MEDAN, KOMPAS — Rumah sakit mitra Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dapat menjalankan pelayanan efektif dan efisien jika sistem pembayaran klaim layanan berjalan lancar dan sederhana. Namun, hingga kini proses klaim masih berbelit, antrean verifikasi panjang, dan rumah sakit masih kerap salah mengajukan klaim.
Hal itu mengakibatkan pengeluaran rumah sakit kian besar. Sering sekali rumah sakit harus menambah modal untuk menanggung biaya operasional layanan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) berbulan-bulan menanti klaim dari BPJS Kesehatan dicairkan. Sebagian klaim kadang tak bisa dicairkan karena ada kesalahan pengajuan klaim.
Seperti diberitakan Kompas, Selasa (31/10), pelayanan bagi peserta JKN-KIS kerap kali diskriminatif di rumah sakit. Hal itu dipengaruhi belum memadainya besaran tarif layanan. Karena itu, penyempurnaan sistem tarif layanan perlu terus dilakukan dan rumah sakit dituntut untuk lebih efisien dalam operasional.
”Jika prinsip kendali mutu dan kendali biaya dijalankan rumah sakit, tarif yang ditetapkan JKN-KIS sebenarnya masih cukup untuk pengembangan layanan dan memperoleh keuntungan. Masalah muncul karena proses klaim yang berbelit dan lama,” kata Imelda Liana Ritonga, pemilik RS Imelda Pekerja Indonesia, Medan.
Imelda mencontohkan, pembayaran klaim dari BPJS Kesehatan jatuh tempo pada September 2017 sesuai ketentuan, yakni 14 hari kerja setelah penandatanganan berita acara. Namun, pembayaran klaim yang jatuh tempo Oktober ini tertunda. Itu menyebabkan RS menanggung modal pelayanan pada Agustus, September, dan Oktober. ”Ini menambah beban biaya operasional layanan rumah sakit. Kami pun harus menambah modal,” katanya.
Imelda menyatakan, tarif JKN-KIS yang ditetapkan berdasarkan Indonesia Case Base Groups (INA-CBGs) atau sistem pembayaran paket berdasarkan penyakit sesungguhnya amat minimal. Karena itu, RS terus mengupayakan efisiensi, tetapi harus tetap menjaga mutu pelayanan. Efisiensi lebih banyak dilakukan dalam hal yang tidak berkaitan langsung dengan layanan medis seperti penghematan air dan listrik.
Dalam belanja alat kesehatan dan obat, pihak rumah sakit semakin teliti dengan membeli sesuai kebutuhan dan prioritas. Untuk biaya jasa dokter spesialis, manajemen rumah sakit mendiskusikan terlebih dahulu dengan dokter spesialis sehingga besaran yang ditanggung BPJS Kesehatan dapat disepakati.
”Tujuan utama JKN-KIS adalah memberikan akses layanan kesehatan bermutu bagi seluruh warga Indonesia. Mutu tidak mungkin bisa tercapai tanpa biaya memadai,” ujarnya.
Imelda mengatakan, rumah sakit juga sering berhadapan dengan pasien. Ia mencontohkan soal ketentuan rawat inap. Banyak pasien yang ingin dirawat inap, padahal menurut dokter, pasien tersebut tidak memenuhi indikasi rawat inap. Ini terjadi karena konsep yang dipahami pasien berbeda dengan aturan yang harus ditaati rumah sakit.
Rumah sakit mitra BPJS Kesehatan terus bertambah
Meski ada sejumlah persoalan terkait tarif dan klaim layanan JKN, minat rumah sakit untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan terus meningkat. Di Kota Semarang, Jawa Tengah, misalnya, dari 26 RS di Kota Semarang, ada 25 unit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pemerintah Kota Semarang menargetkan semua RS pemerintah dan swasta bergabung dengan BPJS Kesehatan pada 2018.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Semarang Widoyono, Senin (30/10), di Semarang, mengatakan, rumah sakit yang belum bekerja sama dengan BPJS hanya RS Columbia Asia Semarang. Rumah sakit itu baru beroperasi tahun 2014 dan perlu melengkapi beberapa fasilitas layanan sebelum mengajukan kerja sama dengan BPJS Kesehatan. ”Besar kemungkinan tahun depan, 2018, sudah bisa menerima pasien BPJS,” kata Widoyono.
Widoyono menambahkan, pemerintah ikut memfasilitasi agar RS bisa bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. ”Semakin banyak rumah sakit yang bergabung, ketersediaan ruang rawat inap bertambah. Selain itu, warga sekitar rumah sakit juga dipermudah karena tak harus berobat jauh,” ujarnya.
Namun, diakui, sejauh ini mutu layanan masih jadi masalah meski hampir semua RS di Semarang telah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pemerintah kerap menerima keluhan warga tentang karut-marut data kepesertaan, mutu layanan, dan pembiayaan. Misalnya, pasien harus membayar uang tambahan di luar tanggungan BPJS Kesehatan.
Sebelumnya, BPJS Kesehatan Cabang Utama Semarang bekerja sama dengan sejumlah perusahaan swasta untuk meningkatkan mutu layanan. Salah satunya berupa potongan harga untuk tes medis dan laboratorium. ”Potongan yang diberikan mulai dari 5 sampai 60 persen,” ujar Kepala BPJS Kesehatan KCU Semarang Bimantoro. (NSA/KRN)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.