan kendaraan, helikopter, dan pesawat ringan milik pasukan penjaga pantai Jepang hanyut. Puing-puing bangunan juga turut hanyut.
”Selama dua hari warga yang dievakuasi di lantai dua kedinginan karena penghangat ruangan tak berfungsi,” kata General Manager Unit Korporat Grup Bandara Internasional Sendai Jiro Kaneko kepada rombongan tim manajemen dan ahli proyek pembangunan Bandara Internasional Kulon Progo, Yogyakarta, Kamis (26/10) sore.
Bisa dibilang mereka yang dievakuasi dan mengungsi di bandara, yang kini teramai kelima di Jepang itu, beruntung. Sebab, gedung bandara sebenarnya tak dirancang mengakomodasi risiko tsunami.
Yang pasti, kata Jiro Kaneko, seperti halnya seluruh bangunan di Jepang, bandara itu dirancang dan dibangun tahan gempa. Itulah yang membuat seluruh pengungsi aman. Kerusakan akibat gempa dan tsunami masih bisa ditoleransi, khususnya ruang kendali dan sambungan antara atap dan tiang penyangga fondasi.
Belajar banyak
Atas dasar pengalaman itu, tim pembangunan bandara Kulon Progo belajar sebelum mulai membangun. Dari sisi geografis, bandara Kulon Progo dan Sendai punya kemiripan, yakni jarak pantai ke landas pacu, ancaman gempa dan tsunami, serta kondisi lahan.
Salah satu bedanya, dampak gempa dan tsunami. Di Kulon Progo, berdasar data kegempaan yang ada, kekuatan gempanya (magnitudo) 8,5 dengan tinggi tsunami sekitar 15 meter (Sendai ”hanya” 3,02 meter).
Bandara Internasional Kulon Progo dalam proses pembangunan di Kecamatan Temon. Panjang landas pacu tahap pertama sepanjang 3.250 meter dengan lebar 60 meter ditargetkan selesai akhir Desember 2018. Jarak landas pacu dengan pantai selatan sekitar 400 meter.
Dari sisi geografis, bandara Kulon Progo dan Sendai punya kemiripan, yakni jarak pantai ke landas pacu, ancaman gempa dan tsunami, serta kondisi lahan. Salah satu bedanya, dampak gempa dan tsunami. Di Kulon Progo, berdasar data kegempaan yang ada, kekuatan gempanya (magnitudo) 8,5 dengan tinggi tsunami sekitar 15 meter (Sendai ”hanya” 3,02 meter).
Menurut Harkunti P Rahayu, salah satu anggota tim ahli yang juga Koordinator Sistem Peringatan Dini dan Pengembangan Kebijakan pada Pusat Penelitian Mitigasi Bencana ITB, Bandara Sendai cocok jika ingin mempelajari sistem pengelolaan bandara yang pernah dilanda tsunami. Dari mereka, tim bisa belajar pengalaman, mulai dari perancangan, saat bencana, hingga perubahan yang dilakukan setelah tsunami.
”Selain di Sendai, kami juga akan belajar dari Bandara Kochi,” ujarnya. Bandara Kochi terhitung bandara kecil, tetapi sudah dirancang dengan mengakomodasi risiko tsunami.
Sebelumnya, tim juga bertemu otoritas pengawas dan pembuat regulasi transportasi udara Jepang. Jepang memiliki tahapan-tahapan penanganan kedaruratan hingga rekonstruksi setelah tsunami yang menimpa bandara.
”Berbagai informasi umum dan teknis ini sangat kami perlukan untuk kesiapan yang lebih baik. Itu juga masukan bagi rancangan yang sudah ada,” kata Pribadi Maulana, Kepala Departemen Perencanaan Proyek PT Angkasa Pura I.
PT Angkasa Pura I merupakan calon pengelola bandara dan investor proyek senilai sekitar Rp 6 triliun itu bersama PT Pembangunan Perumahan Tbk.
Dengan mendengar dan melihat langsung pengelolaan bandara yang pernah dilanda tsunami, tim menjadi lebih siap menghadapi segala risiko. Tim juga tak lagi sebatas meraba-raba atau membayangkan teknis bangunan dan standar operasi kedaruratan bencana.
”Kami jadi punya gambaran yang lebih baik. Semua informasi ini sangat berguna bagi kami,” kata General Manager Proyek Pembangunan Bandara Kulon Progo Andek Prabowo.
Secara khusus, Jiro Kaneko menegaskan, tidak ada yang lebih berharga dari keselamatan manusia dalam desain pembangunan bandara. Di Bandara Sendai, setelah tsunami, manajemen bandara membangun ruang kelistrikan yang lebih kuat dan kedap air. Lalu, ruang kendali dipindah ke lantai yang lebih tinggi dan ruang evakuasi dipindah di lantai 2.
Tidak ada yang lebih berharga dari keselamatan manusia dalam desain pembangunan bandara.
”Kalau memang bandara di dekat laut, pastikan dibangun jauh lebih baik dan sempurna daripada kami. Itu semua demi keselamatan manusia,” kata Jiro. (GESIT ARIYANTO dari Sendai, Jepang)