Tragedi di Kosambi
TANGERANG, KOMPAS — Terkuncinya pintu gerbang pabrik kembang api di Kosambi, Kabupaten Tangerang, yang terbakar dan meledak pada Kamis (26/10) pagi, diduga menjadi penyebab banyaknya korban tewas terjebak api. Sebanyak 47 orang tewas, sebagian besar remaja.
Wakil Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Brigadir Jenderal (Pol) Purwadi Arianto yang mendatangi lokasi kejadian pada Kamis malam mengatakan, dari jumlah korban yang sudah dievakuasi dari lokasi, masih tersisa 10 pegawai yang belum ditemukan.
Purwadi menjelaskan, kebakaran terjadi di dekat pintu sehingga pekerja sulit keluar. ”Pintu hanya satu sehingga korban terjebak di dalam pabrik,” kata Purwadi.
Sampai pukul 23.00, sudah 22 keluarga yang datang ke posko ante mortem RS Polri Kramatjati. Jumlah kantong jenazah yang dibawa ke RS Polri sebanyak 47. Namun, Kepala Pusat Kedokteran dan Kesehatan Polri Brigjen (Pol) Arthur Tampi belum bisa memastikan bahwa jumlah jenazah 47.
Jumlah pegawai di pabrik itu 103 orang, dan 46 korban luka-luka dirawat di RSUD Tangerang, RS Mitra Husada Teluk Naga, serta RS Ibu dan Anak BUN Kosambi.
Pencarian korban dihentikan sementara pada Kamis malam karena hari sudah gelap dan tidak efektif. Pencarian korban dilanjutkan Jumat ini sekaligus olah tempat kejadian. ”Jumlah saksi yang sudah diperiksa tiga orang,” ujar Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar R Prabowo Argo.
Kepala Desa Belimbing Maskota mengatakan, 45 warga Desa Belimbing, Kecamatan Kosambi, bekerja di pabrik itu. Dari jumlah itu, 13 orang adalah perempuan. Dari 45 warganya yang bekerja di pabrik itu, 21 orang tewas.
Pintu gerbang terkunci
Saksi mata, Yahya (33), mengungkapkan, kebakaran terjadi pukul 09.00. Saat itu terdengar rentetan suara letusan selama satu menit, disusul ledakan dan kobaran api yang membakar area depan pabrik. Kobaran api dengan cepat membesar dan mengeluarkan asap hitam pekat. ”Langit sampai gelap,” ujar Yahya, tukang servis kompor, yang saat itu berada di dekat lokasi kejadian.
Tio, pengelola gedung serbaguna Salembaran Raya di seberang pabrik kembang api, mengatakan, setelah ledakan pertama, terdengar suara pegawai yang menggedor-gedor gerbang depan pabrik tersebut. ”Selain memukul-mukul gerbang itu dari dalam, mereka juga berteriak meminta tolong,” kata Tio.
Pabrik itu berpagar besi setinggi 3 meter dan temboknya setinggi sekitar 5 meter.
Yahya mengatakan, kondisi gerbang yang terkunci dari luar membuat warga tak bisa langsung menyelamatkan diri dari kobaran api. Hanya pegawai yang dapat memanjat dan melompati gerbang logam setinggi 3 meter bisa langsung menyelamatkan diri. ”Beberapa pegawai laki-laki bisa memanjat gerbang dan lompat. Yang lain hanya bisa memukul-mukul gerbang dan berteriak,” kata Yahya.
Tio menuturkan, beberapa menit kemudian gerbang berhasil dibuka dan sekitar 15 pegawai dapat diselamatkan. ”Tetapi masih ada suara teriakan meminta tolong dari dalam sehingga warga memasang tangga serta menjebol dinding samping kanan untuk mengeluarkan pegawai yang terjebak,” ucapnya.
Tio bercerita, meskipun dinding sudah dirobohkan dan pegawai berhasil menyelamatkan diri, dirinya masih mendengar suara meminta tolong dari dalam pabrik. ”Terdengar banyak suara perempuan muda minta tolong dari bagian dalam pabrik,” katanya.
Beberapa menit setelah dinding dirobohkan, terjadi ledakan kedua yang besar, menyebabkan jaringan kabel listrik di depan pabrik terputus.
Menurut Tio, setelah ledakan yang keras itu, tak ada warga yang berani mendekat ke arah pabrik.
Menurut Yahya yang tinggal di mes perusahaan lain di seberang pabrik kembang api, pengelola pabrik selalu mengunci gerbang dari luar setelah semua pegawai masuk ke dalam. ”Setahu saya, tak ada mandor di luar gerbang,” katanya. Pabrik ini baru berjalan dua bulan.
Bupati Tangerang Ahmed Zaki Iskandar berpendapat, jika pabrik itu mempekerjakan anak di bawah umur, itu berarti melanggar Undang-Undang Tenaga Kerja. ”Perusahaan harus bertanggung jawab,” kata Zaki.
Camat Kosambi Toni Rustoni mengatakan, berdasarkan surat keterangan domisili usaha, pabrik itu mengajukan izin sebagai perusahaan kembang api, dan izin itu dikeluarkan Februari 2017. Sebelumnya, pabrik itu merupakan pabrik ayakan pasir.
Komandan Pos Pemadam Kebakaran Kecamatan Pakuhaji dan Kosambi Oni Sahroni mengatakan, alat pemadam api ringan tersedia di pabrik itu. ”Mungkin karena ada ledakan keras sehingga alat pemadam api ringan tak mencukupi,” katanya.
Arthur mengatakan, identifikasi korban kebakaran dilakukan dengan metode DNA karena kondisi korban sulit dikenali. ”Untuk sidik jari dan gigi sudah sulit. Satu-satunya melalui pemeriksaan DNA karena (jenazah) sulit diidentifikasi. Barang-barang milik korban tak ada yang utuh,” kata Arthur.
Proses identifikasi jenazah memerlukan waktu berbulan-bulan karena untuk membuat profilnya saja perlu 2-3 minggu. Untuk proses identifikasi DNA diharapkan keluarga korban, ayah, ibu, atau anak datang ke RS Kramatjati.
https://kompas.id/baca/kompas_multimedia/proses-identifikasi-jenazah-dengan-membandingkan-data-ante-mortem-dan-post-mortem/