AMBON, KOMPAS — Gempa beruntun yang mengguncang Ambon, Maluku, dari Selasa (31/10) malam hingga Rabu (1/11) dan diikuti isu tsunami menimbulkan kepanikan sebagian besar warga di kota berpenduduk sekitar 400.000 jiwa itu. Bahkan, seorang warga bernama Erma Suitela (61) meninggal akibat terjatuh saat berlari.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon, hingga Rabu pukul 19.15 WIT gempa yang teranalisis sebanyak 100 kali dengan guncangan yang terasa 13 kali. Pusat gempa berada sekitar 50 kilometer arah barat Ambon. Dampak kerusakan material masih dihitung.
Gempa pertama kali terjadi pada Selasa pukul 20.31 WIT dengan kekuatan 5,7 skala Richter (SR). Getaran yang terasa hingga V Modified Mercalli Intensity (MMI) selama hampir 3 detik itu membuat warga berlari ke jalan. Tiga menit kemudian, guncangan kembali terjadi berkekuatan 5,6 SR dengan getaran hampir sama sehingga membuat warga semakin panik.
Sekitar 16 menit kemudian, gempa dengan kekuatan lebih besar, yakni 6,2 SR, kembali mengguncang dengan getaran hingga VI MMI selama lebih kurang 2 detik. Lima menit kemudian beredar isu Ambon akan dilanda tsunami. Terdengar terikan ”aer nae” yang berarti tsunami. Warga yang tinggal di pesisir pantai berlari mencari lokasi perbukitan.
Ada ibu-ibu yang menggendong anak sambil berlari di jalan raya, sementara yang menggunakan sepeda motor dan mobil memacu kendaraan tanpa memperhatikan rambu-rambu. Akibatnya, beberapa sepeda motor bertabrakan. Dengan kecepatan tinggi, mereka berusaha mencapai daerah yang lebih tinggi di tengah jalanan padat dan sempit.
Di beberapa titik, ada keluarga yang mengevakusi lansia atau anggota keluarga yang sakit menggunakan mobil. Teriakan dari arah pantai membuat mereka semakin panik sehingga ada lansia yang terjatuh. Di sejumlah rumah sakit, pasien dievakuasi keluar ruangan. Bahkan, ada keluarga pasien yang mendorong kursi roda dan tempat tidur di jalanan sambil mencari lokasi yang lebih aman.
Erma Suitela, warga Kelurahan Ahusen, Kecamatan Sirimau, terjatuh saat berlari. Ia panik mendengar orang berlari sambil berteriak akan terjadi tsunami. ”Antua (beliau) lari langsung jatuh. Dong bataria aer nae (mereka berteriak tsunami). Sampai di rumah sakit dokter bilang antua sudah meninggal,” kata seorang cucu korban sambil menangis di Rumah Sakit Sumber Hidup.
Sekitar pukul 21.30 WIT kembali beredar informasi hoaks bahwa akan terjadi gempa besar diikuti tsunami pada pukul 23.00 WIT. Pesan itu disebar dari mulut ke mulut, melalui pesan singkat, dan media sosial. Mereka yang memahami tentang gampa berusaha mengklarifikasi bahwa isu itu tidak benar.
Kepala Bidang Kesiapsiagaan Bencana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Maluku John Hursepuny menyesalkan informasi hoaks tersebut. Menurut dia, masyarakat termakan kabar bohong lantaran tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang bencana. Padahal, Ambon merupakan daerah rawan bencana, terutama gempa dan tsunami. Sejumlah catatan sejarah menunjukkan Ambon pernah dilanda bencana tersebut.
Pemerintah lamban
Sejumlah warga mengaku kecewa dengan lambannya penanganan bencana oleh Pemerintah Kota Ambon dan Pemerintah Provinsi Maluku. Selama lebih dari satu jam, pemerintah tidak hadir menenangkan warga. Warga terbantu imbauan tokoh agama lewat pengeras suara dari sejumlah rumah ibadah. ”Pemerintah sendiri tidak sadar bencana. Harusnya ada petugas yang berpatroli memberikan imbauan di jalan,” kata Nicolaus, warga.
Imbauan kepada warga agar tidak percaya dengan isu tsunami disampaikan pemerintah setempat lewat media sosial. Itu pun setelah gempa pertama terjadi. Tidak semua warga bisa mengakses informasi tersebut.
Gempa tektonik guncang Garut
Gempa tektonik berkekuatan magnitudo 4,9 mengguncang wilayah Garut selatan dan Pangandaran pada Rabu pukul 12.39. Belum ada laporan kerusakan akibat gempa yang berpusat di laut selatan Jawa tersebut.
Episenter terletak di koordinat 8,23 LS dan 107,28 BT atau berjarak 81 kilometer arah barat daya Pamajalan, Garut. Gempa dengan kedalaman 48 kilometer tersebut tidak berpotensi tsunami.
Kepala Seksi Data dan Informasi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Bandung Kurniadi mengatakan, gempa diakibatkan aktivitas subduksi Lempeng Indo-Australia yang menyusup di bawah Lempeng Eurasia di Samudra Hindia.
”Gempa ini dipicu oleh penyesaran dengan arah pergerakan mendatar dan turun,” ujarnya.
Guncangan gempa dirasakan di Garut dalam skala intensitas II MMI dan di Pangandaran III MMI. Hingga pukul 16.00 belum terdeteksi adanya gempa susulan.
”Masyarakat diimbau tetap tenang dan tidak terpengaruh dengan informasi yang tidak valid. Gempa ini tidak berpotensi tsunami,” ucapnya.